Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi saksi A Indar selaku wiraswasta soal aliran uang dalam kasus dugaan suap yang menjerat Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah (NA) dan kawan-kawan.KPK mengingatkan untuk kooperatif hadir
KPK, Rabu, memeriksa A Indar sebagai saksi untuk tersangka Nurdin dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
"A Indar (wiraswasta) dikonfirmasi di antaranya terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang kepada pihak pokja (kelompok kerja) di Dinas PUTR Pemprov Sulsel," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, di Jakarta, Rabu.
KPK juga memanggil tiga saksi lainnya untuk tersangka Nurdin dan kawan-kawan, namun ketiganya tidak memenuhi panggilan.
"Tidak hadir dan mengonfirmasi melalui surat tertulis untuk dilakukan penjadwalan ulang, yaitu saksi Fery Tanriady (wiraswasta)," kata Ali.
Sedangkan dua saksi masing-masing wiraswasta John Theodore, dan PNS/Kabag Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemkab Bulukumba, Sulsel Rudy Ramlan tidak hadir dan tidak memberikan konfirmasi.
"KPK mengingatkan untuk kooperatif hadir sebagaimana surat panggilan tim penyidik KPK yang akan segera dikirimkan," kata dia.
Selain Nurdin, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Edy Rahmat (ER) selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin dan Agung Sucipto (AS) selaku kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB).
Nurdin diduga menerima total Rp5,4 miliar dengan rincian pada 26 Februari 2021 menerima Rp2 miliar yang diserahkan melalui Edy dari Agung.
Selain itu, Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain di antaranya pada akhir 2020 Nurdin menerima uang sebesar Rp200 juta, pertengahan Februari 2021 Nurdin melalui ajudannya bernama Samsul Bahri menerima uang Rp1 miliar, dan awal Februari 2021 Nurdin melalui Samsul Bahri menerima uang Rp2,2 miliar.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca juga: KPK ungkap alasan Sekjen KKP belum diperiksa dalam kasus ekspor benur
Baca juga: Pengusaha penyuap Edhy Prabowo ajukan "justice collaborator"
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021