"UU Cipta Kerja ini akan membuat hilirisasi riset menjadi inovasi semakin mudah, cepat dan menarik sehingga dapat mendorong semangat berinovasi bagi para periset dan inovator, baik di lembaga penelitian dan perguruan tinggi di pusat dan daerah, meningkatkan kolaborasi dengan investor, karena jelas kluster riset dan inovasi tertera dalam UU Cipta Kerja," kata Menristek Bambang dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Senin.
Dalam konteks riset dan inovasi, Menristek Bambang mengatakan setidaknya ada dua manfaat yang dapat terwujud dari implementasi UU Cipta Kerja, yang dapat membantu mendorong laju perekonomian, yakni kemudahan hilirisasi riset menuju inovasi cemerlang dan akselerasi atau percepatan hilirisasi riset dan inovasi di daerah.
Terkait dukungan riset dan inovasi di bidang berusaha, Pasal 120 UU Cipta Kerja mengubah beberapa ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Perubahan pada UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN terdapat pada Pasal 66 sehingga dalam hal ini pemerintah pusat dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN, untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, serta untuk menghilirisasikan riset dan inovasi nasional.
Itu menunjukkan UU Cipta Kerja akan memperkuat, mempercepat, dan mempermudah hilirisasi riset untuk menjadi inovasi karena pemerintah bisa menugaskan BUMN untuk melakukan hilirisasi tersebut.
Penugasan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN serta mempertimbangkan kemampuan BUMN.
Sedangkan Pasal 121 UU Cipta Kerja mengupayakan bentuk dorongan partisipasi riset inovasi di daerah, yakni pelaksanaan riset dan inovasi dapat bersumber dari berbagai alternatif sumber daya alam yang kaya dan manusia yang kompeten dan inovatif di daerah, tanpa meninggalkan kearifan lokal dan ditujukan untuk pengembangan inovasi, dan dimulai dari idea dari inovator individu.
Menristek Bambang menuturkan UU Cipta Kerja juga sesuai dan mendukung ketentuan Pasal 48 dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang menyebutkan kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap) serta invensi dan inovasi, terintegrasi di daerah, sehingga pemerintah daerah dapat membentuk atau menugaskan institusi yang sudah ada untuk percepatan hilirisasi riset dan inovasi di daerah.
Baca juga: Ganjar minta penolak UU Cipta Kerja pahami pandemi COVID
Baca juga: Pemuda Muhammadiyah dukung uji materi UU Cipta Kerja ke MK
Dengan demikian, ke depan Indonesia dapat mengidentifikasi berbagai sumber daya baik alam maupun manusia yang lebih banyak, guna menghasilkan berbagai inovasi yang dapat bermanfaat bagi masyarakat dan industri nasional dan Internasional.
Kegiatan riset dan inovasi tidak hanya terbatas pada lembaga penelitian atau perguruan tinggi yang berada di pusat saja, tapi kegiatan riset dan inovasi dapat berasal dari daerah dan bahkan berasal dari inovasi individu. Itu berarti manajemen riset dan inovasi bisa menjangkau daerah baik sumber inovasi maupun pemakaian hasil inovasi itu sendiri.
Sebagai contoh, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek)/ Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah memiliki pengalaman membantu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk menggerakkan ekonomi dan mengurangi tingkat kemiskinan desa melalui pengembangan Program Desa Berinovasi, transfer teknologi kepada masyarakat desa.
Selain itu, Kemristek/BRIN turut membantu Usaha Kecil Menengah (UKM)/UKM dan koperasi yang terdampak COVID-19 untuk dapat melakukan inovasi agar dapat memberi nilai tambah sehingga meningkatkan daya saing produk-produknya sampai ke pasar global.
Di sisi lain, pandemi COVID-19 telah menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran secara signifikan.
"Tahun 2021 kita menargetkan ekonomi akan tumbuh antara 4,5 sampai 5,5 persen. 'Rule of thumb' saat ini adalah, dengan pertumbuhan ekonomi 1 persen, akan tercipta 500 ribu lapangan kerja baru. Itu artinya, tahun depan kita mungkin hanya bisa menyediakan 2,5 juta pekerjaan baru bagi anak bangsa," katanya.
Pada tahun-tahun berikutnya, angkanya mungkin tidak akan berubah banyak jika kita tidak melakukan terobosan. Sementara jumlah penganggur dan pencari kerja baru jauh lebih banyak, ujar Menristek Bambang.
Dengan hilirisasi dan inovasi plus digitalisasi ekonomi dan dorongan memacu perusahaan pemula berbasis teknologi dan inovasi atau start-up, Kemristek/BRIN meyakini bahwa daya ungkit ekonomi Indonesia termasuk penciptaan lapangan kerja baru bisa diakselerasi, sehingga upaya mengatasi pengangguran dan kemiskinan akan bisa lebih baik.
Menristek menuturkan UU Cipta Kerja akan lebih melapangkan jalan bagi Indonesia untuk menjalankan upaya-upaya tersebut.
Dengan semakin meningkatnya hilirisasi hasil riset dan inovasi yang dapat digunakan oleh industri dan masyarakat, tentunya itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang berujung pada terciptanya lapangan kerja bagi seluruh rakyat Indonesia.
Baca juga: Menaker-Forum Rektor Indonesia bahas UU Cipta Kerja
Baca juga: Temui Ketua Umum PBNU, Menaker jelaskan soal UU Cipta Kerja
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020