Setelah berjalan kaki melewati pemandangan sawah asri, tampak pemandangan toko pusat oleh-oleh yang berbeda dari biasanya. Tak tampak seorang pun pengunjung yang bolak-balik melewati rak-rak berisi baju, makanan, produk perawatan kulit, produk kecantikan dan pernak-pernik berjejer rapi di dalam toko megah nan sejuk.
Baca juga: Empat tempat liburan untuk menyepi dari keramaian
Suasana di dalam toko oleh-oleh ternama yang biasanya penuh sesak wisatawan memuaskan hasrat belanja berganti sepi. Tiada antrean mengular di kasir-kasir yang berderet. Hanya ada satu pegawai yang menjaga kasir. Sisanya berpencar dan membantu segelintir wisatawan domestik yang mampir mencari suvenir.
Meski suasana begitu tak lazim, mengingat toko oleh-oleh ini hampir pasti dikunjungi wisatawan yang ingin membawa buah tangan untuk kerabat dan sahabat di tempat asalnya, biasanya tetap ada pengunjung yang berbelanja.
"Nanti lebih siang biasanya ada rombongan yang datang," kata seorang pegawai Krisna kepada ANTARA.
Kantin yang berada di luar toko juga tampak lengang, tapi toko-toko yang menjual makanan dan minuman tetap dibuka. Setelah lelah berbelanja, wisatawan bisa jajan dan duduk sejenak untuk beristirahat, menatap pemandangan sawah hijau terbentang di hadapan.
Baca juga: Jepang habiskan 3,7 miliar dolar AS untuk dukung kampanye perjalanan
Bisnis oleh-oleh di Bali yang sangat bergantung kepada wisatawan betul-betul terpukul akibat pandemi COVID-19.
Saat berbincang di webinar “Bertahan atau Pasrah? Apa Kata Pengusaha Kecil Sektor Pariwisata di Indonesia? Studi Kasus Labuan Bajo, Bali & Lombok” pada 2 Desember lalu, Pemilik Krisna Oleh-oleh Khas Bali, I Gusti Ngurah Anom, bercerita mengenai dampak pandemi kepada bisnisnya.
Bulan-bulan pertama virus corona melanda, kesedihan dan tekanan betul-betul dia rasakan. Namun dia tak mau berlama-lama terpuruk. Keluarganya punya latar belakang pertanian, jadi pebisnis yang akrab disapa Ajik memilih menunggu pandemi berakhir dengan mengolah lahan seluas 23 hektare di daerah Bali Utara. Bersama dengan tim, dia mulai berkebun dan menanam aneka tumbuhan, mulai dari kacang, pisang hingga nanas.
Aktivitas barunya membawa berkah. Dari situ dia berpikir untuk menciptakan produk baru yang bisnisnya dia urus dari hulu ke hilir. Lahirlah camilan-camilan baru yang bahannya berasal dari perkebunannya sendiri. Lagipula, camilan merupakan salah satu produk yang digemari pembeli di Krisna.
"Kacang ditanam selama tiga bulan, panen bulan Juli delapan hektare, sekarang Krisna bikin produk baru, produksi kacang kapri, bakpia, pie susu, pia kukus. Saya jadi punya produk COVID baru," tutur dia.
Baca juga: Sauna sendirian, hiburan baru di Tokyo yang populer kala pandemi
Ajik telah mempekerjakan 2500 karyawan yang tersebar di 32 outlet. Sebanyak 2000 karyawan sempat dirumahkan selama pandemi karena toko-toko tidak bisa beroperasi. Untungnya, sejak beberapa bulan lalu bisnis kembali merangkak meski belum optimal.
Per November, total karyawan yang kembali bekerja sudah mencapai 60 persen. Itu semua bisa terjadi berkat arus wisatawan domestik yang sudah mulai berani berlibur kembali di tengah kenormalan baru.
Toko ini juga sibuk berbenah dan beradaptasi agar bisa kembali bangkit. Penyesuaian yang dilakukan di Krisna meliputi penerapan protokol kesehatan di seluruh toko, mulai dari wastafel untuk mencuci tangan di area publik, wajib memakai masker, pengukuran suhu tubuh sebelum pembeli masuk hingga penyediaan hand sanitizer.
"Sebelum pandemi omzet luar biasa, di masa pandemi Krisna dan bisnis pariwisata lain terdampak sekali. Sekarang sudah 40 persen, saya optimistis 2021 omzet Krisna kembali lagi ke 100 persen."
Baca juga: Indah Kalalo promosikan keindahan Nusa Penida
Baca juga: Inspirasi rencana perjalanan liburan ke Yogyakarta
Baca juga: Tempat yang bisa dikunjungi untuk habiskan akhir pekan Idul Adha
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020