Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menyatakan tidak ada efek samping serius ataupun Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) berbahaya pada 1.620 individu yang menjadi relawan uji klinis III vaksin dari perusahaan farmasi asal China, Sinovac.
“Hanya ditemukan gejala ringan seperti nyeri dan pegal otot pada tempat suntikan, dan tidak ditemukan efek samping serius karena vaksin atau vaksinasi,” kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam telekonferensi pers di Jakarta, Kamis.
Sejak Agustus 2020, Sinovac bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan PT Bio Farma Persero melakukan uji klinis tahap III vaksin COVID-19 dengan sampel 1.620 relawan di Bandung, Jawa Barat.
Wiku mengatakan pihaknya akan terus memantau perkembangan uji klinis vaksin tersebut dan juga status kehalalan vaksin itu.
Baca juga: Satgas terus kawal pengembangan vaksin Merah Putih
Baca juga: BPOM tunggu data riset vaksin COVID-19 dari Brazil
“Kami akan terus memantau perkembangan uji klinis dan perkembangan status halalnya,” ujar dia.
Terkait kandidat vaksin yang nantinya akan digunakan pemerintah, Wiku mengatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus mengawasi proses pengadaan vaksin COVID-19 dari berbagai pihak. Pemerintah juga akan transparan mengenai proses pengadaan vaksin COVID-19 tersebut.
Presiden Joko Widodo menargetkan penyuntikan vaksin atau vaksinasi COVID-19 di Indonesia akan dilakukan pada akhir 2020 atau awal 2021. Presiden menegaskan hanya vaksin COVID-19 yang masuk dalam daftar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang akan diberikan pemerintah kepada masyarakat.
Selain dengan Sinovac, Indonesia juga menjalin kerja sama pengadaan vaksin dengan perusahaan teknologi G-24 asal Uni Emirat Arab (UAE) dan juga dengan perusahaan AstraZeneca.
Namun, dalam dua pekan terakhir, dua kandidat vaksin dari dua perusahaan farmasi asal AS dilaporkan memiliki tingkat efektivitas menangkal COVID-19 hingga melebihi 90 persen.
Dua korporasi farmasi asal AS itu adalah Moderna dan Pfizer. Indonesia menyatakan bersikap terbuka mengenai peluang kerja sama pengadaan vaksin terhadap Moderna dan Pfizer.
“Intinya pemerintah terbuka dengan kandidat vaksin manapun, tanpa lengah dalam memutuskan untuk melakukan kerjasama, karena penetapan kandidat vaksin ini harus melalui proses pengawalan oleh BPOM dan dikaji dengan dasar-dasar saintifik,” kata Wiku pada Selasa (17/11) lalu.*
Baca juga: WHO berencana vaksinasi sedikitnya 20 persen populasi Afrika
Baca juga: Komnas KIPI jelaskan mitos-fakta terhadap vaksin
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020