Sebanyak 41 bakal pasangan calon tercatat telah mendaftar sebagai peserta Pilkada 2020 di 19 kabupaten/kota di Jawa Timur. Ada petahana yang maju lagi, ada istri/suami atau keluarga kepala daerah yang ikut berkompetisi, ada anak pejabat pemerintahan, hingga keponakan mantan presiden.
Di antara petahana yang maju lagi adalah Bupati Jember Faida. Namun, kali ini Faida yang menggandeng Dwi Arya Nugraha Oktavianto (Vian) mendaftar lewat jalur perseorangan karena tidak mendapatkan rekomendasi dari partai politik.
Perseteruan Faida dengan kalangan legislatif beberapa tahun terakhir menjadi pemicu tidak adanya parpol yang merekomendasikan namanya di Pilkada Jember 2020. Faida tidak putus asa, bersama tim-nya dia menggalang dukungan dari warga untuk mendaftar lewat jalur perseorangan dan akhirnya dinyatakan lolos oleh KPU.
Petahana lain yang juga bertarung lagi adalah Bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin (Mas Ipin). Kali ini, Mas Ipin didampingi anak muda milenial bernama Syah Muhamad Natanegara yang didukung koalisi PDIP, Golkar, PPP, Demokrat, Gerindra, Hanura, dan PAN.
Lalu, anak pejabat tinggi yang ikut berebut kursi kepala daerah di Jatim adalah Hanindhito Himawan Pramana. Pria yang akrab disapa Dhito ini adalah putra Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang maju di Pilkada Kabupaten Kediri.
Baca juga: DPR: Tahapan pendaftaran Pilkada belum siap terapkan prokes COVID-19
Baca juga: Bawaslu temukan 243 pelanggaran protokol kesehatan
Tidak tanggung-tanggung, Dhito yang berpasangan dengan Dewi Maria Ulfa mendapat dukungan seluruh partai politik (sembilan parpol) pemilik kursi DPRD Kabupaten Kediri, yakni PDIP, PKB, Nasdem, PAN, Demokrat, Golkar, Gerindra, PKS, dan PPP. Kekuatan mereka makin lengkap karena juga didukung parpol nonparlemen di Kediri.
Pasangan Dhito-Dewi pun menjadi pendaftar tunggal pada Pilkada Kabupaten Kediri dan akan melawan kotak kosong pada 9 Desember 2020.
"Sebanyak 50 kursi usung saya dan Mbak Dewi, maka dalam hal ini menjadi tugas dan amanat bagi saya dan Mbak Dewi untuk dapat mencapai target kemenangan minimal 80 persen di pilkada," kata Dhito, menanggapi targetnya di Pilkada Kabupaten Kediri.
Calon tunggal Pilkada Serentak di Jatim juga terjadi di Kabupaten Ngawi. Hingga akhir masa pendaftaran bakal paslon pada Minggu (6/9), KPU Ngawi hanya menerima pendaftaran pasangan Ony Anwar Harsono-Dwi Riyanto Jatmiko.
Ony Anwar adalah petahana wakil bupati sekaligus putra mantan Bupati Ngawi Harsono (1999-2010), sementara pendamping-nya Dwi Riyanto Jatmiko merupakan Ketua DPRD Kabupaten Ngawi. Pasangan ini diusung PDIP sebagai parpol utama (21 kursi parlemen) dan sembilan parpol lainnya pemilik kursi parlemen.
Bergeser sedikit ke Kabupaten Pacitan, ada keponakan Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono bernama Indrata Nurbayuaji yang mendaftar ke KPU. Ia berpasangan dengan Gagarin Sumrambah disokong koalisi Partai Demokrat, Golkar, PPP, PKS, Gerindra, Hanura, dan Partai Nasional Demokrat.
Aji, panggilan akrab Indrata Nurbayuaji, bukan nama asing di Kabupaten Pacitan. Anggota DPRD Pacitan periode 2009-2014, 2014-2019 dan 2019-2024 dari Partai Demokrat itu merupakan keponakan Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Aji merupakan bungsu enam bersaudara dari pasangan Soedjono-Sumiyem, sepupu Presiden Ke-6 SBY yang tinggal di rumah induk keluarga besar di lingkungan Blumbangan, Kelurahan Ploso, Kecamatan Pacitan.
Sementara Gagarin yang menjadi pendamping Aji merupakan politisi Partai Golkar asal Desa Wiyoro, Kecamatan Ngadirojo, Pacitan. Latar belakang politisi bertubuh tinggi besar ini adalah pengusaha sekaligus pedagang ternak sapi.
Kendati dari lingkungan keluarga biasa, Gagarin cukup populer. Ia dikenal memiliki basis massa kuat karena keluwesan-nya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan semua kalangan.
Adapun penantang mereka adalah petahana Wakil Bupati Pacitan Yudi Sumbogo yang menggandeng Isyah Ansyori. Pasangan berjargon "MBOIS" ini diusung PDIP dan PKB.
