Amdal ini wajib, tapi kadang dibuat-buat juga. Contoh, investasi cuma 3.000 meter persegi, bikin kebun, cuma Rp600 juta, tapi biaya amdal bisa Rp1 miliar
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) "berhantu" atau menjadi ladang bagi oknum tidak bertanggungjawab untuk menarik keuntungan pribadi.
Dalam webinar mengenai relokasi investasi di masa COVID-19, Selasa, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia bercerita mengenai investasi perkebunan senilai Rp600 juta di lahan seluas 3.000 meter persegi yang harus direcoki dengan urusan perizinan amdal hingga menghabiskan biaya Rp1 miliar.
"Amdal ini wajib, tapi kadang dibuat-buat juga. Contoh, investasi cuma 3.000 meter persegi, bikin kebun, cuma Rp600 juta, tapi biaya amdal bisa Rp1 miliar. Di mana itu uang habis? Di kabupaten, kota, polisi hutan, itu hantu itu mainnya," ujar Bahlil Lahadalia.
Baca juga: Bahlil: Pemerintah tidak pilih-pilih investasi, yang penting masuk
Oleh karena itu Kepala BKPM itu mengatakan pihaknya mendukung agar RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law bisa segera diselesaikan. Ia mengatakan dalam RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law itu, aturan mengenai amdal bukannya tidak ada, tapi disyaratkan dalam konteks perlindungan lingkungan.
Untuk usaha kelas menengah, lanjut dia, ada ketentuan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Sementara untuk usaha kelas besar tetap membutuhkan amdal, tapi dengan syarat yang tidak dibuat rumit.
"Kalau terlalu banyak dibuat ribet , itu enggak akan selesai-selesai apa yang jadi kepentingan pengusaha," ujar Kepala BKPM itu.
Baca juga: WALHI: Penghapusan Amdal hilangkan bentuk kontrol masyarakat
Bahlil Lahadalia menambahkan dalam konteks RUU Cipta Kerja ia berharap akan ada kemudahan bagi investor mengurus perizinan di daerah.
Sebagai mantan pengusaha, Bahlil mengaku pengurusan perizinan lokasi di pemerintah daerah bisa memakan waktu hingga tahun dan belum tentu keluar izinnya. Demikian pula dalam hal pengurusan izin di kementerian/lembaga.
"Maka sudah betul menurut saya kalau dalam Omnibus Law kalau izin ini semua ditarik dulu ke Presiden. Setelah itu izin dikembalikan ke gubernur, bupati, walikota, menteri, dan kepala badan, disertai dengan aturan main. Selama ini enggak ada aturan main. Supaya jangan lagi kita terhalang-halangi," kata Bahlil.
Baca juga: Demi tarik investor, pemerintah bakal gratiskan sewa lahan KIT Batang
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020