Hubungan antara Rusia dan negara-negara Barat, yang sudah berada di posisi terendah pascaPerang Dingin, telah mendapat tekanan baru terkait nasib kritikus Kremlin, Alexei Navalny.
Pemenjaraan dan perlakuan terhadap Alexei Navalny oleh Moskow telah meningkatkan prospek sanksi lebih lanjut terhadap Rusia.
Lavrov pekan lalu mengatakan bahwa Moskow akan siap memutuskan hubungan dengan Uni Eropa jika blok itu menghantamnya dengan sanksi ekonomi yang menyakitkan.
Pernyataan Lavrov itu digambarkan oleh Jerman sebagai pernyataan yang membingungkan dan tidak dapat dipahami.
Pada pembicaraan dengan menteri luar negeri Finlandia pada Senin (15/2), Lavrov menyalahkan Uni Eropa untuk hubungan yang buruk.
"Hubungan secara konsisten terpecah oleh Uni Eropa. Bangkai hubungan ini secara sadar dihancurkan atas inisiatif Brussels," kata Lavrov seperti dikutip oleh kantor berita RIA Novosti.
Tekanan sanksi telah berkembang sejak Rusia membuat marah negara-negara Eropa bulan ini dengan mengusir diplomat Jerman, Polandia dan Swedia tanpa memberi tahu kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, yang berada di Moskow untuk berkunjung pada saat itu.
Lavrov pada Senin (15/2) mengatakan: "Uni Eropa secara konsisten menghancurkan semua mekanisme tanpa kecuali."
Namun, lanjut dia, hal itu tidak berarti Rusia akan menarik diri dari hubungannya dengan masing-masing negara anggota EU.
"Jangan bingung antara Eropa dengan Uni Eropa. Ketika berbicara tentang Eropa, kami (Rusia) tidak akan ke mana-mana. Kami punya banyak teman di Eropa," kata Lavrov.
Sumber: Reuters
Baca juga: Rusia siap putus hubungan kalau EU jatuhkan sanksi keras
Baca juga: Negara EU desak sanksi terhadap Rusia terkait penangkapan Navalny
Baca juga: Navalny minta tindakan tegas Eropa atas penguasa yang dekat Kremlin
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021