Sejumlah pengusaha batik di Kota Solo memilih untuk mengoptimalkan penjualan secara daring selama pandemi COVID-19 mengingat masyarakat enggan untuk berbelanja secara langsung baik ke pasar maupun toko.Mudah-mudahan jelang akhir tahun membaik, setelah Hari Batik atau nanti sekitar Desember harapannya sudah mendekati normal, akhir tahun jadi titik balik mendekati normal untuk produksinya
"Saya banyak lewat 'online' dan 'reseller'. Paling banyak ke Jakarta, nanti 'reseller' sendiri yang menitipkan ke beberapa toko," kata salah satu pengusaha batik asal Kota Solo Wahyu Irmiasti di Solo, Jumat.
Meski sempat mengalami penurunan penjualan selama pandemi, dikatakannya, saat ini penjualan sudah lebih baik terutama untuk pakaian batik rumahan seperti daster. Selain itu, ia juga mengembangkan diferensiasi produk miliknya, yaitu masker batik.
"Penjualan cukup bagus, kalau daster mungkin karena orang butuh lebih banyak baju rumahan selama pandemi ini. Otomatis kan aktivitas mereka di luar rumah sangat sedikit. Untuk daster sendiri dalam satu bulan saya bisa memproduksi hingga 200 potong," katanya.
Pengusaha lain Gunawan Nizar juga mengakui selama pandemi COVID-19 ini penjualan turun drastis, bahkan bisa mencapai 90 persen.
Ia mengatakan status Jakarta yang sampai saat ini masih memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ikut mempengaruhi penurunan penjualan batik di Kota Solo mengingat Jakarta menjadi salah satu barometer pasar dalam negeri.
"Memang sejak pandemi lebih banyak yang 'online', tetapi sejak beberapa waktu terakhir sudah mulai ada beberapa pembeli yang datang ke outlet-outlet kami," katanya.
Selain itu, meski mengalami penurunan, Kampung Laweyan yang saat ini masih menyisakan sekitar 40 pembatik juga masih beraktivitas.
"Memang beberapa perajin masih memproduksi seragam, ekspor juga masih ada beberapa, tetapi kondisinya tidak sama jika dibandingkan sebelum pandemi," kata Wakil Ketua Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan tersebut.
Bahkan, biasanya di jelang Hari Batik yang jatuh pada hari ini, Kampung Batik Laweyan sudah dipenuhi konsumen baik yang berasal dari dalam maupun luar kota.
"Tetapi sejak beberapa hari yang lalu, kondisinya sepi sekali. Biasanya sampai macet, mau lewat saja susah," katanya.
Ia berharap dengan kembali didengungkannya batik pada Hari Batik yang jatuh setiap tanggal 2 Oktober bisa menjadi titik balik bisnis batik yang sempat terpuruk di masa pandemi COVID-19.
"Mudah-mudahan jelang akhir tahun membaik, setelah Hari Batik atau nanti sekitar Desember harapannya sudah mendekati normal, akhir tahun jadi titik balik mendekati normal untuk produksinya," katanya.
Baca juga: Yayasan Tjanting Batik Nusantara luncurkan Kuklik Batik
Baca juga: Bisnis batik di Kota Malang lesu terhantam pandemi COVID-19
Baca juga: Batik Tulis Singkawang mampu tembus pasar Sarawak
Baca juga: Batik mengandung nilai budaya yang tidak dimiliki bangsa lain
Pewarta: Aris Wasita
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020