• Beranda
  • Berita
  • Pengamat soroti pendekatan baru dalam PNBP sektor perikanan nasional

Pengamat soroti pendekatan baru dalam PNBP sektor perikanan nasional

8 Januari 2021 14:10 WIB
Pengamat soroti pendekatan baru dalam PNBP sektor perikanan nasional
Nelayan menjala ikan saat tidak melaut di Pantai Malabero, Bengkulu, Kamis (7/1/2021). ANTARA FOTO/David Muharmansyah/wsj.

sinergi antara kedua pendekatan tersebut dapat dilakukan karena penerbitan perizinan untuk melaut sebenarnya bergantung kepada stok ikan

Pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyoroti langkah Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang ingin melakukan pendekatan baru dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor perikanan nasional.

Abdul Halim  di Jakarta, Jumat  menanggapi pernyataan Menteri Trenggono yang ingin mengubah pendekatan dalam memperoleh PNBP Perikanan dari yang berlandaskan perizinan menjadi pungutan hasil perikanan.

Menurut dia, sinergi antara kedua pendekatan tersebut dapat dilakukan karena penerbitan perizinan untuk melaut sebenarnya bergantung kepada stok ikan yang tersedia di setiap wilayah pengelolaan perikanan (WPP).

"Kedua pendekatan bisa disinergikan," katanya.

Dengan demikian, lanjutnya, maka setelah adanya penentuan alokasi kapal tangkap perikanan yang diberi izin, baru bisa dihitung berapa sebenarnya besaran pungutan yang akan diperoleh dalam konteks PNBP sektor perikanan.


Baca juga: KKP: Capaian PNBP perikanan tangkap tahun 2020 lampaui 2019



Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono ingin mengubah pendekatan dan mengkaji formulasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor kelautan dan perikanan dari perspektif perizinan menjadi pungutan hasil perikanan.

"Jadi misal nilai tahun depan seluruh perizinan bebas biaya tapi produksi penangkapannya ada yang masuk ke negara," kata Menteri Trenggono.

Trenggono menilai, PNBP dari bidang perikanan tangkap yang hanya Rp596,92 miliar selama periode 1 Januari-29 Desember 2020, tidak sebanding dengan estimasi tangkapan ikan yang mencapai 7,7 juta ton.

Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan meminta jajarannya untuk menghitung ulang potensi PNBP yang bisa dimaksimalkan untuk pemasukan negara.

"Saya ingin benefitnya bukan dari perizinan tapi PNBP. Produksi 7,7 ton (2020) itu berapa rupiah? Dihitung. Tidak masalah masuk ke pusat atau daerah. Dipecah yang nasional berapa daerah berapa," ujarnya.


Baca juga: Menteri Kelautan ingin ubah pendekatan PNBP sektor perikanan nasional

Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, menyampaikan bahwa persentase capaian PNBP tahun 2020 sebesar 66,69 persen dari target yang telah ditetapkan Rp900,3 miliar.

Menurut Plt Dirjen Perikanan Tangkap KKP tersebut, terjadinya peningkatan ini terjadi seiring dengan banyaknya permohonan izin perikanan tangkap yang masuk melalui sistem informasi izin layanan cepat (SILAT) yang diinisiasi KKP sejak tahun 2019 lalu.

Zaini menegaskan sistem perizinan cepat ini juga sejalan dengan hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dengan semangat percepatan dan efektivitas pengurusan izin.

Ia berpendapat, tujuannya untuk memberikan pelayanan prima kepada pelaku usaha perikanan tangkap dan berkontribusi dalam roda ekonomi meski di tengah pandemi COVID-19.

"Adanya UUCK ini semakin melegitimasi percepatan perizinan tersebut sekaligus menegaskan komitmen pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi pelaku usaha. Selain itu, juga mengintegrasikan perizinan usaha perikanan tangkap kepada satu lembaga, yaitu KKP," jelas Zaini.


Baca juga: PNBP sumber daya perikanan tangkap naik kala pandemi COVID-19

Baca juga: DPR Belum Setujui PNBP dari Klaster Perikanan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021