Anggota DPD RI Agustin Teras Narang mendesak pemerintah daerah di seluruh Indonesia, khususnya Provinsi Kalimantan Tengah, memasukkan perhutanan sosial dalam rencana strategis, agar lahan-lahan masyarakat yang banyak secara de jure di kawasan hutan, dapat dilindungi.Lewat program ini pula, masyarakat setidaknya punya solusi sementara yang berlandaskan hukum, agar mereka bisa berusaha dan meningkatkan kesejahteraan dengan tenang
"Situasi masyarakat yang tinggal dan memiliki lahan di kawasan hutan ini, membutuhkan terobosan dari pemerintah daerah, salah satu caranya melalui perhutanan sosial," ucapnya melalui rilis di Palangka Raya, Sabtu.
Secara de facto, katanya, banyak lahan milik masyarakat yang sudah dikelola, bahkan secara turun-temurun, namun belum mendapat pengakuan dari negara, karena lokasinya di kawasan hutan.
Gubernur Kalteng periode 2005-2010 dan 2010-2015 itu, menyebut banyak desa berbasis komunitas adat di Provinsi Kalimantan Tengah yang tanahnya merupakan daerah warisan dari leluhur, bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka.
Untuk itu, kata dia, semua instrumen hukum dioptimalkan pemanfaatan untuk membela kepentingan rakyat, termasuk menyangkut persoalan perhutanan sosial.
Dia mengatakan ada 785 desa di Provinsi Kalteng yang sampai saat ini masuk kawasan hutan, sehingga harus menjadi perhatian semua pihak, khususnya pemda.
Sebab, katanya, permasalahan tersebut sudah cukup lama, sedangkan rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) yang mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2015 pun perlu segera dilakukan revisi.
"Masalah terkait tata ruang dan kawasan hutan ini, kita harus mampu mencari solusi dan terobosan," kata dia.
Baca juga: Presiden ingatkan selesaikan sisa 8 juta hektar perhutanan sosial
Menurut senator asal Kalteng itu, ratusan desa di kawasan hutan idealnya diselesaikan melalui revisi perda RTRW serta penerbitan kebijakan daerah lainnya.
Untuk itu, katanya, dibutuhkan kerja sinergi antarpemerintah kabupaten dan kota dengan pemerintah provinsi serta pemerintah pusat.
Dia mengatakan dalam konteks desa berbasis masyarakat adat, harapannya undang-undang tentang masyarakat adat bisa segera dibahas dan diselesaikan bagi kepentingan masa depan masyarakat adat dan pelestarian hutan.
Hanya saja, katanya, dalam kondisi saat ini, opsi-opsi yang bisa diambil untuk menjaga kepentingan desa yang berada di kawasan hutan, terbatas.
"Salah satunya adalah lewat jalur perhutanan sosial. Lewat program ini pula, masyarakat setidaknya punya solusi sementara yang berlandaskan hukum, agar mereka bisa berusaha dan meningkatkan kesejahteraan dengan tenang," kata dia.
Anggota Komite I DPD RI itu, sebelumnya melakukan dialog dengan berbagai pihak di Provinsi Kalimantan Tengah, yakni Dinas Kehutanan Kalteng, Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial yang bertugas mempercepat akses atau pemberian akses dari pengelolaan sumber daya hutan ke masyarakat di sekitar hutan, serta pihak lainnya.
Dari pertemuan itu diketahui realisasi perhutanan sosial di Provinsi Kalimantan Tengah masih kecil. Untuk itulah, katanya, dengan adanya dukungan pemda memasukkan perhutanan sosial ke dalam rencana strategis, akan memberikan dukungan lebih baik dan membuat masyarakat yang tinggal ataupun memiliki lahan di kawasan hutan cepat mendapatkan kepastian hukum.
Baca juga: KLHK: UU Ciptaker tingkatkan pengelolaan perhutanan sosial
Baca juga: Reformasi agraria dan perhutanan sosial solusi kikis konflik kehutanan
Baca juga: Para petani belajar perhutanan sosial via daring saat pandemi
Pewarta: Kasriadi/Jaya W Manurung
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020