Untuk mengatasi permasalahan tersebut direkomendasikan bahwa penanaman tersebut hanya untuk satu periode tanam dan pemerintah daerah tidak memperpanjang izinnya.
Baca juga: Walhi kritisi kebijakan "food estate" di kawasan hutan lindung
Baca juga: Akademisi: Sawit dan masyarakat adat dapat berdampingan
"Terlanjur sudah mereka tanam dan mendapatkan restu. Maka kita rekomendasikan untuk yang akan datang, perkebunan rakyat yang menggunakan lahan ini hanya diberikan izin untuk satu kali tanam," kata Ir Nazaruddin dari Lembaga Penelitian USU dalam diskusi virtual "Menyusuri Rantai Pasok Kepala Sawit di Indonesia" dipantau dari Jakarta, Rabu.
Hasil itu didapat setelah Lembaga Penelitian USU melakukan penelusuran rantai pasokan sawit di dua perusahaan sawit yang berada di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Dalam penelusuran tersebut, mereka menemukan sebuah pabrik sawit mengisi kebutuhannya akan tandan buah segar (TBS) sawit dengan 67,83 persen dari perkebunan internal dan 32, 17 persen dari luar.
TBS dari luar berasal dari 12 pemasok yang terdiri dari perorangan maupun yang sudah berbentuk badan usaha.
Menanggapi penemuan itu, Nazaruddin mengatakan Lembaga Penelitian USU memberikan rekomendasi agar pemerintah daerah tidak memperpanjang izin kepada petani yang sudah terlanjur memakai hutan lindung.
"Kami rekomendasikan agar pemerintah setempat tidak lagi memberikan perpanjangan bagi petani yang terlanjur menggunakan kawasan hutan lindung, hanya diizinkan untuk masa satu tanam," kata Nazarduddin.
Baca juga: Walhi minta tertibkan perkebunan di kawasan lindung
Baca juga: BKPH lepaskan ribuan hektare lahan dari kawasan hutan
Penutupan tidak bisa langsung dilakukan karena berimplikasi kepada mata pencaharian masyarakat.
Selain itu, dia juga merekomendasikan agar pabrik kelapa sawit (PKS) ketika mengurus izin harus mencantumkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan akan TBS agar tidak mendorong orang untuk merambah hutan secara liar.
"Agar di dalam mendirikan izin perlu dilampirkan kejelasan dan kecukupan kebutuhan bahan baku sehingga ke depan tidak lagi bermasalah terkait produk CPO. Pendiri PKS yang akan datang perlu melampirkan asal usul bahan, kecukupan lahan dan CPO, sehingga tidak menstimulus masyarakat untuk merambah hutan yang bukan hutan produksi," kata dia.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020