Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menekankan pentingnya pokok-pokok Haluan Negara untuk mewujudkan cita-cita mulia tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia, sebagaimana tertuang dalam alinea keempat pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945.
Tujuan tersebut adalah untuk melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
"Untuk mewujudkan cita-cita mulia tersebut, diperlukan pokok-pokok haluan negara," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Baca juga: MPR: Diperlukan Pokok-Pokok Haluan Negara dalam konstitusi
Hal itu dikatakan Bamsoet dalam Kuliah Umum di Universitas Pamulang dengan tema "Perlukah Haluan Negara Dihidupkan Kembali" secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin.
Namun dia mengatakan, permasalahannya jika kita cermati lampiran yang terdapat dalam UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, Bab Pendahuluan angka 4 dan angka 5.
Dalam Bab Pendahuluan angka 4 dan angka 5 disebutkan dengan tidak adanya Garis Besar Haluan Negara (GBHN), maka tidak ada lagi rencana pembangunan jangka panjang.
"Keleluasaan yang diberikan bagi calon presiden-calon wakil presiden untuk menyampaikan visi, misi, dan program pembangunan pada saat berkampanye justru berpotensi menimbulkan ketidaksinambungan pembangunan dari satu masa jabatan presiden-wakil presiden ke masa jabatan presiden-wakil presiden berikutnya," ujarnya.
Dia menjelaskan, desentralisasi dan penguatan otonomi daerah berpotensi mengakibatkan tidak sinerginya perencanaan pembangunan antar daerah, serta antara daerah dan pusat.
Baca juga: MPR: haluan negara perkuat eksistensi NKRI
Untuk itu menurut dia ditetapkan sistem perencanaan pembangunan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
"Dari uraian tersebut, kiranya dapat ditarik kesimpulan awal bahwa kita memang memerlukan penjabaran lebih lanjut dari cita-cita dan tujuan Indonesia merdeka," katanya.
Karena itu menurut dia, sebenarnya perdebatan menghadirkan pokok-pokok haluan negara bukan terletak pada urgensinya, melainkan terletak pada bentuk hukumnya, lalu apakah perlu diatur dalam bentuk ketetapan MPR, atau cukup undang-undang, atau ada alternatif lain.
Bamsoet mengungkapkan, dari serangkaian diskusi yang dilakukan MPR dengan berbagai kalangan seperti tokoh masyarakat, pakar, dan akademisi, hingga organisasi kemasyarakatan, pada umumnya sependapat bahwa Indonesia memerlukan haluan negara untuk menjaga pembangunan yang berkelanjutan, serta integrasi sistem perencanaan pembangunan pusat dan daerah.
Dorongan yang sangat kuat agar MPR kembali memiliki wewenang menetapkan haluan negara, antara lain datang dari Forum Rektor, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat Muhammadiyah, hingga Majelis Tinggi Agama Konghucu," katanya.
Baca juga: MPR: haluan negara tidak cukup diatur melalui UU
Bamsoet menjelaskan, dari hasil survei yang dilakukan MPR periode 2014-2019, sebanyak 81,5 persen responden menyatakan perlu reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN, dan hanya 18,5 persen yang menjawab tidak perlu.
Menurut dia, alasan yang paling dirasakan dan yang paling dekat dengan kepentingan masyarakat adalah karena saat ini pelaksanaan pembangunan nasional dianggap tidak berkesinambungan.
"Sistem perencanaan pembangunan yang ada, dirasa tidak cukup memberikan peta arah dan haluan yang berkelanjutan bagi pembangunan nasional," ujarnya.
Alasan lain yang muncul menurut dia adalah karena saat ini tidak diatur dengan jelas mekanisme pertanggungjawaban presiden dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya terkait kebijakan perencanaan pembangunan yang di dalamnya termuat visi, misi dan program presiden termasuk janji politik yang disampaikan saat Pemilu.
Bamsoet mengatakan, terkait lembaga yang dianggap paling tepat merumuskan haluan negara, MPR mendapat porsi kepercayaan paling tinggi, sebanyak 47,9 persen menilai lembaga MPR RI paling tepat menyusun haluan negara.
Hal itu menurut dia mengisyaratkan bahwa publik masih percaya bahwa MPR sebagai representasi kedaulatan rakyat dan perwujudan paling komprehensif keterwakilan rakyat.
"Mengenai bentuk hukum yang paling tepat bagi sistem perencanaan nasional haluan negara, mayoritas publik menilai ketetapan MPR adalah bentuk hukum yang paling tepat, yaitu 52,4 persen. Di antara alasannya, karena Ketetapan MPR dalam urutan tata hukum di Indonesia berada di bawah UUD Negara RI Tahun 1945 dan di atas undang-undang," ujarnya.
Ketetapan MPR menurut dia merupakan produk hukum yang dibuat oleh lembaga perwakilan yang paling representatif yang terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD.
Baca juga: Peringatan Sumpah Pemuda, Bamsoet: Era kolaborasi harus dikedepankan
Baca juga: Ketua MPR minta generasi muda teladani perjuangan pemuda
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020