• Beranda
  • Berita
  • Mencari paradigma yang pas dalam pengelolaan PNBP sektor perikanan

Mencari paradigma yang pas dalam pengelolaan PNBP sektor perikanan

20 Januari 2021 12:45 WIB
Mencari paradigma yang pas dalam pengelolaan PNBP sektor perikanan
Ilustrasi - Kapal nelayan. Penerimaan PNBP sektor perikanan perlu dioptimalkan terutama untuk kesejahteraan masyarakat pesisir di Tanah Air. ANTARA/HO-KKP
Banyak yang belum menyadari bahwa sebenarnya pendapatan yang diperoleh negara bukanlah hanya dari pajak semata, tetapi ada berbagai aspek dalam APBN yang terkait dengan sisi dari anggaran pendapatan.

Seperti diketahui, berbagai unsur dari anggaran pendapatan negara dalam APBN sebenarnya dapat diperoleh baik dari penerimaan perpajakan, penerimaan hibah dari dalam dan luar negeri, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Sedangkan yang termasuk dalam kelompok PNBP meliputi antara lain penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah, penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi, serta penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam, termasuk dari sektor perikanan.

Sebagai salah satu pejabat yang teranyar diangkat oleh Presiden Joko Widodo dalam jajaran kabinetnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga memiliki cara pandang untuk melihat pengelolaan PNBP dari sektor kelautan dan perikanan nasional.

Trenggono mengusulkan untuk mengubah pendekatan dan mengkaji formulasi PNBP di sektor kelautan dan perikanan dari perspektif perizinan menjadi pungutan hasil perikanan.

Ia mencontohkan dengan perubahan tersebut, maka bisa saja bila tahun depan seluruh perizinan dijadikan bebas biaya, tetapi pemasukan lebih ditekankan kepada produksi atau hasil tangkapan pelaku usaha perikanan yang telah melaut.

Salah satu alasan mengapa orang nomor satu di KKP itu ingin mengubah paradigma terkait PNBP, karena dia melihat tidak sebandingnya PNBP dari bidang perikanan tangkap yang hanya sebesar Rp596,92 miliar selama periode 1 Januari-29 Desember 2020. Padahal, estimasi tangkapan ikan yang bisa dioptimalkan setiap tahunnya untuk saat ini diperkirakan mencapai 7,7 juta ton. Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan meminta jajarannya untuk menghitung ulang potensi PNBP yang bisa dimaksimalkan untuk pemasukan negara.

Selain itu, dirinya juga tidak mempermasalahkan mengenai pengelolaan dari PNBP apakah masuk ke pusat atau daerah asalkan pembagiannya bersifat adil.

Menteri Kelautan dan Perikanan juga menginginkan berbagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) mestinya bisa menjadi etalase yang memiliki visi pengamanan ekosistem dan pengelolaan ruang ekonomi. Dengan kata lain, berbagai UPT yang tersebar sebenarnya dapat menentukan kriteria proses bisnis dari pengelolaan yang dilakukannya sehingga dapat ditentukan nilainya berapa.

Maksimal

Melalui perubahan paradigma atau cara pandang, maka diharapkan ke depannya dapat diperoleh PNBP yang maksimal dari sektor kelautan dan perikanan. Sehingga, hasilnya juga dapat bisa lebih besar yang tersalurkan dan disalurkan langsung oleh masyarakat seperti melalui pembangunan infrastruktur, penyediaan sarana-prasarana dan fasilitas yang mumpuni untuk nelayan.

Sebenarnya, berdasarkan data dari KKP, capaian PNBP sumber daya alam perikanan tangkap terus mengalami peningkatan sehingga jumlah PNBP tahun 2020 bisa melampaui capaian 2019.

Menurut Plt Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini, hingga 31 Desember 2020, PNBP yang diterima telah mencapai Rp600,4 miliar. Angka tersebut telah melampaui capaian total PNBP tahun 2019 sebanyak Rp521,37 miliar. Persentase capaian PNBP tahun 2020 itu sendiri adalah 66,69 persen dari target yang telah ditetapkan Rp900,3 miliar.

Terjadinya peningkatan ini terjadi seiring dengan banyaknya permohonan izin perikanan tangkap yang masuk melalui sistem informasi izin layanan cepat (Silat) yang dibuat KKP.

