Refly Harun mengatakan, perhelatan pemilu dan pilkada itu harus berlangsung sesuai asasnya. Yakni, Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia (Luber) serta, Jujur dan Adil (Jurdil). Hal ini agar elektoral justice (keadilan pemilu) dapat terwujud.
"Jadi, tidak boleh penyelenggara pemilu itu memenangkan paslon yang terang-terangan berbuat curang. Itulah kira-kira prinsip elektoral justice itu," ujarnya kepada wartawan usai memberikan keterangan ahlinya pada sidang lanjutan sengketa Pilkada Sumbawa di Kantor Bawaslu NTB.
Refly menegaskan, dalam kerangka pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM) itu, unsur terstruktur bisa dilakukan oleh tertentu yang dominan memiliki power atau kekuatan di suatu wilayah.
Baca juga: Bawaslu NTB mulai sidangkan dugaan kecurangan di Pilkada Sumbawa
"Nah di sidang tadi, saya bercanda jika terstruktur itu bisa dilakukan cenderung Presiden. Karena jika Ketua RT, jelas sulit. Mengingat, Ketua RT memiliki keterbatasan dalam banyak hal, sehingga beda dengan Presiden yang punya segala-galanya," tegasnya.
Sedangkan, sistematis dan masif itu. Menurut Refly, direncanakan memang sedari awal, serta masive itu bisa berarti spreading (menyebar) di semua kecamatan atau bisa juga hanya satu dan kecamatan saja.
"Di kesaksian ahli saya, kasus TSM khususnya sistematis dan masif itu pernah terjadi di Pilgub Jatim, yakni di wilayah Pulau Madura. Di mana, hanya tiga wilayah yang dipersoalkan, yakni Sampang, Pamekasan dan Bangkalan. Namun oleh majelis hakim, tiga wilayah ini bisa mewakili keseluruhan wilayah Pulau Madura dan Provinsi Jawa Timur," jelas Refly.
"Contoh TSM di Jatim adalah pertama di Indonesia. Makanya saya berikan gambaran sesuai keahlian saya untuk bisa membuka khasanah berpikir majelis hakim di Bawaslu NTB yang tengah menyidangkan kasus Pilkada Sumbawa," sambungnya.
Terkait kedatangannya ke sidang Bawaslu NTB kali ini. Refly menuturkan, jika dirinya didatangkan untuk hadir oleh paslon nomor urut lima (Jarot-Mokhlis). Namun ia mengakui, jika belum mengenal paslon tersebut.
"Sampai saya datang ke Mataram dan bersaksi di sidang Bawaslu, saya belum kenal dengan paslon nomor urut lima itu," ucapnya.
Dalam kesempatan itu. Refly menyatakan terkait akan hadirnya sejumlah saksi dari kalangan pejabat ASN Pemprov NTB di Pilkada Sumbawa kali ini. Kata dia, sejatinya ASN itu boleh saja bersaksi di persidangan.
Baca juga: Bawaslu tindak lanjuti dugaan politik uang di Sumbawa
Namun yang enggak boleh itu, lanjut Refly, selepas menjadi saksi, para pejabat ASN itu diberikan sanksi berupa hilangnya jabatan mereka, lantaran paslon yang didukung oleh atasannya itu kalah di kontestasi Pilkada.
"Saya minta agar para ASN Pemprov perlu diberikan perlindungan. Sebab, hadirnya mereka di sidang adalah sebuah kewajiban konstitusi. Tapi, penyakitnya besok setelah bersidang, jabatannya melayang manakala paslon yang diusung pimpinananya kalah," katanya.
Kuasa hukum paslon Mahmud Abdullah-Dewi Noviany (Mo-Novi), Wahid Jan mengaku optimis gugatan paslon Jarot-Mokhlis akan ditolak oleh majelis hakim. Sebab, jika ditelisik fakta persidangan dengan pembuktian, terlihat jauh sekali.
"Bagaimana membuktikan adanya unsur TSM, kan faktanya di 14 kecamatan di Sumbawa, justru sebagian mereka (Jarot-Mokhlis) yang menang. Maka, instensitas itu yang kita pertanyakan sedari awal," tegasnya.
Wahid Jan menegaskan, tak mempersoalkan kehadiran pakar hukum tata negara, Prof Refly Harun dalam persidangan kali ini. Sebab, Prof Rely berbicara adalah kapasitasnya sebagai keterangan ahli sesuai keilmuwannya. Di antaranya, asas, prinsip dan pelanggaran TSM.
"Dari materi pak Prof Refly oke, tapi beliau belum masuk ke unsur yang mana di Pilkada Sumbawa yang masuk kategori TSM. Jadi jauh lah saksi ahli menerangkan kesaksian yang bukan fakta," ucapnya.
Disinggung apakah paslon Mo-Novi akan pula menghadirkan saksi ahli nasional sekelas Prof Rely Harun pada sidang berikutnya. Menurut Wahid Jan, pihaknya belum sampai kepikiran kearah sana.
"Insya Allah, nanti sore selepas sidang akan kita rapatkan dengan kuasa hukum lain serta tim pemenangan paslon Mo-Novi apakah perlu menghadirkan saksi ahli nasional atau tidak," katanya.
Komisioner Bawaslu Provinsi NTB, Divisi Hukum, Data dan Informasi, Suhardi mengatakan, kehadiran saksi ahli sesuai dengan perkara dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM) pasangan calon Mahmud Abdullah-Dewi Noviany (Mo-Novi) yang dilaporkan oleh tim paslon Sumbawa Syarafuddin Jarot-Mokhlis (Jarot-Mokhlis) pada Pilkada Sumbawa, menjadi sangat urgen.
Sebab, meski keterangannya hanya berdasarkan keilmuwanya, namun jika disesuaikan dengan penanganan pokok perkara TSM hal tersebut menjadi vital dan utama.
"Saksi ahli bukan soal menguntungkan siapa yang ia dampingi. Namun karena dia juga bersifat independen maka itu juga bisa menguntungkan pihak terlapornya," katanya.
Baca juga: KPU Papua: Yusak-Yakob raih suara terbanyak Pilkada Boven Digoel
Sementara itu, calon Bupati Sumbawa Jarot mengatakan kehadiran Refly Harun dalam sidang sengketa di Bawaslu NTB untuk memberikan keterangan sebagai seorang ahli hukum tata negara atau sesuai keahliannya, sehingga bisa menilai secara objektif dan keterangan yang diberikan bisa refresentasif.
"Kapasitas beliau (Refly,red) itu sebagai seorang ahli di bidangnya, sehingga bisa memberikan penjelasan secara objektif dan bisa menjadi acuan yang refresentasif bagi Bawaslu untuk memutuskan sesuai yang sebenarnya," jelas Jarot.
Karena itu kata dia, kehadiran Refli Harun bukan pada persoalan menjelaskan bukti kuat atau bukti tidak kuat. Karena yang akan memutuskan bahwa ada pelanggaran TSM yakni Bawaslu NTB.
"Kita berikan yang terbaik sesuai keahliannya sehingga ada gambaran," tegas Jarot.
Meski demikian, Jarot mengaku tetap optimis dapat memenangkan gugatan di Bawaslu NTB.
"Saya optimis dapat menang dalam sidang di Bawaslu NTB. Kami sudah berikan sesuatu yang terbaik. Dan apa yang kami lakukan bisa menjadi pembelajaran bukan hanya kepada pasangat Jarot-Mokhlis tapi seluruh masyarakat beserta calon lain yang ikut dalam kontestasi Pilkada Sumbawa," katanya.
Baca juga: Pakar dorong pengejaran buronan kakap lain
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021