Perusahaan Listrik Negara Unit Induk Wilayah Bangka Belitung berhasil mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Pulau Tinggi, Bangka Selatan.Dengan ini PLN berhasil melakukan penghematan biaya pokok penyediaan tenaga listrik
“Puji Syukur saat ini kita bisa membawa pelet sampah untuk kita uji coba di Pulau Tinggi yang sejuk, dan hijau ini. Bijih sampah yang sumbernya dari masyarakat diolah menjadi energi listrik. Ini adalah sumber yang terbarukan," jelas Executive Vice President Corporate Communication and CSR PLN, Agung Murdifi dalam informasi tertulisnya di Jakarta, Selasa.
Agung menjelaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan mesin berkapasitas 16 kW yang dapat mengolah bijih sampah menjadi gas sintetik. Selanjutnya masuk ke dalam mesin PLTG gas sehingga bisa mengeluarkan energi listrik.
“Dengan ini PLN berhasil melakukan penghematan biaya pokok penyediaan tenaga listrik, kalau sebelumnya pelanggan dilistriki menggunakan solar rata-rata sekitar Rp4.900 per 1 kWh kalau sekarang bisa jadi Rp1.400-an, jauh lebih murah," ungkapnya.
Dengan pola operasi 24 jam, dibutuhkan 400 kg pelet sampah per hari, atau 12.000 kg pelet sampah per bulan, atau 144.000 kg pelet sampah per tahun. Hal ini berpotensi mengurangi timbunan sampah yang ada di masyarakat.
Saat ini KSM sekar rumpun mengolah rata-rata sekitar 100 kg sampah per hari. Dengan evaluasi secara periodik, kapasitas ini akan terus ditingkatkan seiring dengan terbentuknya skema tata niaga pengolahan sampah yang semakin baik.
Lebih dari itu, PLN berharap Pulau Tinggi dapat benar-benar green, yaitu disuplai dari sumber energi baru terbarukan.
Selama ini, sampah seolah menjadi persoalan yang tak ada habisnya. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat besaran jumlah timbunan sampah mencapai 67,8 ton per tahun. Sementara itu, estimasi massa sampah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 200 ribu ton per tahun. Camat Toboali, Sumindar mengatakan bahwa sampah tidak pernah tertata dengan baik.
“Semenjak pintu masuk pasar, sampai pintu akhir pasar, sampah itu tidak pernah tertata dengan baik. Ternyata semuanya dibuang ke laut. Kalau sampah ini setiap hari dibuang ke laut, maka saya yakin laut kita, masyarakat kita akan kotor sekali,” terang Sumindar.
Bersama dengan KSM Sekar Rukun, Sumindar menggerakkan masyarakat untuk mengumpulkan sampah, kemudian mengolahnya menjadi pelet. Sampah dikumpulkan dari pasar dan rumah tangga. Ada proses pemilahan di sana sampai selanjutnya diolah menjadi pelet sampah.
“Sampah kita pilah, ada sampah organik dan nonorganik. Sampah yang organik kita masukan ke dalam keranjang untuk dilakukan peyeumisasi dengan menyiramkan bioaktivator. Setelah lima hari, sampah akan mulai kelihatan padat dan berubah warna serta berubah bentuk," kata ketua KSM Sekar Rukun, Misdi.
Proses selanjutnya adalah mengolah peyeum-peyeum sampah tersebut menjadi pelet sampah.
“Setelah itu sampah digiling bersama-sama di dalam mesin penggilingan pertama kemudian masuk ke dalam mesin penggilingan kedua. Nah yang kedua itulah yang akan menjadi pelet. Pelet itu kita jemur sampai pada kekeringan paling tidak 80 persen-90 persen. Setelah kering, pelet kemudian dikemas ke dalam karung dan siap untuk ditimbang untuk dijadikan bahan bakar pembangkit,” jelas Misdi.
Baca juga: Pembangunan PLTSa di Palembang tertunda
Baca juga: Bali didorong Bappenas jadi contoh pembangkit listrik tenaga sampah
Baca juga: Penggunaan pembangkit listrik tenaga sampah bantu penanganan sampah
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020