Dengan Silat, maka KKP juga selaras dengan kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja yang memiliki semangat untuk melaksanakan percepatan dan efektivitas pengurusan izin.

Sejak diluncurkan 31 Desember 2019 lalu, sebanyak 8.438 dokumen perizinan usaha perikanan tangkap telah diterbitkan. Dokumen tersebut terdiri dari 2.499 surat izin usaha perikanan (SIUP), 5.516 surat izin penangkapan ikan (SIPI) dan 423 surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI).

Bukan hanya di bidang perikanan tangkap, pada bidang pengelolaan ruang laut, KKP juga mencatat bahwa realisasi PNBP Ditjen Pengelolaan Ruang Laut sampai dengan 5 Desember 2020 mencapai Rp7,9 miliar, atau melampaui target yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu Rp6 miliar.

Pencapaian jumlah yang melebihi target tersebut juga selaras dengan capaian luas kawasan konservasi perairan sampai dengan triwulan III-2020 telah mencapai 23,9 juta hektare (ha), atau melampaui dari target yang telah ditetapkan, yakni 23,8 juta ha.

Aplikasi

Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP Suharyanto juga menyatakan bahwa aplikasi yang terdapat dalam http://sihandal.kkp.go.id turut berkontribusi kepada meningkatnya PNBP pengelolaan ruang laut pada tahun 2020.

Sebelum adanya Sihandal, para pelaku usaha harus datang ke kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) KKP untuk memperoleh izin lokasi. Hal tersebut dinilai merepotkan karena seperti pelaku usaha di pulau-pulau kecil terluar maka harus mengurus izin lokasi harus datang ke Jakarta.

Dengan adanya Sihandal, maka pelaku usaha dapat mengakses proses perizinan tersebut di mana saja dan kapan saja, sehingga meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Selain itu, Aplikasi http://sihandal.kkp.go.id juga dinyatakan terintegrasi pula dengan Online Single Submission (OSS) di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Menteri Trenggono menyakini bahwa dengan perubahan ke arah kebijakan transformasi digital adalah upaya yang baik untuk meningkatkan kontribusi PNBP dari sektor kelautan dan perikanan. Apalagi, masih menurut dia, sistem teknologi sudah berkembang pesat sehingga produktivitas di setiap kapal yang berlayar mencari ikan dapat dimonitor 24 jam per hari atau setiap saat, serta akan memudahkan keterlacakan data mulai dari jenis ikan yang ditangkap, hingga berat tangkapan ikan di kapal tersebut.

KKP juga menyatakan bahwa tahap awal dari pengembangan teknologi yang memudahkan KKP dalam menghitung jumlah produktivitas nelayan beserta harga jual hasil tangkapan sudah berjalan. Nantinya, sistem tersebut bakal terhubung dengan pendataan di seluruh pelabuhan di Indonesia sehingga kita bisa didata jumlah hasil tangkapan secara lebih presisi.

Mengenai pendekatan baru dalam PNBP sektor perikanan nasional, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan bahwa sebenarnya kedua pendekatan bisa disinergikan.

Sinergi antara kedua pendekatan merupakan langkah yang tepat antara lain karena penerbitan perizinan untuk melaut sebenarnya bergantung kepada stok ikan yang tersedia di setiap wilayah pengelolaan perikanan (WPP).

Dengan demikian, lanjutnya, maka setelah adanya penentuan alokasi kapal tangkap perikanan yang diberi izin, baru bisa dihitung berapa sebenarnya besaran pungutan yang akan diperoleh dalam konteks PNBP sektor perikanan.

Namun begitu, apapun paradigma yang diterapkan dalam mengelola PNBP sektor kelautan dan perikanan, hal penting yang harus diperhatikan adalah memastikan agar PNBP tersebut benar-benar digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat, khususnya masyarakat pesisir di Tanah Air.

Baca juga: KKP genjot transformasi digital untuk tingkatkan PNBP sektor perikanan
Baca juga: Pengamat soroti pendekatan baru dalam PNBP sektor perikanan nasional
Baca juga: KKP: Capaian PNBP perikanan tangkap tahun 2020 lampaui 2019

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021