• Beranda
  • Berita
  • Kebijakan menekan mobilitas melandaikan grafik COVID-19

Kebijakan menekan mobilitas melandaikan grafik COVID-19

12 Februari 2021 09:27 WIB
Kebijakan menekan mobilitas melandaikan grafik COVID-19
Pada kurva harian tekonfirmasi positif COVID-19 secara nasional, terlihat puncak tertinggi di 30 Januari 2021 dengan angka penambahan harian 14.518 kasus, setelah itu melandai sampai menjelang Imlek. ANTARA/HO-Tangkap Layar covid19.go.id
Mobilitas menjadi salah satu faktor yang mempercepat laju penyebaran COVID-19. Beberapa kali masa liburan berjalan, efeknya dua sampai empat minggu kemudian daerah yang menjadi tujuan liburan atau pulang kampung mengalami kenaikan angka positif secara signifikan.

Secara nasional, dua pekan pertama Januari 2021, terjadi penambahan harian kasus positif secara nasional mencapai 11.278 orang, hampir tepat dua pekan setelah libur Natal dan Tahun Baru berakhir. Sementara dua hari sebelumnya kenaikan secara nasional di angka 10.047 orang, dalam dua hari lajunya bertambah 12 persen, luar biasa.

Padahal pada awal Desember 2020 atau sebelum liburan rata-rata kasus harian masih sekitar 6.000 orang per hari. Atau laju penambahan hampir seratus persen.

Percepatan ini tidak seiring dengan laju penambahan ruang perawatan khusus COVID-9 sehingga di sejumlah daerah tingkat keterisian ruangan itu di sejumlah rumah sakit di atas 75 persen.

Baca juga: Pemkot Bandung wajibkan warga di PPKM mikro minta surat jika bepergian

Baca juga: Satgas: PPKM berbasis mikro bukan pelonggaran tanpa dasar


Lonjakan kasus

Lonjakan kasus itu sebenarnya tidak perlu terjadi jika Pemerintah menekan lebih ketat mobilitas warga saat libur Natal dan Tahun Baru dengan bercermin dari dampak tiga kali libur panjang di 2020.

Tiga kali libur panjang itu telah mencatat lonjakan kasus COVID-19 yang signifikan. Tiga kali kejadian libur panjang 2020 adalah pada saat libur Idul Fitri di bulan Mei 2020, libur Hari Kemerdekaan di bulan Agustus, libur panjang di Oktober 2020.

Pada saat libur Idul Fitri pada 22-25 Mei 2020, terjadi kenaikan kasus setelah liburan yakni terjadi pada 6 Juni 2020 sampai dengan akhir Juni 2020 di mana terjadi peningkatan kasus sampai dengan sekitar 70-90 persen dari yang sebelumnya.

Sebelumnya angkanya pertambahan di kisaran 600 per harinya, namun tiba-tiba dia naik jadi 1.100 per harinya. Ini juga nyaris terjadi laju kenaikan seratus persen juga.

Pada libur panjang kedua yakni 20-23 Agustus 2020 waktu libur lebih lama dibandingkan libur yang sebelumnya dampaknya kenaikannya kasus COVID-9 terjadi pada pekan pertama sampai dengan akhir September 2020.

Kasus kumulatif mingguan bertambah dari 13.000 kasus naik jadi 30.000 kasus, artinya terjadi lonjakan seratus persen lebih.

Selain itu angka positivity rate-nya juga naik sampai dengan 3,9 persen. Positivity rate adalah jumlah berapa banyak orang yang positif dari seluruh orang yang diperiksa. Semakin banyak jumlah orang yang positifnya berarti laju penularannya semakin tinggi di daerah tersebut.

Sementara libur panjang ketiga adalah di bulan Oktober 2020 mulai dari 28 Oktober sampai 1 November 2020, di mana lonjakan kasus mulai terlihat tiga pekan setelah liburan. Saat itu angka positivity rate meningkat 1,30 persen secara absolut dibandingkan pekan sebelumnya.

Kemudian pada pekan keempat dan kelima setelah libur panjang ketiga itu terjadi kenaikan absolut 3,87 persen kasus positif COVID-9.

Secara ekonomi, empat libur panjang yang sudah dilalui telah memberikan nafas tambahan bagi pelaku bisnis khususnya sektor pariwisata untuk bertahan, namun jika dibanding dengan kenaikan signifikan laju tambahan kasus COVID-9 maka kerugian finansial sudah tidak lagi proporsional karena ongkos pemulihan kesehatan berlipat kali lebih besar dibanding keuntungan ekonomi yang diraih.

Itu belum lagi dihitung kerugian psikologis penderita dan keluarga, kehilangan waktu produktif dan yang paling bahaya adalah penyebaran virus yang pasti sebarannya makin meluas ke desa-desa.

Baca juga: MRT Jakarta ubah jam operasional ikuti ketentuan PPKM Mikro

Baca juga: Satgas: Terjadi penurunan kasus aktif PPKM satu ke PPKM dua


Capai 1,2 juta orang

Jumlah angka positif COVID-9 sampai 12 Februari 2020 ini sudah mencapai 1,2 juta orang dengan hampir satu juta orang yang dinyatakan sembuh sejak pasien pertama COVID-19 ditemukan di Indonesia pada Maret 2020.

Secara grafis akan terlihat kurva COVID-9 di Indonesia masih terus naik, walaupun sudah ada PPKM untuk Jawa dan Bali periode kedua.

Namun, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito tetap optimistis pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) akan berdampak signifikan dalam penanganan COVID-19.

