Dalam wawancara khusus dengan ANTARA yang difasilitasi oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) secara virtual pada Selasa, Samsudin mengaku awal advokasinya dimulai ketika seorang temannya mengajak tidak hanya berhenti sekedar mengkritik kondisi yang ada, tapi juga melakukan langkah nyata.
Pria berusia 49 tahun itu tergerak, dia bersama teman-temannya kemudian membangun rumah baca. Namun, mantan guru Inpres yang berdomisili di Indramayu, Jawa Barat itu tidak puas, dia ingin melakukan sesuatu yang lebih dan menggapai semakin banyak orang.
Baca juga: Peraih KEHATI Award bertekad lestarikan tenun dayak berpewarna alami
Baca juga: Margaretha Mala asal Kapuas Hulu raih Penghargaan Tunas Kehati 2020
Setelah berdiskusi dengan orang tua salah seorang temannya, Samsudin kemudian memutuskan meninggalkan kehidupan nyaman sebagai guru SD inpres untuk mencapai tujuannya, menyadarkan pentingnya menjaga alam, terutama satwa langka warisan Indonesia.
"Saya memilih untuk tetap menjadi guru tapi bukan di satu sekolah, tetap mengajar karena itu wasiat dari almarhum ayah saya kalau bisa anak-anaknya jadi guru. Saya pikir jadi guru tidak mesti harus di sebuah lembaga pendidikan, kita bisa mengajar di manapun," kata Samsudin.
Sampai saat ini, dia tidak menyesali keputusan tersebut, bahwa dengan menjadi pendongeng keliling yang memakai media wayang kardus membuat dirinya bisa mengekspresikan banyak hal dan bertemu dengan banyak anak, dibandingkan ketika masih terikat dalam satu lembaga tertentu.
Keputusan ayah satu anak itu membawanya berpetualang berjalan kaki atau menggunakan sepeda ke 13 provinsi yang ada di Indonesia sejak 2016. Dengan perjalanan pertamanya pada tahun itu dimulai dari Jakarta dan berakhir di Aceh.
Di tahun-tahun berikutnya dia mulai menjangkau daerah lain di Pulau Jawa, bahkan sempat pergi ke Kalimantan Timur serta Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk mendongeng tentang badak harimau, bekantan dan berbagai macam satwa langka terancam punah di Indonesia.
NTB menorehkan suatu pengalaman berkesan terhadap lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Wisnuwardhana, Malang itu. Di sana dia membantu pemulihan pascabencana bagi anak-anak korban gempa Lombok yang terjadi pada 2018.
Atas usaha Samsudin menyampaikan pesan konservasi dengan media dongeng wayang kardus, medium yang dia pilih karena kardus merupakan salah satu bahan daur ulang yang sejalan dengan proses konservasi yang dia bawa, membuat Samsudin menjadi salah satu pemenang KEHATI Award 2020.
Baca juga: Kehati anugerahkan KEHATI Award 2020 untuk pejuang pelestarian hayati
Baca juga: KEHATI Award dan motivasi pelestarian sumber daya hayati
Samsudin mendapatkan penghargaan kategori Citra Kehati atas dedikasinya untuk usaha edukasi pelestarian satwa langka, dalam acara anugerah yang dilaksanakan pada Jumat (27/11) pekan lalu secara virtual.
Menurut Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan KEHATI sekaligus Ketua Pelaksana Kegiatan KEHATI Award 2020 Rika Anggraini, penganugerahan itu untuk memberikan penghargaan untuk pahlawan-pahlawan lingkungan yang melakukan praktik menjaga keanekaragaman hayati.
Pemilihan Samsudin sebagai pemenang kategori Citra Kehati, yang ditujukan untuk seniman, budayawan dan media massa, adalah tim penguji melihat keunikan cara penyampaian Samsudin.
"Kami melihat bahwa upaya dongeng sesuatu yang perlu diapresiasi tinggi untuk zaman sekarang. Juri melihat hal yang berbeda, sesuatu yang perlu dilestarikan karena dongeng tidak boleh termakan zaman tapi perlu metode baru untuk tetap bisa dilakukan," kata Rika.
Selain itu, juri melihat usaha swadaya yang dilakukan Samsudin karena dia berkeliling mendongeng dengan swadaya mandiri alias hanya menggunakan kocek sendiri dibantu dengan donasi dari banyak rekan-rekannya.
Dalam rencana ke depannya, Samsudin berharap dapat menjangkau lebih banyak orang dan berkolaborasi dengan banyak pihak untuk mendongeng. Semua itu, agar usaha edukasi dan konservasi keanekaragaman hayati yang merupakan harta Indonesia dapat berlanjut.
Baca juga: Aziil Azwar tumbuhkan mangrove di karang mati
Dia berharap semakin banyak pihak yang ikut ambil bagian dalam usaha edukasi tersebut, khususnya untuk penyadaran melalui dongeng. "Jangan sampai penyadaran publik akan konservasi berhenti hanya sampai di saya saja dan harus diteruskan," katanya.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020