Baca juga: Mendagri beri sanksi 53 kepala daerah pelanggar protokol COVID-19
Baca juga: Bamsoet: bakal paslon Pilkada 2020 tidak perlu mobilisasi massa
Situasi yang tidak kalah menarik dari Pilkada Serentak di Jatim kali ini adalah munculnya kembali mantan Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul) berebut kursi kepala daerah di Pilkada Kota Pasuruan.
Setelah "keok" pada Pilkada Jatim 2018, Gus Ipul sepertinya meninggalkan keriuhan dunia politik dan lebih banyak mengurus kebun serta tempat wisata Pintu Langit di Pasuruan. Gus Ipul juga dipercaya menjadi Komisaris Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X, kemudian naik menjadi Komut perusahaan holding-nya, PTPN III (Persero).
Nama Gus Ipul sempat santer disebut bakal maju dalam pilkada di sejumlah daerah, termasuk Kota Surabaya, hingga akhirnya memutuskan menerima pinangan bertarung di Pilkada Kota Pasuruan yang skala wilayahnya jauh lebih kecil. Gus Ipul yang berduet dengan Adi Wibowo didukung koalisi PKB (8 kursi), Golkar (7 kursi), PKS (3 kursi), PAN (2 kursi), dan PPP (1 kursi) serta Partai Gelora (nonparlemen).
Jika mampu memenangkan pilkada melawan pasangan Raharto Teno Prasetyo dan M Hasyim Asyari (TEGAS), Gus Ipul akan berdampingan dengan sang adik M Irsyad Yusuf yang kini menjadi Bupati Pasuruan untuk jabatan periode keduanya.
"Kami ingin melihat Kota Pasuruan lebih cepat kemajuannya dan pembangunan akan dipercepat. Nanti akan kami elaborasikan dengan Mas Adi Wibowo," ujar Gus Ipul.
Sementara di kabupaten paling ujung timur Pulau Jawa, Banyuwangi, Bupati Abdullah Azwar Anas agaknya ingin meneruskan "dinasti" kepemimpinan-nya yang dianggap berhasil saat mengizinkan sang istri Ipuk Fiestiandani ikut Pilkada 2020.
Dengan dukungan PDIP, Nasdem, Gerindra, PPP, dan Hanura, Ipuk yang dipasangkan dengan kader PDIP Sugirah akan berhadapan dengan petahana Wakil Bupati Yusuf Widiatmoko yang menggandeng Muhammad Riza Aziziy (PKB, Demokrat, Golkar, dan PKS).
Bersama Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), Abdullah Azwar Anas merupakan kader PDI Perjuangan yang dianggap paling berhasil selama dua periode memimpin daerah-nya masing-masing. Bahkan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri memuji "setinggi langit" kesuksesan Risma dan Azwar Anas, serta meminta seluruh calon kepala daerah yang diusung partai-nya meniru mereka saat nanti terpilih di Pilkada 2020.
"Keduanya mampu membawa perubahan di daerah masing-masing dan yang utama sangat melindungi rakyatnya," kata Megawati saat membuka Sekolah Partai Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah gelombang pertama melalui telekonferensi pada akhir Agustus lalu.
Ancaman klaster COVID-19
Di tengah euforia tahapan pendaftaran bakal paslon peserta Pilkada 2020, kini muncul keresahan dan kekhawatiran dari sebagian kalangan soal potensi munculnya klaster penyebaran COVID-19.
Kekhawatiran itu tidak berlebihan jika melihat terjadinya penggalangan dan pengumpulan massa dalam jumlah banyak saat tahapan pendaftaran bakal paslon pada 4-6 September 2020.
Hampir di seluruh daerah se-Indonesia (270 daerah) yang menggelar pilkada, bakal paslon yang mendaftar ke KPU tidak hanya dikawal perwakilan parpol pengusung, tetapi juga simpatisan dan pendukung yang jumlahnya ratusan, bahkan ribuan.
Di Surabaya, Lamongan, Gresik, Kediri, Banyuwangi, hingga Trenggalek, bakal paslon tidak mampu mengendalikan konstituen-nya untuk tidak datang langsung ke kantor KPU. Bahkan di sejumlah daerah ada konvoi atau aksi jalan kaki yang melibatkan massa.
Kondisi itu jelas sangat bertolak belakang dengan semangat penyelenggara pemilu (KPU) dan juga pemerintah yang sejak awal telah mengingatkan penerapan protokol kesehatan selama tahapan Pilkada 2020. Kasus COVID-19 yang belum mereda menjadi pertimbangannya.
Data yang dirilis Satuan Tugas Penanganan COVID-19 per Senin, pukul 12.00 WIB, mencatat kasus terkonfirmasi positif bertambah 2.880, sehingga total pasien terinfeksi virus corona di Indonesia mencapai 196.989 orang. Dari jumlah itu, pasien sembuh 140.652 orang dan meninggal dunia 8.130 orang.
Secara kumulatif, DKI Jakarta masih menempati posisi teratas dengan pasien positif COVID-19 sebanyak 47.379 orang, diikuti Jawa Timur 35.941 orang, Jawa Tengah 15.615 orang, Jawa Barat 12.709 orang, dan Sulawesi Selatan 12.695 orang.