Memang terbukti, dalam dua pekan pelaksanaan PPKM memang ada perubahan di mana grafiknya terlihat melandai saat itu perkembangan kasus aktif harian masih belum menurun, namun memasuki pekan ketiga setelah PPM tampak mulai penurunan kasus harian.

Semula kasus harian berada di kisaran belasan ribu kasus dimana puncak harian pada angka 14.518  di 30 Januari 2020, namun kemudian menurun sejak tanggal 8 sampai 12 Februari 2020 di kisaran 8.000 kasus, dan ini sebuah capaian yang bagus.

Semoga titik terkonfirmasi harian pada 14.500 kasus ini menjadi puncak yang tertinggi dan tidak lagi dipecahkan oleh rekor baru.

Saat mulai melandai ini, menjadi penting untuk tetap menekan mobilitas warga harus tetap ditekan, kalau perlu lebih lagi diperketat. Instruksi Menteri Dalam Negeri untuk melakukan PPKM mikro di tingkat desa/kelurahan menjadi sebuah strategi yang tepat untuk terus menekan mobilitas warga khususnya di daerah yang pergerakan kasusnya cukup mengkhawatirkan.

Dengan PPM mikro, artinya harus ada posko di desa, posko yang mendampingi puskesmas, yang mendampingi tim pelacak sebaran COVID-19 dan mengawasi mereka yang diisolasi atau dikarantina di rumah selama 14 hari. Desa dan kelurahan juga disarankan untuk menyediakan rumah karantina yang sewaktu-waktu dalam difungsikan.

Ini bukan pekerjaan mudah karena selain mengawasi mereka yang dikarantina juga harus siap memberikan logistik bagi kontak erat agar tidak bergerak ke luar rumah.

Sumber daya manusia dan pasokan dana untuk melaksanakan itu juga tidak sedikit karena itulah dana desa bisa digunakan untuk membiayai operasional satgas.

PPKM mikro yang merupakan kelanjutan dari PPKM tahap II yang berakhir pada 8 Februari 2021 ini merupakan proyek terbesar secara nasional karena pengawasan kasus COVID-19 harus ditangani secara serius di hingga tingkat desa.

Slogan untuk tetap di rumah seperti yang dianjurkan Gubernur Jawa Tengah dan larangan ASN untuk keluar daerah selama libur Imlek menjadi sebuah sinyal kuat bahwa mobilitas warga harus terus dikendalikan untuk menggapai kurva melandai seperti yang diharapkan Presiden Jokowi sejak pertengahan 2020.

Jika strategi PPKM mikro terus dijalankan, maka secara teori maka seharusnya tiga sampai empat pekan ke depan grafik kasus harian juga harus semakin menurun dan perlu terus dijaga lajunya dengan menerapkan pelonggaran mobilitas secara bijaksana.

Mengatur Perjalanan

Untuk mencegah penularan virus corona selama perjalanan, Satgas Penanganan COVID-19 juga sudah mengeluarkan aturan khusus untuk memperketat serta mengatur mobilitas pelaku perjalanan sebagai upaya pencegahan penularan virus selama libur panjang dan libur keagamaan Imlek 2021.

Melalui Surat Edaran nomor 7 tahun 2021 tentang Perpanjangan Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Pada Masa Pandemi Covid-19 yang berlaku efektif mulai 9 Februari 2021, bagi pengguna moda transportasi darat jarak jauh baik kereta api dan pribadi diharapkan menunjukkan surat keterangan negatif COVID-19 dari hasil tes RT-PCR atau rapid antigen atau GeNose tes yang sampelnya diambil 1x24 jam sebelum keberangkatan.

Surat edaran itu juga mewajibkan seluruh pelaku perjalanan baik menggunakan moda transportasi umum atau pribadi juga wajib mengisi formulir eHAC atau Health Alert Card yang dapat diakses secara daring.

Apabila hasil tes RT-PCR atau rapid test antigen atau tes GeNose negatif namun menunjukkan gejala, maka pelaku perjalanan tidak boleh melakukan perjalanan. Kemudian, yang bersangkutan wajib melakukan tes diagnostik RT-PCR dan isolasi mandiri selama hasil tunggu pemeriksaan.

Sejumlah pemerintah provinsi juga mulai bergerak untuk menjaga wilayahnya dari masuknya pelaku perjalanan yang diduga menjadi agen penular karena belum melakukan tes PCR atau tes antigen. Semoga penjagaan ketat juga berlangsung di desa-desa yang menerapkan PPKM mikro.

Jika strategi ini terus dijalankan setiap daerah, maka yang bisa bergerak adalah mereka yang sudah diyakini tidak mengidap virus corona, sehingga benar-benar sebaran virus ini bisa ditekan.

Gabungan strategi PPKM mikro dan pengawasan pelaku perjalanan, akan semakin menekan mobilitas warga.

Namun tetap diwaspadai munculnya potensi kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan di perkotaan dan pedesaan sehingga patroli satgas tingkat kecamatan dan desa untuk menjadi faktor penting untuk menjaga momentum penurunan laju kasus COVID-19 harian.

Angka-angka kasus harian nanti akan membuktikan apakah strategi itu mampu mencegah lonjakan kasus usai masa liburan seperti empat liburan yang sudah berlalu.

Baca juga: Panglima TNI instruksikan "bombardir" kampung zona merah di Jatim

Baca juga: Pengetatan PPKM mikro di Yogyakarta difokuskan di tingkat kelurahan


 

Pewarta: Budhi Santoso
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021