Sudah bukan rahasia umum bila kini paham-paham radikal dan teroris disebarkan melalui internet, khususnya media sosial.
Sebab media sosial telah menihilkan jarak dan mampu membentuk kerumunan masyarakat. Kerumunan masyarakat merupakan pasar potensial bagi para penyebar pemikiran.
We are social pada April 2020 merilis laporan khusus Digital Around The World in April 2020 menunjukkan, pengguna telpon genggam di seluruh dunia mencapai 5,16 miliar orang dari total 7,7 miliar jiwa penduduk dunia.
Sementara pengguna internet mencapai 4,57 miliar orang dan mereka yang aktif di media sosial mencapai 3,81 miliar jiwa. Pertumbuhan pengguna internet mencapai 301 juta orang dibandingkan 2019.
Jumlah tersebut meningkat dibandingkan data Digital 2020 yang dirilis We Are Social pada Januari 2020. Pada Januari 2020 jumlah pengguna mencapai 5,19 miliar pengguna telpon genggam dari total 7,7 miliar penduduk dunia. Untuk pengguna internet mencapai 4,54 miliar orang dan mereka yang aktif di media sosial 3,8 miliar orang.
Baca juga: BNPT: Duta Damai harus gaungkan narasi alternatif cerdaskan masyarakat
Laporan Data Digital 2020 We Are Social pada Januari 2020 untuk Indonesia jumlah pengguna internet sebanyak 175,4 juta jiwa dari total populasi dari total populasi di Indonesia yang mencapai 272,1 juta jiwa.
Pengguna internet pada Januari 2020 tumbuh 25,36 juta jiwa atau 17 persen dibandingkan 2019. Sementara pengguna internet yang aktif di media sosial mencapai 160 juta jiwa.
Pertumbuhan tersebut menduduki tempat ketiga secara populasi, di bawah China yang tumbuh 25,49 juta jiwa dan India 127,6 juta jiwa.
Sementara pengguna penggunaan rata-rata internet untuk berbagai keperluan setiap hari di Indonesia mencapai 7:59 jam. Sementara untuk penggunaan sosial media waktu yang dihabiskan para pengguna internet di Indonesia sebesar 03.26 jam.
Pertumbuhan internet di masa-masa mendatang juga akan masih sangat tinggi, mengingat masih ada seratusan juta warga yang belum terkoneksi.
Di sisi lain, Pemerintah juga terus membangun kemampuan menghubungkan internet ke warga. Salah satunya dengan proyek Palapa Ring yang menjangkau daerah-daerah terpencil.
Menebar narasi antiradikalisme
Bila melihat angka-angka di atas, dan potensi pertumbuhan internet yang semakin tinggi, maka dibutuhkan semakin banyak konten-konten internet untuk menjadi informasi bagi masyarakat.
Untuk itu, pasar dunia maya yang begitu luar biasa besarnya sangat berbahaya bila dibiarkan dikuasai konten-konten negatif.
Siapa yang menguasai ruang-ruang di media sosial, dia akan mampu mempengaruhi persepsi dan tindakan masyarakat. Konten-konten negatif yang terus menerus disuarakan secara sistematis lama-lama akan dinilai benar. Rumusan sederhana dari teori 'The Big Lie' (kebohongan besar) yang digunakan Menteri Penerangan dan Propaganda Nazi Paul Joseph Goebbels di era Adolf Hitler.
Kebohongan yang dikampanyekan terus-menerus secara sistematis, semakin banyak yang mendengarkan, maka akan dinilai menjadi kenyataan.
Untuk itu, salah satu upaya Pemerintah dan DPR adalah membuat Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Meski tidak sempurna, UU ITE ini mencoba mengatur, tidak membiarkan informasi beredar sebebas-bebasnya.
Baca juga: Duta Damai Dunia Maya bentengi generasi muda dari narasi kekerasan
Namun demikian itu tidak mencukupi. Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) menyadari, begitu pentingnya ruang-ruang media sosial di era internet saat ini dan di masa datang.
Internet, sebuah dunia yang tak lagi memerlukan kehadiran fisik, namun mampu mengubah dunia. Seorang propagandis, agitator bisa mendapatkan tempat di internet.
Dalam isu terorisme, kehadiran internet telah memicu kelahiran “serigala sendirian” (lone wolf). Seorang teroris yang bekerja sendiri, tanpa kawanan. Mereka mendapatkan pemahaman yang membuat mereka radikal melalui internet, bukan lagi kehadiran secara fisik orang yang mendoktrin.
Kemampuan mereka untuk melakukan suatu tindakan teror juga didapatkan dari informasi di internet. Internet menjadi gudang pengetahuan.
Oleh karena itu, membiarkan internet dikuasai oleh paham-paham radikal dan teroris akan sangat berbahaya.
Pemerintah sendiri sebenarnya tidak tinggal diam. Sudah ribuan akun-akun di media sosial yang memuat konten-konten radikalisme dan terorisme di blokir.
Namun tentu saja, pemblokiran belum menyelesaikan masalah. Satu akun hilang, seribu akun tumbuh, begitulah dunia maya. Dunia yang penuh dengan kemungkinan.
Salah satu upaya penting dalam memenangi pengaruh melawan radikalisme dan terorisme dewasa ini adalah menebar konten-konten moderat dan konter narasi radikalisme.
Semakin banyak konten-konten tersebut ditebarkan, semakin banyak pula yang akan melihat dan membacanya, semakin banyak masyarakat yang paham.
Baca juga: BNPT bekali pelajar Manado pengetahuan bahaya radikalisme
Semakin banyak pilihan konten positif dan konter narasi radikalisme yang ada di jagat maya, semakin mempersempit ruang-ruang media sosial bagi konten-konten radikalisme.
Seperti diungkapkan Budayawan Indonesia Dr Ngatawi Al Zastrouw. Asisten Pribadi Presiden Abdurrahman Wahid tersebut mengatakan bahwa selama ini yang menjadi penyebab suburnya narasi radikal dan tindakan anarkis dikarenakan kelompok-kelompok yang suka menyebarkan narasi radikal dan tindakan anarkis ini sudah menguasai ruang media.
“Maka dari itu kita harus mengimbangi gerak mereka dengan mengupload atau memposting dan mempublikasikan dari narasi-narasi positif ini ke publik atau ranah publik melalui media sosial dan media lainnya,” katanya.
Menurut mantan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU itu, selama ini konten-konten narasi konter radikalisme kurang dipublikasikan. Padahal orang-orang yang memiliki pemikiran positif itu sejatinya lebih banyak dibanding orang-orang dari kelompok-kelompok itu.
Hal tersebut juga diserukan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Boy Rafli Amar. BNPT menyadari saat ini paham-paham radikal memanfaatkan media-media sosial dan internet untuk menyebarkan dan merekrut pengikutnya.
Untuk itu, BNPT juga membuat program Duta Damai Dunia Maya yang diisi oleh kalangan milenial.
Namun demikian, upaya tersebut belum mencukupi. Dibutuhkan pula gerakan masyarakat untuk turut serta menyebar konten melawan radikalisme di dunia maya.
Semakin banyak masyarakat yang berpartisipasi dalam konter radikalisme di dunia maya, semakin baik pula hasilnya.
Baca juga: Duta Damai diharapkan fokus sampaikan perdamaian di dunia maya
Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020