Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menilai transaksi berbasis digital perlu pengaturan hukum untuk memberikan perlindungan konsumen yang akhirnya dapat mendorong konsumsi masyarakat lebih baik....selama ini cukup banyak produk ritel tidak sesuai dengan aturan, seperti tidak ber-SNI, tidak berbahasa Indonesia, tidak memiliki ijin edar, tidak mencantumkan label halal, komposisi, tanggal kadaluwarsa, praktek diskon, dan pemberian hadiah yang
"Pandemi COVID-19 ini telah memaksa kita untuk beralih ke dunia serba digital. Untuk itu, perlu pengaturan hukum terkait transaksi berbasis digital yang dilakukan oleh konsumen sebagai wujud penegakan hak konsumen atas keamanan, keselamatan, kenyamanan," ujar Ketua BPKN Rizal E. Halim dalam peringatan Hari Ritel Nasional di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, potensi timbulnya masalah yang merugikan konsumen dalam transaksi digital akan semakin besar seiring dengan perkembangan pengguna internet di Indonesia yang tinggi.
Baca juga: Kemenko: Transaksi e-commerce melonjak, namun pembeliannya lebih receh
Pada tahun 2020 ia mengemukakan pengguna internet di Indonesia mencapai 175,5 juta jiwa dari jumlah populasi sebanyak 268 juta jiwa penduduk, diiringi dengan peningkatan volume transaksi yang semakin pesat baik melalui media sosial maupun platform e-commerce.
Rizal menyampaikan ada tiga hal yang perlu digalakkan sebagai bagian dari upaya perlindungan konsumen. Pertama, meningkatkan kualitas produk melalui optimalisasi fungsi pengawasan, yang terintegrasi antar kementerian/lembaga terkait.
"Karena selama ini cukup banyak produk ritel (terutama yang dijual secara online) tidak sesuai dengan aturan, seperti tidak ber-SNI, tidak berbahasa Indonesia, tidak memiliki ijin edar, tidak mencantumkan label halal, komposisi, tanggal kadaluwarsa, praktek diskon dan pemberian hadiah yang mengelabui, dan sebagainya," kata Rizal.
Baca juga: Tasya Kamila minta konsumen berani laporkan kasus kerugian transaksi
Kedua, melakukan penguatan terhadap LPKSM dan BPSK sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing. Ketiga, meningkatkan keberdayaan konsumen dengan mencari informasi sebelum membeli, cermat saat membeli dan berani menyampaikan keluhannya apabila mengalami kekecewaan pasca membeli.
"Hanya dengan pasar yang percaya diri bertransaksi, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin konstruktif," katanya.
Ia mengharapkan industri ritel berada dalam ekosistem yang sehat dan bertanggung jawab secara proporsional sehingga dapat tumbuh dan menjadi motor ekonomi nasional.
"Diperlukan langkah bersama yang kolaboratif antara pemangku kebijakan dan pelaku usaha," katanya.
Baca juga: Kemendag: Keberdayaan konsumen perlu ditingkat di era e-commerce
Baca juga: BPKN: Perlindungan konsumen harus setara dengan kelompok rentan lain
Baca juga: BPKN: Perlindungan konsumen harus setara dengan kelompok rentan lain
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020