"Sudah saatnya barangkali dilakukan regulasi tentang bagaimana sanksi hukum juga, sanksi yang jelas ya, yang tegas begitu, kepada PPK. Supaya terjadi keseimbangan dan keadilan," ujar Arie dalam diskusi daring Menjaga Netralitas ASN di Pilkada 2020, di Jakarta, Senin.
Selama ini, menurut Arie, seolah-olah hanya pegawai ASN yang berbuat ulah ketika ada kasus yang menyangkut netralitas dan politisasi ASN di Pplkada.
Baca juga: Menpan-RB berharap parpol komitmen tak gerakkan ASN bantu katrol suara
Namun, PPK yang menjadi leading sector dalam pengawasan pegawai ASN seakan-akan tidak bersalah padahal bisa jadi PPK yang berbuat ulah duluan dengan membiarkan saja pegawai nya terlibat politik praktis.
Adapun delik pelanggaran netralitas ASN dalam plkada yang diatur dalam Undang-Undang dapat ditemukan dalam Pasal 71 UU No. 1/2015 yang berbunyi:
“Pejabat Negara, Pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang Membuat Keputusan dan/atau Tindakan yang Menguntungkan atau Merugikan Salah Satu Calon selama masa Kampanye.”
Demikian juga Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53/2010 secara tegas melarang PNS untuk memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:
- Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
- Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
- Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
- Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Demikian juga Pasal 11 huruf C PP Nomor 42 Tahun 2004 juga memerintahkan PNS untuk menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan.
Baca juga: Kemenpan-RB: Netralitas ASN kita masih rendah
Pasal itu diperinci kembali oleh Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (SE Menpan-RB) bernomor B/71/M.SM.00.00/2017 yaitu berupa larangan melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik, semisal:
- PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
- PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah
- PNS dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah
- PNS dilarang menghadiri deklarasi bakal calon/bakal pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik
- PNS dilarang unggah, menanggapi (seperti menyukai, berkomentar dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon pasangan calon kepala daerah melalui media online maupun media sosial
- PNS dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan
- PNS dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik.
Arie berharap dengan hukum menindak semua yang terlibat, kita dapat mengakhiri pelanggaran-pelanggaran netralitas ASN tersebut sekaligus membuat ASN mematuhi paradigma baru UU ASN yang ada.
Baca juga: Johan Budi: ASN tak netral sulit dijaga walau payung hukum sudah ada
Baca juga: KASN: Birokrasi berpolitik menjadi alarm Pilkada 2020
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020