Monopoli tidak ‘fair’ (adil) apalagi infrastruktur itu kan dibangun menggunakan APBN dan Penyertaan Modal Negara (PMN)
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Kementerian Perhubungan serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera mengevaluasi dugaan praktik monopoli di Dermaga Eksekutif Pelabuhan Merak.
"Kita minta Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub untuk segera evaluasi monopoli ASDP di dermaga 6 atau dermaga eksekutif karena hal itu berpotensi melanggar Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," kata Ketua YLKI Tulus Abadi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Saat ini PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) merupkan operator kapal penyeberangan di dermaga eksekutif lintasan Merak-Bakauheni.
Menurut dia, dugaan monopoli dermaga eksekutif tersebut berpotensi melanggar hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam UU No. 8/1999, antara lain hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Di sisi lain, UU itu juga mewajibkan pelaku usaha untuk memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; serta wajib menjamin mutu barang dan/atau jasa berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
Baca juga: Gapasdap minta Dermaga 6 Merak sesuai standar eksekutif
Tulus mengatakan regulator harus konsisten dan berlaku adil terhadap semua operator agar dermaga itu bisa memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kepentingan publik.
Semua operator harus diberikan kesempatan yang sama selama memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan.
"Monopoli tidak ‘fair’ (adil) apalagi infrastruktur itu kan dibangun menggunakan APBN dan Penyertaan Modal Negara (PMN). Kecuali kalau dibangun sendiri oleh operator, tapi kalau menggunakan anggaran negara maka harus diberikan kesempatan bagi semua operator yang memenuhi standar," tandasnya.
Selain berpotensi melanggar UU Perlindungan Konsumen, menurut Tulus, monopoli dermaga itu juga berpotensi menabrak UU No. 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat, sebab menghalang-halangi operator lain untuk berusaha.
Karena itu, lanjut dia, KPPU perlu segera turun tangan agar kondisi itu tidak berlarut-larut dan merugikan hak konsumen.
Kemenhub juga diharapkan segera menyusun Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang adil untuk dermaga eksekutif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, seperti operator, konsumen (YLKI), pengamat, dan lainnya.
Baca juga: Ketua YLKI: Pengawasan di pelabuhan masih sangat lemah
Sementara itu, Ketua Dewan Penasihat DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) menilai kapal-kapal di Dermaga 6 belum memenuhi standar eksekutif, terutama dari sisi kapasitas angkut (ukuran kapal), kecepatan, kenyamanan, dan keselamatan.
Data menunjukkan kapal-kapal yang sandar di Dermaga 6 mayoritas panjang 110 meter, bahkan ada yang panjangnya cuma 80-an meter.
“Untuk menjamin kapasitas angkut, kapal di sana harusnya besar minimal panjang 160-180 meter atau sesuai dengan ukuran kade yang disiapkan," ujarnya.
Dari sisi kecepatan, lanjut Bambang Haryo, kapal yang melayani Dermaga 6 harus di atas 15 knot, namun kapal-kapal di dermaga tersebut rata-rata jauh di bawah 15 knot atau di bawah standar kecepatan kapal eksekutif.
Dalam hal kenyamanan, menurut dia, fasilitas kapal juga harus berbeda dari kapal regular, misalnya tersedia elevator atau eskalator ke geladak, kamar kelas eksekutif dan fasilitas VIP lainnya.
“Jadi, bukan hanya prasarana atau dermaganya yang kelas eksekutif, kapal-kapalnya juga harus benar-benar memenuhi standar eksekutif,” katanya.
Baca juga: Sejumlah menteri luncurkan aplikasi Ferizy di Pelabuhan Merak
Baca juga: Erick Thohir apresiasi pelayanan feri ASDP yang semakin baik
Baca juga: Empat pelabuhan ASDP terapkan penuh digitalisasi mulai 1 Maret2020
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021