Dan itu semua akan menjadi bagian dalam pengkajian dan penerapan BPPT, dan jadi kesempatan untuk menghadirkan semua teknologi yang mampu menghasilkan bauran energi
Penguasaan teknologi dan inovasi serta kebijakan harga menjadi keharusan untuk Indonesia bisa sukses mencapai target bauran energi 23 persen pada 2025.
Demikian ujar Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto dalam webinar "Riset dan Inovasi untuk mendukung Pencapaian Target Bauran Energi" diselenggarakan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemristek/BRIN) di Jakarta, awal November 2020.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pada 2025, peran energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional ditargetkan mencapai 23 persen dan diharapkan terus meningkat menjadi 31 persen pada 2050.
Dan, menurut Djoko, dalam Perpres RUEN tersebut sebetulnya telah ditetapkan target EBT pada 2020 sudah mencapai 13,42 persen. Namun sampai semester satu, bauran energi baru sampai 10,9 persen.
Pandemi COVID-19 berdampak pula pada sektor energi, di mana harga energi fosil dunia semakin murah sementara EBT tidak kunjung turun. Kondisi tersebut menyulitkan upaya mencapai target bauran energi Indonesia.
“Yang bisa bikin EBT murah sepanjang sejarah hanya inovasi iptek dan kebijakan harga. Maka akan cepat meningkat EBT-nya,” kata Djoko ketika menjelaskan bagaimana inovasi, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) berperan penting untuk menciptakan energi baru terbarukan.
Ia mengatakan RUEN dibuat berdasarkan perkiraan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, tujuh hingga delapan persen.
Dengan adanya pandemi COVID-19, pemerintah memang meninjau lagi target bauran energi untuk tahun-tahun berikutnya, terlebih saat ini produksi batu bara terus meningkat melebihi Rencana Umum Energi Nasional sehingga jadi pekerjaan rumah untuk dikendalikan.
Meninggalkan LPG
Guna memenuhi target bauran energi 23 persen di dalam RUEN terdapat 124 program, 59 strategi dan 383 kegiatan yang melibatkan 13 kementerian/lembaga (K/L) yang masing-masing memiliki tugas dan program. Salah satu strategi yang akan dilakukan pada 2021 untuk meningkatkan bauran energi dengan mengalihkan penggunaan LPG ke listrik.
Djoko mengatakan impor LPG cukup besar saat ini karenanya pemerintah ingin mengurangi mengalihkan penggunaan gas di rumah tangga ke listrik di 2021.
Baca juga: PLN peroleh pinjaman 500 juta dolar untuk infrastruktur listrik EBT
Namun, program tersebut butuh bantuan kajian dan riset kompor listrik dari para peneliti di Tanah Air, agar mampu menciptakan dan memproduksi teknologi kompor listrik berdaya kecil.
"Kompor listrik yang ada di pasaran sekarang dayanya masih besar dan masih impor. Kami yakin impor bisa dikurangi termasuk konsumsi daya listriknya bisa diperkecil dengan melakukan riset dan menciptakan inovasi di dalam negeri," ujar dia.
Bahan bakar nabati
Untuk bahan bakar nabati, ia mengatakan peta jalan pembangunan kilang katalis untuk bensin maupun diesel berbahan baku crude palm oil (CPO) dilakukan dengan mencampur biodiesel 30 persen yang dilakukan pada 2020-2035.
Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) Subagjo mengatakan katalis untuk mengonversi minyak sawit menjadi diesel biohidrokarbon dan mengonversi minyak inti sawit atau minyak kelapa menjadi bio avtur pengembangannya dilakukan bersama PT Pertamina (Persero).
Sejauh ini, katalis sudah diuji dalam skala komersial untuk memproduksi diesel 10 persen (D10) dan diesel 100 persen (D100).
Pada Maret 2019, pengujian untuk D10 dilakukan, sedangkan D100 dilakukan pada Juli 2020 di Dumia, Riau. Selain itu, segera akan dibuat unit percontohan untuk mengonversi minyak sawit menjadi bensin yang akan dioperasikan awal 2021.
"Kami juga melakukan penelitian untuk mengintegrasikan industri biofuel dengan kebun sawit. Saat ini di Pertamina bahan bakar minyak menggunakan katalis yang hampir seluruhnya impor kecuali 200 ton yang kami suplai dari hasil penelitian bersama, kemudian 'crude oil' sekitar 40 persen impor. Bensin, solar, dan avtur, terutama bensin sebagian juga impor, padahal kita punya kebun sawit yang produksinya sangat besar," katanya.
