Negara-negara ASEAN dan sejumlah negara besar dunia mengirimkan note verbale (nota diplomatik) kepada Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), yang memprotes klaim China. Indonesia sendiri, selama 2020, mengirim dua kali nota diplomatik ke PBB, yakni pada 26 Mei dan 12 Juni.
"Artinya negara-negara ini mengatakan kepada PBB bahwa 'kami tidak ingin ada pelanggaran terhadap UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB), dan tidak ingin UNCLOS direduksi atau dibuat menjadi kabur'," kata Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI Damos Dumoli Agusman, dalam acara jumpa media secara virtual, Jumat.
Damos menambahkan bahwa hal tersebut membuat klaim China atas wilayah sengketa di Laut China Selatan "akan tetap tidak sah selama penolakan ini masih disuarakan, terlebih (nota diplomatik) ini bukan argumen politis, melainkan argumen hukum yang pernyataannya bernas dari sisi hukum internasional."
Istilah "note verbale battle" atau "perang nota diplomatik"--meminjam ungkapan yang digunakan Damos-- menggambarkan persaingan argumen hukum di ranah internasional antara negara-negara claimant, non-claimant di Laut China Selatan, serta negara-negara peserta UNCLOS.
Negara-negara claimant (pengklaim, terlibat langsung) di Laut China Selatan adalah Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan China serta Taiwan --yang menyatakan wilayahnya sebagai negara sendiri, bukan bagian dari China.
Sementara Indonesia, bersama, antara lain, Thailand, Singapura, Kamboja, Laos adalah negara non-claimant.
ASEAN, perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara, beranggotakan 10 negara, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar.
China sendiri mengirimkan nota diplomatik yang memuat klaim wilayah maritim di Laut China Selatan, setidaknya sudah sebanyak enam kali sepanjang 2020. Nota itu menanggapi pengajuan parsial Malaysia kepada Komisi Batas Landas Kontinen PBB tertanggal 12 Desember 2019.
Sejumlah negara besar mengikuti "gelombang penolakan" terhadap klaim China. Misalnya yang terbaru, Misi Tetap Inggris Raya untuk PBB mengirim note verbale pada 16 September 2020, mewakili argumen negaranya, serta Prancis dan Jerman.
"Prancis, Jerman, dan Inggris Raya, sebagai Negara Peserta UNCLOS 1982, hendak menekankan posisi hukum mereka, yakni [...] menggarisbawahi pentingnya aktivitas yang tak terhalangi dalam kebebasan di laut lepas, khususnya kebebasan navigasi dan penerbangan berlebih, serta hak melakukan perjalanan yang tidak membahayakan, yang termuat dalam UNCLOS, termasuk di Laut China Selatan," demikian bunyi salah satu pernyataan dalam nota diplomatik tersebut.
Baca juga: PM Suga: Jepang tak akan biarkan ada intimidasi di Laut China Selatan
Baca juga: China peringatkan negara Asia untuk waspada terhadap strategi AS
Baca juga: Vietnam: Latihan militer China di LCS ancam perundingan
Menlu ingin UNCLOS 1982 ditegakkan di Laut China Selatan
Pewarta: Suwanti
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020