Dosen IPB University Dr Taufik Djatna mengatakan bahwa teknologi "blockchain" yang masih didominasi sektor keuangan dan perbankan bisa dikembangkan juga untuk pertanian, terutama di industri sawit.Pengembangan "blockchain based smart contract" di industri sawit, dapat menguntungkan para petani. Karena akan tercipta transparansi harga yang diberikan berdasarkan pada kualitas dan kualititas produk yang ditawarkan
"Pengembangan 'blockchain based smart contract' di industri sawit, dapat menguntungkan para petani. Karena akan tercipta transparansi harga yang diberikan berdasarkan pada kualitas dan kualititas produk yang ditawarkan. Sehingga petani dapat memperoleh harga terbaik dari hasil penjualan tandan buah segar (TBS)," katanya dalam keterangan pers IPB University yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan "blockchain" dapat diartikan sebagai sistem database berbasis internet yang memiliki karakter data identik yang disimpan di banyak lokasi, bersifat "immutable", yang artinya tidak bisa diedit dan dihapus melainkan hanya bisa ditambahkan.
"Block" yang satu terhubung dengan "block" sebelum dan sesudahnya secara kriptografik. Sementara "smart contract" sendiri dapat dipahami sebagai perjanjian antara dua pihak dalam bentuk kode komputer yang berjalan dalam jaringan blockchain, sehingga tersimpan di database publik dan tidak dapat diubah.
Dengan "blokchain", pihak koperasi atau pedagang mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya dari pihak petani yang meningkatkan kepercayaan untuk membeli TBS dari petani yang datanya dialirkan melalui "blockchain".
Menurut dosen di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian itu pabrik kelapa sawit sebagai hilir yang menerima produk TBS dapat melakukan ketelusuran dengan cepat terkait dengan kualitas sawit yang diperolehnya sehingga dapat mengoptimalkan kualitas "crude palm oil (CPO) yang dihasilkan.
Melalui aplikasi sistem informasi yang sudah dilengkapi dengan fasilitas "blockchain" berbasis "smart contract", petani dan koperasi ataupun institusi petani lainnya dapat menggunakan data harga, mutu dan transaksi dalam rantai pasok dengan benar dan valid.
Data transaksi tersebut yang menjadi sumber dari identitas digital sawit yang nantinya terhubung dengan dompet elektronik (e-walet) pada masing-masing petani untuk proses pembayaran yang juga dijalankan atas eksekusi "smart contract".
Sejauh ini pemanfaatan "blockchain" di Indonesia masih berskala kecil dan terbatas pada produk-produk keuangan yang bersifat spesifik. Padahal ada potensi lain dari teknologi itu di lingkungan pemerintahan dan layanan publik, di mana keamanan dan keterbukaan informasi sangat diperlukan.
Di sektor agroindustri, terdapat beberapa inisiasi pemanfaatan teknologi "blockchain". Mulai dari mekanisme pengumpulan data profil petani dan komoditi yang dilakukan dengan menggunakan teknologi "blockchain" serta teknologi ketelusuran keaslian bahan dalam suatu produk atau komoditi hingga kehalalan produk sepanjang rantai pasok dan logistiknya dapat dilakukan dengan menggunakan "blockchain".
Baca juga: Sawit miliki potensi dalam implementasi SDGs, sebut guru besar IPB
Baca juga: Dosen IPB University ciptakan baju antipeluru dari limbah sawit
Baca juga: Science Techno Park IPB ciptakan helm dari tandan kosong kelapa sawit
Selain itu di sisi pembeli dapat mengetahui bahwa produk yang dibelinya telah mengikuti semua aturan dan standarisasi yang berlaku sehingga harga dan pembayaran produk sawit akan sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang diterima.
Pakar supply chain risk management dan data mining itu menuturkan bahwa pengembangan "blockchain" berbasis "smart contract" di industri sawit juga menjadikan mekanisme pengiriman sawit menjadi lebih transparan, karena telah mengikuti standar yang dibakukan di lingkungan sawit.
Dia menekankan pada masa pendemi seperti saat ini, pemanfaatan infrastruktur sistem informasi yang mengedepankan sifat otomatisasi di lingkungan sistemnya sangat diperlukan. Otomatisasi sistem dapat dituangkan dalam bentuk aturan-aturan baku pada fasilitas "smart contract" yang terdapat dalam "blockchain".
"Smart contract memiliki kemampuan mengurangi campur tangan manusia dalam melakukan alur proses bisnis dalam lingkungan sistem. Smart contract memiliki kemampuan audit secara otomatis sehingga kontrak dan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh pengguna dapat diselesaikan secara lebih cepat dan efisien," katanya.
Teknologi "blockchain based smart contract" di industri sawit di Indonesia diharapkan mampu menjadi suatu sistem yang memberikan manfaat besar bagi para pelaku sawit di Indonesia.
"Dengan adanya sistem yang transparan seperti blockchain diharapkan semua pelaku usaha sawit dapat melakukan kegiatan yang jujur, tidak melakukan manipulasi, serta mengikuti standar baku yang disyaratkan. Dengan memasukkan data yang benar dan valid maka akan tercipta suatu tata kelola persawitan yang memberikan transparansi dan kepercayaan yang berujung pada keuntungan semua pihak yang ada di dalam industri sawit," demikian Taufik Djatna.
Baca juga: Bappenas sebut "Blockchain" dapat optimalkan distribusi dana desa
Baca juga: "Blockchain" dinilai tingkatkan transparansi dalam sistem pencatatan
Baca juga: Pendiri Blockchain Global Shanghai datangi BKPM
Baca juga: Praktisi IT Indonesia paparkan teknologi Blockchain di forum PBB
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020