Mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan memberikan pandangan yang sedikit bergeser mengenai pengujian formil suatu undang-undang dalam sidang lanjutan pengujian revisi UU KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu.Di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan itu, apakah kita bisa mengatakan itu adalah sesudah delegasi seluruhnya itu merupakan Undang-Undang Dasar Tahun 1945? Nah, ini menjadi masalah sekarang
Ketika masih menjadi hakim konstitusi, Maruarar Siahaan yang dihadirkan pemerintah sebagai ahli dalam kesempatan itu, berpendapat uji formil merupakan instrumen untuk mencoba mengendalikan kekuasaan atau kesewenang-wenangan.
Ia mengaku saat itu menilai apabila kuorum tidak dipenuhi, maka terdapat cacat prosedur, kini ia memandang pelanggaran tahapan-tahapan proses prosedur belum tentu langsung mengakibatkan kebatalan suatu undang-undang.
Daftar prolegnas, naskah akademik, dan hal-hal prosedural lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang tata cara, menurut dia, belum tentu sesuai amanat UUD NRI 1945.
Baca juga: Mantan hakim MK nilai revisi UU MK barter politik
Baca juga: Maruarar nilai kekuasaan MA harus didampingi
"Di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan itu, apakah kita bisa mengatakan itu adalah sesudah delegasi seluruhnya itu merupakan Undang-Undang Dasar Tahun 1945? Nah, ini menjadi masalah sekarang," ujar Maruarar Siahaan.
Ia pun mempertanyakan cukup tidaknya landasan untuk menyatakan suatu undang-undang langsung dibatalkan karena dinilai inkonstitusional, tanpa memberikan waktu untuk dilakukan perbaikan.
"Barangkali perubahan saya yang agak sedikit setelah menimbang-nimbang itu, tetapi pendirian saya semua hampir sama itu, kecuali tentang akibat kebatalan itu yang mungkin sekarang saya lebih melihat praktik-praktik yang kita lakukan dengan hukuman bersyarat di dalam peradilan umum," tutur Maruarar Siahaan.
Ada pun Agus Rahardjo dkk dalam permohonannya mempertanyakan keabsahan secara prosedural pembentukan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang tidak sesuai dengan asas pembentukan perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.
Pemohon mendalilkan anggota DPR yang hadir saat pengesahan tidak mencapai kuorum, KPK tidak dilibatkan saat pembahasan dan UU tersebut diselundupkan karena tidak masuk Prolegnas 2019.
Baca juga: Mantan penasihat KPK cerita sulitnya mengakses rancangan revisi UU KPK
Baca juga: Ahli: Revisi UU KPK tetap sah meski KPK tak dilibatkan
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020