Saat ini, ia bekerja sama dengan Pertamina dan PT Pupuk Kujang untuk membangun pabrik katalis nasional, di antaranya akan memproduksi katalis untuk proses hidrotreating dan untuk konversi minyak sawit menjadi solar dan avtur dalam co-processing. Sehingga akhirnya BUMN migas tersebut dapat menggunakan industrial vegetable oil untuk menghasilkan biofuel.
Kepala Balai Teknologi Bahan Bakar Dan Rekayasa Disain (BTBRD) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Ari Rahmadi mengatakan sedang melakukan riset untuk mengembangkan minyak mentah bio yang merupakan konversi dari biomassa-biomassa padat menjadi cair dari tandan kosong kelapa sawit yang diberi nilai tambah tinggi sehingga setara dengan 40 dolar AS per barel untuk mampu bersaing dengan minyak mentah fosil.
Sedangkan bioethanol sudah dikembangkan tapi persoalannya harga yang belum kompetitif sehingga, ia menyarankan pembentukan feed stock yang disinergikan dengan kebun energi dari gula, tebu atau sagu.
AI sektor energi
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan tantangan saat ini adalah bagaimana kecerdasan buatan (artificial intelligent/AI) dapat membantu memodernisasi sektor energi.
Penggunaan AI tentu ingin mendorong semua kemampuan EBT sekaligus mengembangkan jaringan cerdas dalam energi, bisa diterapkan dalam tenaga pembangkitnya, peningkatan tenaga angin, prediksi tenaga pembangkitnya, hingga ada stabilitas dan durabilitas angin.
"Karena sesungguhnya tantangannya EBT adalah bagaimana keberlanjutan dari pada transmisi dan bagaimana sustainability penyediaan energi baru terbarukan. Khususnya dalam mencapai target bauran 23 persen di 2035," kata dia.
Baca juga: Ikatan Alumni ITB-KBRI Den Haag dorong kerja sama EBT dengan Belanda
Jadi, ujar dia, jika dilihat implikasi dari AI di industri energi maka bisa dilihat hampir di semua rantai nilai yang diberikan oleh energi, contoh bauran energi nuklir dalam Outlook BPPT yang tentu saja akan didukung oleh revolusi industri 4.0 di mana tentu kontribusi AI akan mencuat baik dalam generator tenaga, sistem transmisi, sistem distribusi, konsumsi energi dan dalam ekosistem industri energi.
"Dan itu semua akan menjadi bagian dalam pengkajian dan penerapan BPPT, dan jadi kesempatan untuk menghadirkan semua teknologi yang mampu menghasilkan bauran energi," ujar Hammam.
Begitu banyak opsi teknologi dan inovasi yang berkembang di dunia untuk beralih menuju energi bersih, bahkan teknologi pembangkit listrik tenaga nuklir terkini tetap dikembangkan meski dua kecelakaan besar reaktor sudah terjadi. Small modular reactor berdaya 300 megawatt (MW) dikembangkan di dunia, dengan kelebihan masing-masing bagian dapat dikembangkan oleh pabrik berbeda.
"Trennya karena ukuran dibuat kecil maka bisa distandarisasikan, bisa direplikasi yang mirip," kata Kepala BATAN Anhar Riza Antariksawan.
Harapannya pengembangan small modular reactor tersebut dapat memperbaiki dari sisi ekonomi, karena pembangunannya tidak lama dan bisa dibangun paralel, menghemat waktu yang mempermurah biaya kapitalnya.
Selain itu, waktu konstruksinya lebih cepat dan terpenting bisa disinergikan dengan sumber EBT lainnya.
Sudah mulai ada yang membangun teknologi tersebut, namun ia mengatakan diprediksi baru pada 2030 akan proven. Korea Selatan dan Arab Saudi sedang mengembangkan reaktor bertipe smart modular.
Pandemi COVID-19 mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan lingkungan guna memastikan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) tidak kebablasan setelah krisis kesehatan berlalu, maka peralihan energi fosil ke EBT mendesak untuk dipercepat.
Pengembangan dan penggunaan ilmu pengetahuan untuk menciptakan teknologi dan inovasi penghasil energi bersih menjadi keniscayaan.
Baca juga: Ini upaya pemerintah dorong pengembangan EBT pada industri
Baca juga: Dukung pemanfaatan EBT, Indonesia Re dorong pengkajian risiko panel surya
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021