Wahana Lingkungan Hidup Nusa Tenggara Barat menilai program zero waste atau bebas sampah yang digaungkan Pemerintah Provinsi NTB adalah program setengah hati.terjadi over kewenangan yang dilakukan provinsi
"Pandangan kami program zero waste atau bebas sampah ini belum memenuhi harapan, sehingga ada kesan Pemprov NTB setengah hati melaksanakan program ini," kata Eksekutif Daerah Walhi NTB, Murdani kepada wartawan di Mataram, Rabu.
Ia membeberkan program zero waste hanya sebatas program pencitraan semata, sebab hingga tahun 2020, pencapaian program tersebut hanya mampu mencapai kisaran 43 persen dalam menangani dan mengelola sampah di wilayah NTB. Sementara, pada tahun 2019, angkanya hanya sekitar 20,46 persen.
"Dari data itu. Artinya, masih ada sekitar 57 persen sampah yang masih belum dikelola dengan optimal oleh Pemprov NTB," ujarnya.
Menurut Murdani, tidak berjalannya pencapaian program zero waste, dipicu program ini terkesan eksklusif di level provinsi. Padahal, provinsi tidak memiliki kewilayahan dan masyarakat.
Selain itu, dalam Pergub 14 Nomor 5 tahun 2019 telah diatur kerja teknis berupa pembagiannya di lapangan dilakukan oleh pemda kabupaten dan kota. Namun hal itu sama sekali tidak dilakukan.
Baca juga: Inginkan "zero waste", NTB kampanyekan pilah sampah dari rumah tangga
Parahnya, menurut dia, tugas Pemprov yang seharusnya menetapkan arah dan kebijakan pengelolaan sampah yang akan menjadi pedoman kerja kabupaten dan kota juga terkesan tidak dilakukan.
"Kami sudah turun investigasi di lapangan. Hasilnya, terjadi over kewenangan yang dilakukan provinsi. Sehingga, efektifitas berjenjang dan koordinasi dengan pemda kabupaten dan kota yang harusnya dilakukan terlihat sangat lemah," jelas Murdani.
Ia menjelaskan, program zero waste yang didalamnya menargetkan satu desa satu bank sampah juga tidak berjalan dengan baik. Sebab, dengan jumlah desa di NTB mencapai sebanyak 995 desa dengan 145 kelurahan di semua wilayah NTB, justru target yang disasar hanya berjumlah 372 bank sampah.
Rinciannya, sebanyak 124 bank sampah menjadi tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sebanyak 202 ditangani oleh BUMDes dan 46 adalah mandiri.
"Asumsi sebanyak 372 bank sampah itu jelas keliru. Karena, jelas tidak semua desa di NTB yang disasar program ini. Padahal, di target yang dicanangkan sudah jelas jika semua desa di NTB yang berjumlah sebanyak 995 desa akan memiliki bank sampah," tegasnya.
Untuk itu, lanjut Murdani ada ketidaksinkronan pada program tersebut. Sehingga, ia tidak mengherankan di sejumlah wilayah di NTB. Salah satunya di Kota Mataram sebagai Ibu Kota Provinsi NTB terjadi timbunan sampah yang berserakan di sana-sini.
Hal ini, lantaran tugas pengawasan pengelolaan sampah yang harus dilakukan provinsi tidak dilakukan.
"Jadi ini lucu, provinsi turun ke kabupaten dan kota tapi pakai dana APBD nya. Sementara, pemda kabupaten dan kota enggak dibantu dalam hal pendanaanya. Kan harusnya, ada sharing-lah pendanaan dengan regulasi yang diatur dengan kesepakatan secara bersama-sama," ungkapnya.
Baca juga: Ketika sampah "disulap" menjadi ongkos naik haji
Murdani mempertanyakan inikator dari klaim keberhasilan program zero waste itu karena jika hanya sebatas membuat aplikasi Lestari dan banyak aduan dari masyarakat terkait sampah yang belum terangkut maka jelas peran Pemprov NTB tidak jalan dalam melaksanakan program unggulan itu.
"Janganlah buat narasi yang keliru selama ini. Yang benar itu, tugas provinsi itu hadir mengelola sampah di pesisir laut dan pantai sesuai kewenangannya di UU 23 tahun 2014 tentang pemda. Jika sekarang yang tugasnya pemda kabupaten dan kota diambil alih, maka itu yang keliru," ucap Murdani.
Terkait banyaknya hibah dan bansos yang diberikan pemprov pada sejumlah kelompok terkait pengelolan zero waste, menurut Murdani, hal itu jelas masuk kategori penyimpangan.
"Sudah jelas pemprov itu berfungsi mengatur dan mengkoordinasikan program. Ngapain mengambil peran langsung seperti pemda kabupaten.dan kota. Jadi, kalau ingin sukses dan berjalan program zero waste, ajak saja pemda kabupaten/kota berkoordinasi intensif. Karena amanat Perda Nomor 5 tahun 2019 juga jelas, yakni perda provinsi diturunkan menjadi perda kabupaten/kota untuk diikuti menjadi Perdes yang nanti mengatur juga alokasi anggaran untuk keberlangsungan program ini," katanya.
Baca juga: Pemprov NTB gandeng Pemkot Mataram kawal program bebas sampah
Baca juga: Perusahaan Biomassa terbesar Tiongkok siap olah sampah di NTB
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021