Sirekap belum bisa diterapkan pada pelaksanaan pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2020.
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus meminta rencana penerapan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) berbasis teknologi informasi harus di perhitungkan secara matang dan komprehensif.
Guspardi Gaus menyebutkan perhitungan matang itu seperti dukungan infrastruktur yang memadai dan kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang cakap dalam menangani sistem ini maupun dari segi anggaran.
"Hal itu karena menghadapi pandemi COVID-19, banyak anggaran yang sudah ditetapkan dipotong untuk kepentingan penanganan pandemi," kata Guspardi saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Hal itu dikatakannya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU, dan Bawaslu di Jakarta, Kamis (12/11).
Baca juga: Komisi II bahas tiga Rancangan Peraturan KPU terkait Pilkada
Guspardi Gaus menilai KPU seharusnya telah melakukan kajian dan pemetaan apakah Sirekap sudah cocok diterapkan dalam perhelatan Pilkada Serentak 2020.
Menurut dia, Sirekap belum bisa diterapkan pada pelaksanaan pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2020. Namun, sebaiknya dilakukan secara bertahap.
"Kalaupun akan dilakukan hanya dalam tataran uji coba pada beberapa daerah yang sudah siap dukungan infrastruktrur dan SDM di samping akses jaringan internetnya sudah stabil dan mendukung," ujarnya.
Ia berharap rencana penerapan Sirekap yang dimaksudkan agar terjadi percepatan dan efisiensi dari segi waktu, harus memastikan keaslian dan keamanan dokumen digital hasil Sirekap.
Hal itu, menurut dia, untuk mengantisipasi bagaimana sistem yang baru tersebut hendaknya dapat mengeliminasi kecurangan-kecurangan dan penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu dan prinsip efisiensi serta efektivitas tetap harus dikedepankan.
Ia juga apresiasi KPU yang mempunyai inisiatif melakukan inovasi dan perubahan serta perbaikan terhadap sistem yang dilakukan dalam rangka mendukung pelaksanaan pemilu.
Baca juga: Bawaslu temukan paslon bagikan bahan kampanye tak diatur dalam PKPU
Selain itu, Guspardi mempertanyakan apa alasan yang signifikan dan mendasari perubahan sistim informasi perhitungan suara dari Sistem Informasi Perhitungan (Situng) menjadi Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) seperti disampaikan KPU.
"Saya juga meminta penjelasan dari KPU mengenai perbedaan Sistem Pemungutan dan Perhitungan (Situng) suara, yaitu dari KPPS ke KPU bagaimana dengan PPK, kemudian dengan Sirekap dari TPS ke PPK tidak kepada KPPS," ujarnya.
Selanjutnya, menurut dia, dalam PKPU dijelaskan bahwa kesalahan rekap yang dilakukan petugas hanya sekadar diperbaiki, lalu diparaf, itu artinya melegitimasi kesalahan dari petugas tersebut.
Ia menilai bagaimana jika kesalahan tersebut ada unsur kesengajaan sehingga disarankan ada punishment agar menjadi preseden supaya petugas menjaga prinsip kehati-hatian agar jangan melakukan kesalahan.
"Paling tidak dapat memperkecil kesalahan yang dilakukan petugas dari tingkat TPS sampai ke tingkat pusat," katanya.
Baca juga: Anggota DPR: PKPU sudah tegas penerapan protokol kesehatan di pilkada
Dalam RDP tersebut, KPU menyerahkan tiga draf revisi PKPU kepada anggota Komisi II DPR RI, yaitu revisi PKPU Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada, revisi PKPU Nomor 9 Tahun 2018 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Pilkada, dan revisi PKPU Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pilkada dengan Satu Pasangan Calon.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020