"BPOM sangat mengapresiasi kepada CKD OTTO Pharma yang menghasilkan produk yang berdaya saing dan mampu berkompetisi di pasar internasional dan mampu memenuhi kebutuhan onkologi pasar global," kata Penny pada Jumat.
Sejumlah syarat harus dipenuhi agar obat dalam negeri bisa diekspor ke mancanegara, salah satunya obat harus menggunakan bahan berkualitas dan diproduksi di fasilitas yang sudah tersertifikasi CGMP (Good Manufaturing Product) yang diterbitkan oleh BPOM dan memenuhi persyaratan registrasi obat pengimpor.
Baca juga: Pakar: Bajakah harus diteliti lebih lanjut
Baca juga: Mahasiswa UI temukan obat alternatif kanker serviks
CKD OTTO bersama Saidal Grup (Badan Usaha Negara Aljazair) melakukan perjanjian ekspor obat onkologi, dengan mengekspor enam jenis obat kanker, yang diproduksi di Indonesia dalam bentuk bulk vial, yang kemudian akan mengalami pengemasan kedua di Aljazair.
Fase pertama akan dilakukan selama tiga tahun dengan nilai Rp250 milyar. Pada fase kedua, transfer teknologi akan dilakukan dari CKD OTTO kepada Saidal setelah pabrik onkologi Saidal grup selesai dibangun.
Dengan investasi bernilai lebih dari Rp400 miliar, pabrik onkologi CKD OTTO merupakan pabrik onkologi pertama di Indonesia yang telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI, sehingga diharapkan dapat menjangkau 2 miliar orang di negara-negara Islam dan negara-negara lainnya, termasuk pasar farmasi Aljazair yang menduduki posisi ke-2 di wilayah Tmur Tengah dan Afrika utara dengan nilai sebesar Rp56 triliun.
"Kami berharap semua obat unggulan hasil produksi CKO OTTO dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kesehatan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, kami juga berharap dapat berkontribusi terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Asia, dimulai dari Indonesia," kata Presiden Direktur PT CKD OTTO Pharmaceuticals, In Hyun Baik.
Penyakit kanker merupakan salah satu penyakit yang terus meningkat prevalensinya secara global.
Di Indonesia, dikutip dari Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, menunjukkan adanya peningkatan prevalensi tumor atau kanker dari 1,4 per 1.000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,8 per 1.000 penduduk di tahun 2018.
Secara global, dari data GLOBOCAN (Global Cancer Observatory), salah satu platform berbasis web interaktif yang menyajikan statistik kanker yang terkait dengan aspek pengendalian dan penelitian terkait kanker secara global, didapatkan data tahun 2020 terdapat 19,3 juta kasus baru secara global, dengan angka kematian tinggi yaitu sebanyak 10 juta kematian.
Peningkatan prevalensi tersebut menunjukkan adanya kenaikan permintaan untuk obat-obat onkologi.
Selain obat kanker yang diekspor oleh CKD OTTO, terdapat jenis obat lainnya seperti obat OTC, antibiotik, kortikosteroid dan obat resep lainnya serta herbal dan suplemen yang sudah dilakukan perusahaan farmasi lain di Indonesia.
Total nilai ekspor produk farmasi Indonesia berdasarkan data statistik Kementrian Perdagangan tahun 2020 adalah sebesar 592,5 juta dolar AS.
Baca juga: Obat kanker AstraZeneca gagal penuhi tujuan utama uji tahap 2 COVID-19
Baca juga: Tangkil atau melinjo berpotensi jadi suplemen cegah COVID-19
Baca juga: Terinspirasi lalapan, mahasiswa UB buat obat kanker mulut dari kemangi
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021