Eyos (Emporio Analytics Indonesia) menerbitkan hasil riset menunjukkan bisnis perdagangan independen modern di Indonesia tidak terpengaruh pandemi COVID-19 bahkan mengalami pertumbuhan.bisnis toko kelontong modern dan toko serba ada mandiri skala lokal tumbuh pesat
"Dampak pembatasan akibat pandemi membuat turunnya aktivitas bisnis dan ekonomi termasuk bisnis ritel eceran, namun riset kami terhadap dua ribu toko modern independen (modern trade independent/ MTI) ternyata tidak semuanya turun," kata Country Manager Eyos, Soon Lee di Jakarta, Senin.
Soon Lee mengatakan berdasarkan data beberapa merek dan peritel MTI baik di Ibu Kota maupun beberapa daerah di Indonesia masih bisa mempertahankan angka penjualannya dengan stabil, bahkan ada yang bisa tumbuh.
"Asal jeli dan konsisten dalam strategi pemasaran, situasi yang saat ini suram, sebenarnya masih bisa dibuat menjadi peluang yang positif,” ujar Soon Lee.
Riset pasar yang dilaksanakan Eyos selama September-Oktober 2020 terhadap lebih dari 2.000 toko ritel MTI di seluruh Indonesia, menemukan produk kategori besar seperti mie instan, susu, minyak goreng masih menunjukkan tren stabil bahkan cenderung positif dibanding sebelum pandemi.
Baca juga: Mendag: Kontribusi ritel tetap tinggi selama pandemi
Sedangkan, untuk kategori yang berhubungan dengan sanitasi dan imun mengalami peningkatan yang cukup masif, jelas dia.
Data juga memperlihatkan bisnis toko ritel MTI tidak semuanya menunjukkan penurunan, tetap ada toko ritel yang mencatat angka pertumbuhan omset yang melejit tinggi.
"Salah satu fenomena menarik, justru di saat aktivitas ekonomi turun akibat pandemi, bisnis toko kelontong modern dan toko serba ada mandiri skala lokal tumbuh pesat dan menjamur di berbagai kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Mereka bersaing dengan toko kelontong modern bermerek jaringan nasional yang sudah dikenal dan mempunyai pelanggan loyal seperti Indomart, Alfamart dan Alfamidi," ujar Soon.
Berdasarkan data yang terdokumentasi, ada beberapa merek yang stabil dan tumbuh. Umumnya mereka yang sigap dalam membaca data penjualan setiap hari, kemudian mengantisipasi dengan program pemasaran yang cepat dan tepat, ujar Soon Lee.
Eyos melakukan riset ini dengan cara pengumpulan data konsumen secara saat pembayaran di meja kasir. Riset dilakukan terhadap dua ribuan toko kelontong kecil dan toko serba ada lokal.
Baca juga: BI : meroketnya bisnis "e-commerce" bantu pulihkan pertumbuhan
Sebelumnya, Wakil Ketua Aprindo Fernando Repi secara umum mengungkapkan bahwa memang bisnis ritel meleset jauh dari yang diharapkan karena pandemi.
Namun, kata Nando, berbeda dengan ritel modern, toko kelontong baik skala nasional maupun lokal, justru lebih tahan terhadap krisis karena mereka lebih mampu beradaptasi.
"Selain lokasinya yang dekat dengan masyarakat, toko kelontong modern dan toko serba ada lokal biasanya lebih cepat adaptif, bisa menyesuaikan dengan keadaan", ujarnya.
Namun untuk lebih berkembang, menurut dia, mereka harus memperluas kanal penjualan dan menjalin kerja sama dengan pasar platform jualan daring (marketplace).
Pertumbuhan angka penjualan beberapa merek di kala ekonomi krisis akibat Pandemi COVID-19 seperti saat ini juga dibenarkan oleh Global Marketing Director PT Mayora Indah Tbk, Ricky Afrianto.
Baca juga: Masuk bisnis ritel, RNI bangun 250 gerai
“Bagi kami, memang tidak dapat disangkal lagi kalau pandemi COVID-19 saat ini berpengaruh pada angka penjualan. Namun, ada beberapa mereka yang justru mencatatkan angka pertumbuhan penjualan yang naik pesat dan produk baru kami bisa diterima toko-toko MTI.
Selain dengan Mayora, Eyos juga menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan multinasional maupun nasional.
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021