Fauzin mengatakan bahwa batasan pelibatan TNI harus dibuat detail supaya tidak mengabaikan hak asasi manusia, mengabaikan pendekatan hukum criminal justice system, yang membuat perpres itu berpotensi mengancam eksistensi Indonesia sebagai negara hukum.
"Selain itu, juga yang paling prinsip sebetulnya, dalam konteks penanganan terorisme ini harus dengan pendekatan criminal justice system, bukan dengan pendekatan militer yang lebih cenderung war model," kata Fauzin dalam diskusi bertajuk ‘Menyoal Perpres Pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme dalam perspektif Politik, Hukum dan Keamanan’ via video konferensi, Kamis.
Baca juga: Sahroni: Polri sudah mumpuni tangani aksi terorisme
Fauzin menilai Perpres TNI tidak detail maka berpotensi tumpang-tindih dengan kinerja lembaga lain, seperti aparat penegak hukum, yang oleh undang-undang telah diberikan kewenangan untuk penanganan terorisme.
Jangan sampai, kata dia, rancangan perpres itu memberikan cek kosong kepada TNI untuk ikut terlibat dalam penanganan terorisme.
"Kalau rancangan perpres ini diberlakukan, fokus TNI nanti bisa jadi berubah, tidak lagi soal pertahanan, minimal fokus TNI akan menjadi bias," kata Fauzin.
Apabila demikian, penanggulangan terorisme yang dimiliterisasi itu akan susah dikembalikan ke cara-cara penanganan yang normal. Dengan demikian, menjadikan bentuk reaksi yang berlebihan (over reaction) negara dalam menangani kelompok-kelompok teror.
"Untuk itu, rancangan Perpres TNI itu seharusnya bersifat detail, jangan sampai berpotensi dan dapat mengancam eksistensi kita sebagai negara hukum," pungkasnya.
Baca juga: Setara kritisi Rancangan Perpres tugas TNI tangani terorisme
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020