"Selain itu, dalam kondisi pandemi, kualitas hidup sangat menentukan apakah kita bisa terhindar dari COVID-19," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nasrullah dalam webinar "Tingkatkan Konsumsi Ayam Dalam Negeri, Selamatkan Peternak dan Peningkatan Gizi”, Senin.
Baca juga: Penyuka sate rentan kanker usus besar
Baca juga: Menjamin konsumsi telur aman hingga ke meja makan
Nasrullah mengatakan, asupan gizi berkualitas menjadi kunci, salah satunya lewat konsumsi protein yang penting untuk kesehatan termasuk daging ayam sebagai sumber protein hewani.
Kementerian Pertanian meluncurkan kampanye Gerakan Makan Ayam (GEMAYA) untuk meningkatkan konsumsi daging ayam di masyarakat. Kampanye ini diharapkan bisa membantu kelangsungan bisnis peternak ayam di seluruh Indonesia.
GEMAYA menjadi kampanye belajar untuk masyarakat bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan ketika mengkonsumsi daging ayam. Mengonsumsi daging ayam justru akan memberikan asupan gizi yang bagus karena protein hewani berperan penting bagi kecerdasan.
Kampanye ini diharapkan bisa membantu kelangsungan bisnis peternak ayam di seluruh Indonesia.
Saat ini pasokan ayam melimpah di Indonesia, membuat harga jualnya menjadi turun. Dia menuturkan, produksi daging ayam di Indonesia mencapai 3 juta ton, sementara kebutuhan di Indonesia adalah 2,2 juta ton sehingga ada kelebihan pasokan sebesar 800.000 ton.
Berlebihnya pasokan disebabkan juga oleh rendahnya konsumsi daging ayam di tengah masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, konsumsi daging ayam di Indonesia adalah 12,79 kilogram per kapita per tahun.
Baca juga: Soto Ayam dan Rendang ala Cafe TripleHotspice hadir London
Baca juga: Empat rekomendasi burger ayam renyah nan lezat
"Masih jauh lebih rendah dari negara tetangga," kata dia.
Tingkat konsumsi daging ayam di Malaysia, misalnya, sudah mencapai 38 kilogram per kapita per tahun.
Dia menambahkan, perlu ada kerjasama dari berbagai pihak dalam membuat sosialisasi yang mendorong masyarakat sehingga lebih banyak mengonsumsi daging ayam sebagai sumber protein hewani.
"Semoga GEMAYA jadi momentum awal dari gerakan peningkatan gizi masyarakat menuju generasi emas, sekaligus untuk menghadapi pandemi."
Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS, Ketua Umum PERGIZI Pangan Indonesia mengatakan, protein adalah salah satu asupan yang penting untuk mengatasi masalah gizi, termasuk mencegah stunting.
Pemerintah menargetkan prevalensi stunting di Indonesia turun menjadi 14 persen pada 2024, seperti arahan Presiden Joko Widodo pada rapat kabinet terbatas Agustus lalu.
Hardinsyah menjelaskan, masalah gizi yang masih terjadi di Indonesia disebabkan oleh kekurangan makanan dengan asupan gizi berkualitas.
"Termasuk sumber protein, salah satunya daging ayam."
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (PINSAR) Indonesia drh. Rakhmat Nurianto mengatakan GEMAYA menghadirkan pilihan jawaban baru dari masalah kelebihan pasokan daging ayam.
Solusi lain yang bisa diterapkan adalah optimalisasi tata niaga ayam ras melalui rantai dingin (cold chain), proses pengaturan suhu yang tidak terputus mulai dari pemotongan, penyimpanan hingga konsumsi.
Baca juga: Menepi sejenak dari Jakarta, nikmati hidangan Nusantara
Baca juga: Ayam bakar pedas yang membuat bibir jontor
Peternak harus beradaptasi dengan proses ini untuk nantinya bisa menyimpan pasokan berlebih.
Hardinsyah juga melihat rantai beku sebagai solusi alternatif yang efektif karena dengan cara ini daging ayam akan lebih lama bertahan.
"Ayam beku utuh dalam kondisi mentah dapat disimpan hingga 12 bulan. Potongan daging ayam beku mentah dapat disimpan sekitar 9 bulan", jelas Hardinsyah.
Ia menambahkan, bagian dalam atau jeroan mentah dapat disimpan dalam kondisi beku hingga 3-4 bulan. Sementara ayam matang yang dibekukan dapat bertahan sekitar 4 bulan.
Kampanye GEMAYA ini juga menjadi tempat edukasi konsumen untuk mengetahui fakta-fakta yang ada dalam daging ayam. Rakhmat meluruskan isu-isu negatif terkait daging ayam yang bisa membuat tingkat konsumsi menurun. Isu yang beredar diantaranya isu hormon, kanker, kolesterol dan alergi.
hoax soal hormon
Terkait hormon, Rakhmat mengatakan tidak ada rekomendasi penggunaan hormon pada ayam dan pemerintah melarang penggunaan hormon pertumbuhan pada ayam.
Suntikan pada leher anak ayam yang kerap disangka berisi hormon sebetulnya merupakan vaksin vidam, vaksin inaktif dalam ajuvan minyak, yang aman untuk manusia.
Asumsi ada suntikan hormon yang membuat unggas cepat besar sebetulnya dilatarbelakangi kemajuan teknologi bibit unggas, teknologi pakan serta teknologi pemeliharaan.
Isu lainnya yang membuat masyarakat enggan makan daging ayam adalah isu kanker. Rakhmat menegaskan, pada dasarnya ayam tidak menyebabkan kanker. Penyebab kanker bermuara pada materi yang mencemari ayam.
"Dan yang tercemar terhadap pencetus kanker bukan cuma ayam, yang lain seperti ikan juga bisa."
Dia menekankan, makanan dan obat-obatan hewan yang sudah mendapat izin edar dijamin tidak akan menyebabkan kanker.
Daging ayam termasuk jenis pangan yang mudah rusak (perishable food), oleh karena itu pemerintah mengawasi keamanan pangannya secara ketat.
Terkait isu pemanfaatan hormon pertumbuhan yang mengakibatkan ayam pedaging (broiler) lebih cepat tumbuh, Kementan menjelaskan bahwa ayam broiler yang ada sekarang merupakan ayam yang secara genetik diseleksi untuk dapat tumbuh cepat dengan pemeliharaan yang spesifik, terukur, dan disiplin, termasuk pemberian pakan dan kesehatan yang diatur ketat dalam sistem pemeliharaannya.
Pemerintah pusat dan daerah telah mengatur dan juga mengawasi tata cara budidaya yang baik dalam sistem budidaya ternak potong termasuk ayam broiler.
Baca juga: Tur KRL Bogor-Sudirman sambil nikmati jajanan penghilang lapar
Baca juga: Rekomendasi kuliner pinggir jalan dekat stasiun Bogor
Baca juga: Kombinasi nikmat nasi tiga warna, kulit ayam dan pedasnya sambal
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020