"Tingginya frekuensi kejadian gempa di wilayah Kecamatan Palasa di mana baru 9 hari sudah terjadi gempa sebanyak 29 kali, maka fenomena gempa yang terjadi mengarah kepada aktivitas swarm," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Dr. Daryono dalam keterangan pers BMKG yang diperoleh ANTARA, Jakarta, Ahad.
Daryono menyebutkan bahwa berdasarkan hasil monitoring aktivitas gempa oleh BMKG di Kecamatan Palasa, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah sejak 27 November hingga 5 Desember 2020, aktivitas gempa telah terjadi sebanyak 29 kali di daerah tersebut.
Gempa yang terjadi dan tercatat pertama kali yaitu berkekuatan magnitudo 3,1 pada 27 November 2020 pada pukul 19.16.35 WITA. Sejak saat itu terjadi rentetan aktivitas gempa yang terus terjadi sambung menyambung.
Baca juga: Ketua DPD-RI ingatkan pentingnya mitigasi bencana alam di Sulteng
Baca juga: BNPB: Bantuan bagi korban bencana 2018 Sulteng harus transparan
BMKG mencatat beberapa kali aktivitas gempa cukup signifikan yang guncangannya dirasakan oleh masyarakat Palasa, antara lain adalah gempa yang terjadi pada 28 November 2020 pukul 22.14.21 WITA dengan kekuatan magnitudo 4,4.
Gempa signifikan berikutnya terjadi pada 29 November 2020 pukul 01.26.11 WITA dengan kekuatan magnitudo 4,7 dan disusul gempa pada hari yang sama pada pukul 20.14.15 WITA dengan kekuatan magnitudo 4,5.
Kemudian, gempa pada 4 Desember 2020 pukul 22.38.57 WITA juga tercatat cukup besar dengan kekuatan magnitudo 3,7.
Kejadian gempa dengan frekuensi yang cukup tinggi tersebut mengarah pada aktivitas swarm, yaitu fenomena rentetan kejadian gempa berkekuatan kecil yang terjadi cukup sering di dalam satu waktu tertentu di kawasan yang sangat lokal, tanpa adanya gempa dahsyat sebagai gempa utamanya.
BMKG mengatakan saat gempa terjadi, aktivitas gempa swarm pada umumnya dikenali dalam dua model pembangkit, yaitu fluid driven yang biasanya berkaitan dengan proses magmatik atau difusi cairan pori, dan kedua adalah rayapan atau aseismic creep.
"Jadi aktivitas swarm selain yang berkaitan dengan dinamika fluida di mana biasanya berkaitan dengan aktivitas gunung,api, maka wilayah seismogenik mengalami rayapan (creeping)," kata Daryono.
Sementara itu, mengingat tidak adanya aktivitas vulkanisme di Kecamatan Palasa, maka rentetan aktivitas gempa kecil di wilayah Kecamatan Palasa saat ini mengarah pada aktivitas swarm yang berasosiasi dengan aktivitas sesar aktif.
Jika mencermati peta geologi di wilayah Kecamatan Palasa terlihat bahwa di wilayah itu terdapat jalur sesar dengan mekanisme mendatar yang aktivitasnya belum diketahui.
Jalur sesar tersebut dalam peta geologi mengarah ke barat daya – timur laut, memanjang sejauh kira-kira 37 kilometer dari Pantai Palasa di selatan hingga Pantai Malomba di utara.
"Kita patut waspada jika rentetan gempa yang terjadi saat ini merupakan aktivitas gempa pembuka (foreshocks) karena di zona ini terdapat jalur sesar. Akan tetapi, jika yang terjadi adalah aktivitas swarm maka aktivitasnya akan berakhir dengan sendirinya," kata dia lebih lanjut.
Daryono menyatakan bahwa Saat ini tampaknya BMKG masih sulit untuk memastikan apakah fenomena yang terjadi adalah aktivitas foreshocks atau swarm.
Untuk itu, Daryono mengimbau kepada masyarakat Palasa dan sekitarnya untuk tetap tenang tetapi waspada, serta tidak mudah percaya kepada berita yang tidak jelas sumbernya.
"Pastikan masyarakat mendapatkan informasi dari sumber resmi dari BMKG atau BPBD," demikian kata dia.*
Baca juga: Gempa Buol-Sulteng terasa hingga pusat ibu kota Gorontalo Utara
Baca juga: ACT Sulteng bantu pulihkan ekonomi penyintas bencana gempa Padagimo
Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020