"Dan kami juga berharap bahwa bukan hanya bicara tentang pengadaan vaksin namun juga tentang proses vaksinasinya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Mengapa demikian, karena setiap imunisasi yang dilakukan ada kejadian ikutan pasca imunisasi. Karena itu, kita tunggu hasil uji klinis vaksinnya selesai, jangan diburu-buru," kata Netty Prasetiyani di Bandung, Sabtu.
Politisi perempuan ini juga meminta pemerintah tidak terburu-buru melakukan vaksinasi COVID-19 di Indonesia karena faktor keamanan dan kehalalan vaksin tersebut harus benar-benar sudah dijamin oleh BPOM dan MUI, sebelum diberikan kepada masyarakat.
Baca juga: Wapres: Meski telah divaksin, protokol kesehatan tetap harus dipatuhi
"Dan kami juga meminta pemerintah tidak terburu-buru untuk menunggu hasil uji klinis tahap tiga vaksin COVID-19 oleh FK Unpad di Bandung terhadap 1.620 relawan. Kami berharap hasil uji klinis ini dipublikasikan kepada masyarakat dengan transparan, akuntabel dan penuh kejujuran," kata Netty.
Istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ini menuturkan pihaknya ingin memastikan vaksin apa pun, baik yang dibeli dari luar negeri, diproduksi dalam negeri, atau yang dikerjasamakan dengan berbagai negara harus memenuhi tiga persyaratan utama.
"Yang pertama ialah vaksin harus memenuhi aspek safety atau keamanan. Kemudian kedua adalah efikasi, khasiat, dan kebermanfaatan vaksin. Kemudian yang ketiga adalah kualitasnya," kata dia.
Menurut dia pemerintah jangan sampai mengintervensi Badan POM, pemerintah harus membiarkannya bekerja secara independen sampai mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) terhadap vaksin tersebut dan juga kepada MUI untuk menjamin kehalalannya.
"Kalau ini bisa dilakukan, tentu saja harus ada tata kelola komunikasi publik yang baik dari pemerintah kepada masyarakat mengenai vaksin ini," kata dia.
DPR RI, kata Netty, selama ini menemukan bahwa kini begitu banyak berita yang simpang siur, informasi yang harus diperjelas oleh pemerintah, mengenai vaksin ini.
Sehingga pihaknya berharap pemerintah mampu memastikan bahwa vaksin yang dibeli dan yang disiapkan oleh pemerintah adalah vaksin yang memenuhi tiga aspek tadi.
Baca juga: Distribusi vaksin COVID-19 di Kalteng melalui jalur darat dan udara
Lebih lanjut ia mengatakan vaksinasi ialah sebuah solusi jangka panjang penanganan sebuah wabah dan penanganan utama masih tetap pada gerakan 3M dan 3T di tengah masyarakat sehingga masyarakat memiliki benteng perlindungan diri di tengah wabah.
"Ini dikarenakan vaksin bukan satu-satunya game changer. Vaksin bukan satu-satunya pemutus pertarungan kita dengan COVID-19. Ada banyak yang harus terus diperbaiki, yang pertama tentu saja 3M atau Memakai masker, Menjaga Jarak, dan Mencuci Tangan kemudian juga 3T atau Testing, Tracing, and Treatment," katanya.
Pihaknya menambahkan pemerintah harus menambah kapasitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan dan pada masa pandemi ini, lebih dari 500 tenaga kesehatan meninggal akibat COVID-19 padahal untuk mencetak seorang dokter dan perawat dibutuhkan waktu lebih dari lima tahun.
"Saat ini rasio dokter kita baru 0,4 per seribu penduduk. Tempat tidur rumah sakit kita baru 1,2 per seribu penduduk. Ini artinya ini yang harus dijawab oleh menteri yang baru ya. Bagaimana menggerakkan sumber daya kesehatan ini bisa menahan laju COVID-19," ujar Netty.
Baca juga: Anggota DPR ingatkan BPOM tidak terbebani target penyuntikan vaksin
Baca juga: Anggota DPR dukung kebijakan keringanan dalam biaya pengurusan SIM
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021