• Beranda
  • Berita
  • OJK: Pengawasan industri keuangan terintegrasi harus dalam satu wadah

OJK: Pengawasan industri keuangan terintegrasi harus dalam satu wadah

2 September 2020 15:39 WIB
OJK: Pengawasan industri keuangan terintegrasi harus dalam satu wadah
Tangkapan layar - Staf Ahli OJK Ryan Kiryanto dalam jumpa pers terkait pengawasan terintegrasi dan stabilitas sistem keuangan Indonesia di Jakarta, Rabu (2/9/2020). ANTARA/Dewa Wiguna/am.

Ada empat tujuan kenapa pengawasan konglomerasi itu dilakukan karena lebih efektif, efisien, optimal, dan kami bisa melakukan tindakan preventif pada tingkatan lebih dini

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut pengawasan industri keuangan secara terintegrasi itu mutlak dilakukan dalam satu wadah atau badan karena sektor ini makin kompleks dan berbentuk konglomerasi.

“Ada empat tujuan kenapa pengawasan konglomerasi itu dilakukan karena lebih efektif, efisien, optimal, dan kami bisa melakukan tindakan preventif pada tingkatan lebih dini,” kata Staf Ahli OJK Ryan Kiryanto dalam telekonferensi di Jakarta, Rabu.

Alasannya, lanjut dia, karena sistem informasi konglomerasi keuangan sudah terkoneksi antara lembaga keuangan dengan lembaga keuangan lain yang berada dalam satu induk usaha.

OJK, kata dia, dalam desain kebijakan pengawasan terintegrasi mengikuti dinamika industri keuangan baik individu maupun konglomerasi dengan menekankan tindakan preventif.

Baca juga: OJK ajak sektor keuangan bergerak bersama percepat pemulihan ekonomi

Ekonom ini menambahkan Indonesia belajar dari krisis moneter tahun 1997-1998 dan krisis keuangan global tahun 2008 yang menimbulkan masalah sistemik pada salah satu industri keuangan Tanah Air.

Pengalaman itu dijadikan pelajaran agar tidak terulang apalagi saat ini dunia dihadapkan dengan krisis kesehatan akibat COVID-19 dan menjalar ke semua sektor termasuk ekonomi.

“OJK berada di garda depan untuk melakukan assessment, identifikasi dan deteksi pada tingkat paling dini sehingga potensi risiko sistemik dan nonsistemik bisa tangani dini engan ongkos pemulihan lebih kecil,” katanya.

Sedangkan munculnya satu dua kasus individu korporasi keuangan Indonesia, kata dia, menunjukkan upaya pengawasan oleh OJK.

Baca juga: OJK: Restrukturisasi kredit ada peningkatan meski tak begitu besar

Ketika ditemukan kekeliruan, kata dia, perlu diperbaiki oleh pemilik korporasi dari sisi etika perusahaan atau code of conduct dan market conduct atau perilaku pasar.

Meksi begitu, ia menyebut industri keuangan terintegrasi atau konsolidasi di Indonesia sampai saat ini berada dalam zona yang sehat baik dari induk usaha atau anak usaha karena diawasi dengan koordinasi dan komunikasi internal pengawas OJK.

Ekonom BNI ini menambahkan di Indonesia terdapat sekitar 48 konglomerasi keuangan dengan bisnis yang induk usahanya adalah bank dan induk usaha non-bank seperti asuransi atau sekuritas.

Baca juga: Wacana bentuk Dewan Moneter muncul di revisi ke-3 UU BI, ini detailnya

Dalam pemaparannya, Ryan menjelaskan ada tiga jenis konglomerasi keuangan di Indonesia yang juga lazim terjadi di sejumlah negara yakni kelompok vertikal, horizontal, dan campuran atau mixed.

Tiga bentuk konglomerasi itu, ucap dia, harus mendapat pengawasan ekstra karena mengawasi kelompok usaha tentu lebih rumit karena aturan main satu dengan yang lain akan berbeda.

“Yang penting bagi OJK sebagai lembaga penyelaras aturan, bagaimana mengharmonisasi agar tidak terjadi benturan di lapangan,” katanya.

Baca juga: Sri Mulyani perkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III masih negatif
 

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020