Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) berharap pemerintah segera mengatur regulasi teknis di level kementerian dan lembaga untuk perkebunan kelapa sawit yang berada dalam kawasan hutan.Apkasindo mendorong agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Pertanian segera melakukan sinkronisasi penerbitan regulasi
"Apkasindo mendorong agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Pertanian segera melakukan sinkronisasi penerbitan regulasi terkait antara lain Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan peraturan Direktur Jenderal yang mengatur tentang kebun sawit," kata Ketua Umum Apkasindo Gulat ME Manurung dalam konferensi pers secara daring yang dipantau di Jakarta, Senin.
Asosiasi berharap agar regulasi teknis dapat segera diterbitkan khususnya untuk percepatan Program Peremajaan Sawit (PSR) atau penanaman kembali sebagaimana amanat Presiden Joko Widodo sebagai kegiatan Program Strategis Nasional (PSN) dan pemulihan ekonomi di masa pandemi COVID-19.
Selain itu, Apkasindo juga berharap diterbitkan regulasi yang mengatur agar petani sawit dapat mengurus sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) sebagai syarat wajib dalam amanah Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Khusus untuk regulasi yang mengatur tentang perhutanan sosial, Gulat berharap kepastian peraturan agar dapat memberikan akses legal bagi petani sawit dalam melaksanakan kegiatan perkebunan dan mengikuti program PSR dan ISPO, sehingga kegiatan tersebut tidak dapat diperkarakan baik pidana maupun perdata karena menjalankan usaha perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan.
Apkasindo mengapresiasi upaya pemerintah untuk mengatur penyelesaian permasalahan lahan petani kelapa sawit yang berada dalam kawasan hutan melalui sejumlah peraturan pemerintah sebagai regulasi turunan dari UU Cipta Kerja.
Regulasi tersebut antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Denda Administratif Di Bidang Kehutanan.
Apkasindo mengapresiasi ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 23 Tahun 2021, bahwa lahan petani sawit dalam kawasan hutan dengan mekanisme penguasaan lima tahun dan luas lahan maksimal 5 Ha diberikan kepada orang per orang serta terhadap pengakuan atas bukti-bukti kepemilikan lahan yang dimiliki petani tersebut.
Namun Gulat menekankan pada ketentuan penguasaan minimal 20 tahun sebagai syarat yang menentukan lahan tersebut akan dilepaskan dari kawasan hutan atau mengikuti perhutanan sosial untuk penguasaan di bawah 20 tahun.
Menurutnya, hal tersebut tidak tepat karena syarat penguasaan 20 tahun dinilainya baru relevan digunakan apabila tidak dapat ditemukan bukti-bukti penguasaan tanah yang sah seperti girik, letter C, sertipikat hak atas tanah, verklaring, dan lain-lain.
Dia juga mengusulkan agar ada revisi terhadap pengenaan denda administratif bagi petani kelapa sawit yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan seperti yang tertuang dalam PP Nomor 24 Tahun 2021. Menurutnya, formulasi denda administratif yang ditetapkan tersebut tidak akan mampu dibayar oleh 90 persen petani sawit dalam kawasan hutan.
Dia menilai kondisi budidaya sawit dan sarana jalan atau infrastruktur petani masih jauh dari ideal. "Karena itu perlu kehati-hatian dalam menentukan tarif pendapatan petani," kata Gulat.
Baca juga: Apkasindo apresiasi pemerintah tak pidana petani sawit kawasan hutan
Baca juga: Indonesia ajak Malaysia untuk lawan kampanye negatif kelapa sawit
Baca juga: Pemerintah akan beri kemudahan sertifikasi kelapa sawit
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021