Bahkan dalam sepekan terakhir, penambahan kasus konfirmasi positif di Indonesia cukup tinggi, rata-rata 3.000 kasus per hari. Di antara mereka yang terpapar virus Corona itu ada penyelenggara pemilu, bakal paslon, dan simpatisan pendukung paslon.
"Persiapan Pilkada Serentak 2020 mulai mengkhawatirkan karena dari rangkaian kegiatan itu telah terdeteksi banyak kasus COVID-19. Pada hari Sabtu (5/9), dilaporkan bahwa tidak kurang dari 69 petugas Bawaslu Boyolali terkonfirmasi positif COVID-19," kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Bahkan, lanjut Bamsoet, beberapa bakal pasangan calon di sejumlah daerah dilaporkan terpapar COVID-19.
Ia juga menilai pelanggaran protokol kesehatan terlihat nyata dalam kegiatan pendaftaran bakal paslon. Misalnya, di beberapa daerah, kegiatan pendaftaran masih melibatkan banyak orang dan mengabaikan protokol kesehatan.
"Ketika protokol kesehatan dilanggar, seharusnya Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) jangan segan-segan meminta bantuan dari Satuan Polisi Pamong Praja untuk menjaga ketertiban. Termasuk meminta bantuan dari prajurit TNI/Polri yang ditugaskan menegakkan protokol kesehatan di ruang publik," ujar Bamsoet.
Kecenderungan terjadinya pelanggaran protokol kesehatan diprediksi akan lebih besar saat masuk ke tahapan kampanye pilkada yang berlangsung selama 71 hari, mulai 26 September hingga 5 Desember 2020.
Presiden Joko Widodo juga memberi perhatian serius terhadap kemungkinan munculnya klaster pilkada, sehingga meminta para menteri Kabinet Indonesia Maju membuat langkah-langkah untuk mencegah penyebaran COVID-19 di klaster perkantoran, keluarga dan pilkada.
Baca juga: Kemendagri kaji sanksi tunda pelantikan pelanggar protokol COVID-19
Baca juga: Mencegah pilkada agar tak jadi klaster baru penularan COVID-19
"Hati-hati saya perlu sampaikan yang namanya klaster kantor, klaster keluarga hati-hati, yang terakhir juga klaster pilkada, hati-hati, agar ini selalu diingatkan," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Senin.
"Karena yang selalu kita kejar-kejar adalah tempat-tempat umum, tempat-tempat publik, tapi kita lupa bahwa sekarang kita harus hati-hati di klaster-klaster yang tadi saya sampaikan," ucap Presiden menambahkan.
Khusus untuk mencegah munculnya klaster pilkada, Presiden Jokowi meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Kapolri Jenderal Pol Idham Azis untuk memberikan tindakan tegas kepada pejabat negara yang melanggar protokol kesehatan.
Instruksi Presiden Jokowi langsung ditindaklanjuti Mendagri Tito Karnavian dengan memberikan sanksi berupa teguran tertulis kepada lebih dari 50 kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan COVID-19.
Puluhan kepala daerah tersebut merupakan petahana yang kembali mencalonkan diri pada Pilkada 2020, tiga orang di antaranya ada di Jatim, yakni Bupati Jember Faida, Bupati Mojokerto Pungkasiadi, dan Wabup Sumenep Achmad Fauzi.
Pelanggaran protokol kesehatan tersebut dilakukan para kepala daerah pada saat deklarasi pencalonan, pendaftaran ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan saat pembagian bantuan sosial.
Terjadinya pelanggaran protokol kesehatan secara masif selama masa pendaftaran bakal paslon, membuat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak penundaan pelaksanaan Pilkada 2020 apabila setiap tahapan-nya berpotensi menjadi sumber penyebaran atau klaster COVID-19 di daerah.
"Jika pemerintah, KPU, dan DPR tidak dapat memastikan protokol kesehatan akan dipenuhi secara ketat, kami mendesak agar tahapan Pilkada 2020 ditunda terlebih dahulu, pilkada tidak menjadi titik baru penyebaran COVID-19," kata anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini.
Titi menegaskan bahwa pemerintah, DPR, KPU, dan Bawaslu harus bertanggung jawab apabila penyebaran COVID-19 makin meluas akibat ketidakpatuhan masyarakat, simpatisan, bakal paslon kepala daerah, dan penyelenggara pemilu dalam menerapkan protokol kesehatan selama tahapan Pilkada 2020 berlangsung.
"Aktor yang berkaitan langsung dalam tahapan pilkada juga sudah ada yang terkena COVID-19, mulai dari penyelenggara pemilu hingga bakal pasangan calon. Dalam kondisi ini, pemerintah, DPR, dan KPU harus memikirkan ulang keputusan untuk melanjutkan tahapan pilkada," paparnya.
Penerapan protokol kesehatan yang ketat menjadi satu-satunya cara yang harus ditaati jika Pilkada Serentak 2020 tetap ingin diselenggarakan pada tanggal 9 Desember mendatang.
Pewarta: Didik Kusbiantoro
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020