Investor banyak yang cenderung hanya memikirkan keuntungan saja, tanpa melihat risiko
Pemilik dana atau investor di sektor industri keuangan dinilai perlu mengetahui risiko gagal bayar ketika menempatkan dana dengan meningkatkan pengetahuan dan literasi untuk meminimalkan risiko investasi.
Pengamat pasar modal yang juga Direktur Avere Investama Teguh Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengungkapkan saat ini tidak semua investor memahami dunia investasi dalam perasuransian sehingga kebanyakan para pemilik dana tidak begitu kritis atas risiko yang dihadapi.
"Masalahnya, investor banyak yang cenderung hanya memikirkan keuntungan saja, tanpa melihat risiko. Namun, ketika gagal bayar barulah sadar dan pusing menghadapi persoalan," ujarnya.
Baca juga: 224 nasabah korporasi sepakati program restrukturisasi polis Jiwasraya
Menurut Teguh, diperlukan perhitungan yang matang investor sebelum dirinya membeli produk investasi yang menjanjikan bunga tetap dan tinggi termasuk saving plan PT Jiwasraya. Hal ini ditujukan agar investor bisa memahami risiko gagal bayar seperti yang terjadi sekarang.
"Bunga yang dijanjikan memang tinggi dan menggiurkan. Tapi, investor perlu hati-hati, apalagi misalnya yang menempatkan dana di asset management. Di mana dananya itu kena goreng-goreng saham. Di sini, investor harus kritis,” ujarnya.
Saat ini, industri keuangan Indonesia sedang dihadapkan pada masalah gagal bayar yang terjadi di beberapa perusahaan asuransi jiwa.
Salah satu kasus yang besar ialah gagal bayar polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero), di mana sebelumnya investor tergiur dengan penawaran produk JS Saving Plan yang memiliki bunga pengembalian yang tinggi dari 7 persen hingga 12 persen.
Untuk itu, Teguh meminta kepada investor untuk meningkatkan literasi agar dapat memperhitungkan matang-matang sebelum menempatkan dana investasinya.
Hal ini lah yang menjadi tugas dari lembaga pengawas dan pemerintah dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan literasi.
Selain itu, ia juga menyarankan agar investor melakukan diversifikasi aset untuk menghindari risiko gagal bayar di tengah adanya kebutuhan likuiditas.
Ini dimaksudkan agar masalah gagal bayar yang saat ini terjadi di Jiwasraya harus dipahami sebagai risiko dalam berinvestasi.
"Kita harus apresiasi pemerintah dengan skema bail in-nya melalui penambahan PMN Rp22 triliun ke BPUI. Meskipun terjadi gagal bayar, pemerintah atau BUMN tetap mempertahankan reputasi industri keuangan dalam negeri dan sekuat tenaga akan mengembalikan dana nasabah, meski ada penyesuaian ketimbang likuidasi," katanya.
Pemerintah bersama manajemen baru diketahui akan melakukan sosialisasi program penyelamatan polis Jiwasraya kepada pemegang polis tradisional dan bancassurance.
Sosialisasi program penyelamatan polis ini dilakukan karena pada 30 September 2020 posisi likuiditas Jiwasraya telah berada di angka Rp54,5 triliun, dengan aset hanya menyisakan Rp16 triliun. Dengan kondisi itu, ekuitas Jiwasraya berada di posisi negatif atau minus Rp38,5 triliun.
Untuk itu, pemerintah sedang menyiapkan bail in melalui penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp22 triliun yang akan disalurkan ke Indonesia Financial Group (IFG), yang dahulu bernama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) untuk mendirikan perusahaan asuransi baru bernama IFG Life.
Dana senilai Rp22 triliun ini akan digunakan lebih dulu oleh manajemen IFG Life demi mengembangkan bisnisnya di lini asuransi kesehatan jiwa hingga pengelolaan dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) dengan menyasar target pasar berupa ekosistem pegawai BUMN dan masyarakat umum.
Sementara untuk polis Jiwasraya yang telah direstrukturisasi, portofolionya akan ditransfer ke IFG Life dan pembayaran akan dilakukan bertahap kepada para pemegang polis.
"PMN Rp22 triliun untuk restrukturisasi Jiwasraya itu tidak kecil. Tapi, memang itu penting harus disuntik dengan itu. Ini untuk mempertahankan reputasi bahwa investasi di BUMN aman," ujar Teguh.
Baca juga: Pengamat: Skema "bail in" lewat PMN untuk Jiwasraya sudah tepat
Baca juga: Pengamat: Restrukturisasi Jiwasraya jalan terbaik dibanding likuidasi
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020