"Pada sektor fasilitas pelayanan kesehatan swasta, walaupun bisnisnya di rumah sakit dan klinik, mereka hanya dihargai Upah Minimum Provinsi/Kota (UMP/UMK) saat awal masuk, sama dengan profesi administrasi dan tenaga kebersihan (cleaning service)," kata Ketua PPNI Harif Fadhilah melalui sambungan telepon di Jakarta, Rabu.
Sementara perawat pada sektor Pegawai Negeri Sipil (PNS), ada patokan gaji rutin dan ada tunjangan fungsional perawat, meskipun Harif menyebut jumlahnya tidak seberapa bila dibandingkan kebutuhan finansial mereka untuk pengembangan profesi.
Harif mengatakan profesi sebagai perawat dibutuhkan sekolah secara khusus, ada izin dari otoritas terkait, peningkatan kompetensi, hingga lingkup kode etik.
Baca juga: Gubernur: Kasus COVID-19 nakes di Jabar turun sejak ada vaksinasi
Baca juga: Terungkap di Medan, 28 nakes beda nama namun nomor rekening sama
Beberapa rumah sakit, kata Harif, juga menuntut perawat untuk bekerja secara multitalenta. "Misalnya melakukan monitoring perkembangan pasien padahal itu ada profesi lain. Lalu memonitor perkembangan gizi, gerak fisioteraphy, tidak jarang perawat juga yang kerjakan. Tapi mereka dihargai sama. Masih jauh dengan negara lain di dunia," katanya.
Harif hingga saat ini belum melihat konsistensi pemerintah dalam memberikan perhatian penuh terhadap 1 juta lebih perawat di Indonesia. "Saya belum lihat konsistensi perhatian pemerintah pada perawat. Hanya momen tertentu dan kalau butuh saja. Misalnya, perhatian kepada perawat kalau ada Pemilu dan Pilkada," katanya.
Saat pelaksanaan agenda vaksinasi yang menyasar kalangan tenaga kesehatan karena dirasa Harif terkesan terlalu terburu-buru, padahal angka peserta tenaga kesehatan cukup banyak.
Pemerataan profesi perawat di Indonesia juga disorot Harif pada agenda hari jadi ke-47 PPNI hari ini.
"Tenaga kesehatan pasti numpuk di kota-kota besar. Tapi juga tapi tergantung sistem pelayanan kita hari ini yang mengutamakan sistem kuratif, rehabilitatif sehingga perhatiannya adalah membangun rumah sakit, sementara pelayanan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, kepulauan belum terlalu optimal," katanya.
Penyebab lainnya adalah persoalan infrastruktur yang belum menunjang pelayanan kesehatan di daerah pelosok, sehingga perawat banyak yang memilih bekerja ke kota. "Kalau pemerintah daerah melihat kesehatan sebagai pelayanan dasar, diberikan dong yang terbaik di ujung sana," katanya.
Harif berharap kebijakan pemerintah pusat dan daerah dapat lebih sejalan dan searah dalam upaya pemenuhan infrastruktur pelayanan kesehatan yang optimal.*
Baca juga: Pemkot Medan segera bayarkan tunggakan insentif nakes
Baca juga: Dinkes Mataram ajukan insentif nakes Rp11,1 miliar
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021