Selain itu juga bertujuan untuk memberikan waktu kepada calon pengantin mempersiapkan diri secara fisik, mental, emosional, pendidikan dan finansial sebelum masuk gerbang pernikahan.
"Program yang tepat untuk memberi jeda kepada calon pengantin sehingga mereka dapat mempersiapkan diri, baik secara fisik, mental, emosional, pendidikan dan finansial," kata Menag Yaqut yang hadir secara virtual dalam acara Seminar Nasional dan Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan untuk Peningkatan Kualitas SDM Indonesia, di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Kepala BKKBN: Perkawinan anak pengaruhi kondisi ibu dan anaknya
Sesuai dengan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan memiliki pengertian ikatan lahir batin antara seorang laki laki dan perempuan dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sementara batas usia minimal bagi seorang laki laki dan perempuan untuk melakukan perkawinan adalah 19 tahun sesuai dengan Pasal 7 UU Nomor 16 Tahun 2019.
"Kedua UU tersebut mengisyaratkan kepada kita untuk mencapai tujuan keluarga bahagia diperlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa dan tidak melanggar batas usia minimal perkawinan," tuturnya.
Penetapan batas minimal usia perkawinan adalah usaha pemerintah untuk mencegah perkawinan usia anak.
Baca juga: Mendes PDTT pastikan pencegahan perkawinan anak masuk SDGs Desa
Angka perkawinan anak di Indonesia tergolong tinggi sehingga diperlukan berbagai upaya intervensi pemerintah untuk menekannya. Pasalnya banyak dampak negatif yang timbul dari perkawinan anak, mulai dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ketidakstabilan keluarga, rendahnya kualitas kesehatan dan subordinasi perempuan.
"Pemerintah termasuk Kementerian Agama selalu mendukung program-program yang secara khusus bertujuan menuntaskan permasalahan terkait perkawinan anak tersebut," katanya.
Salah satu faktor yang menentukan lahirnya SDM berkualitas adalah keluarga yang stabil, siap mendidik, mengayomi dan membimbing generasi penerus bangsa menjadi generasi yang berprinsip, bermoral, mencintai agama dan bangsanya.
Hal itu bisa dicapai dengan menekan angka perkawinan anak dan menumbuhkan kesadaran akan dampak negatif dari perkawinan anak.
Yaqut menyebut Kemenag melalui Kantor Urusan Agama sejauh ini telah memprakarsai program Bimbingan Perkawinan (Binwin) yang memberikan bekal bagi para calon pengantin dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
"Ini salah satu dukungan Kemenag menyelesaikan permasalahan terkait perkawinan, termasuk perkawinan anak," imbuhnya.
Baca juga: Menkes sebut sosial budaya salah satu faktor pendorong perkawinan anak
Baca juga: Menteri Kesehatan: Pencegahan perkawinan anak untuk penuhi hak anak
Baca juga: Menteri PPPA: Perkawinan anak bentuk pelanggaran HAM terhadap anak
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021