• Beranda
  • Berita
  • Anggota DPR: Perlu sikap adaptif tahapan Pilkada-prokes COVID-19

Anggota DPR: Perlu sikap adaptif tahapan Pilkada-prokes COVID-19

16 September 2020 12:51 WIB
Anggota DPR: Perlu sikap adaptif tahapan Pilkada-prokes COVID-19
Ilustrasi Pilkada 2020. (AntaraJatim/Naufal Ammar)

Pada intinya, Pilkada 2020 penting untuk dilaksanakan dan tidak perlu ditunda lagi. Bukan karena abai terhadap kesehatan, tetapi karena ada aspek kepastian hukum dan pemerintahan yang harus dipenuhi

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar Zulfikar Arse Sadikin menilai diperlukan sikap adaptif yaitu penyesuaian tahapan Pilkada Serentak 2020 dengan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19.

Menurut dia, tidak mungkin pelaksanaan Pilkada 2020 ditunda hingga Indonesia benar-benar dinyatakan bebas COVID-19.

"Saya memahami dan mengerti kekhawatiran publik bahwa Pilkada 2020 berpotensi menjadi kluster baru persebaran COVID-19 di Indonesia. Namun, proses demokrasi juga harus tetap berjalan guna memastikan jalannya roda pemerintahan," kata Zulfikar dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, penyelenggaraan Pilkada juga akan menjamin kesetaraan kesempatan warga negara dalam pemerintahan dan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah.

Dia mengatakan, keberlangsungan Pilkada juga mendesak, karena norma dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan secara jelas masa jabatan kepala/wakil kepala daerah hanya 5 (lima) tahun sejak pelantikan dan tidak menerangkan lebih lanjut mengenai pergantian jabatan kepala/wakil kepala daerah pascaselesai masa jabatan.

Baca juga: Komisi II ingatkan kekhawatiran munculnya klaster COVID-19 di Pilkada

Baca juga: DPR: KPU yakinkan pemungutan suara Pilkada terapkan prokes COVID-19


"Selain itu, UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala/Wakil Kepala Daerah juga menegaskan bahwa pemilihan kepala/wakil kepala daerah harus berlangsung 5 tahun sekali," ujarnya.

Zulfikar menawarkan lima jalan keluar dalam mempertemukan titik keseimbangan demokrasi dan keselamatan warga negara yang akan meminimalisasi kekhawatiran warga terhadap dampak Pilkada 2020, tanpa bermaksud memsimplifikasi persoalan.

Pertama menurut dia, adalah penyadaran, semua pihak terutama Pemerintah dan penyelenggara perlu secara masif dan maksimal menyadarkan masyarakat tentang betapa bahayanya COVID-19.

"Kedua, ketersediaan anggaran, untuk mencapai efektivitas dan efisiensi kinerja penyelenggara, maka anggaran Pilkada 2020 harus segera terpenuhi semua. Terlebih jika semangat alokasi-nya menuju pada penyelamatan nyawa warga negara," katanya.

Dia mengatakan, ketiga, terkait peralatan, pemenuhan kebutuhan Alat Perlindungan Diri (APD) selama Pilkada 2020 harus berbasis pemilih dan Tempat Pemungutan Suara (TPS), itu menjadi penting sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pemilihan.

Keempat menurut dia, penegakan hukum, semua pihak perlu bersikap tegas tanpa kompromi jika terjadi pelanggaran protokol kesehatan, misalnya, Pasal 11 PKPU Nomor 6 Tahun 2020 menegaskan bahwa setiap pelanggar protokol pencegahan dan pengendalian COVID-19 dapat ditegur ataupun dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Itu artinya apabila paslon, Penyelenggara, Pemilih, dan warga tidak menghiraukan protokol kesehatan, Indonesia tidak kekurangan mekanisme sanksi yang bisa diberlakukan. Indonesia memiliki UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan," tutur dia.

Zulfikar mengatakan, usulan kelima adalah "Force Majeure", konstruksi UU Nomor 10 Tahun 2016 memberi ruang adanya pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan.

Karena itu menurut dia, jika di suatu daerah benar-benar berstatus Zona Hitam atau terjadi transmisi COVID-19 secara cepat dan meluas, maka opsi penundaan lokal patut untuk dipertimbangkan.

Baca juga: Ketua DPR: Perketat protokol kesehatan di Pilkada cegah COVID-19

Baca juga: DPR bolehkan sanksi tegas peserta pilkada masuk dalam pakta integritas


"Pada intinya, Pilkada 2020 penting untuk dilaksanakan dan tidak perlu ditunda lagi. Bukan karena abai terhadap kesehatan, tetapi karena ada aspek kepastian hukum dan pemerintahan yang harus dipenuhi," ujarnya.

Zulfikar berharap semua pihak saling bekerja sama untuk memastikan Pilkada Serentak 2020 tidak menjadi kluster baru penyebaran COVID-19.

Menurut dia, sudah diputuskan tanggal 9 Desember merupakan hari pemungutan suara Pilkada Serentak 2020, sehingga semua pihak harus sama-sama bertanggung jawab agar proses demokrasi tersebut tetap menyelamatkan nyawa manusia.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020