• Beranda
  • Berita
  • CIPS: Indonesia-Australia bisa menjadi pemain besar F&B tingkat global

CIPS: Indonesia-Australia bisa menjadi pemain besar F&B tingkat global

14 April 2021 17:02 WIB
CIPS: Indonesia-Australia bisa menjadi pemain besar F&B tingkat global
Petugas memeriksa sapi ternak sebelum diberi pakan di Desa Samatan, Pamekasan, Jawa Timur, Kamis (1/4/2021). Sejumlah petani di desa itu membangun kelompok tani (Poktan) "Rahayu" berbasis ternak sapi potong dan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak guna meningkatkan akselerasi usaha tersebut. ANTARA FOTO/Saiful Bahri/hp

Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia program harus berfokus pada penggabungan poros kekuatan, ketimbang kerja sama bilateral yang saling menguntungkan

Indonesia dan Australia bisa menjadi pemain besar dalam industri makanan dan minuman (food and beverages, F&B) di tingkat global apabila bekerja sama dan bergabung membentuk kekuatan baru, kata Board Member Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arianto Patunru.

Arianto mengatakan dalam webinar tentang Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (Indonesia-Australia Comprehensive Partnership Agreement, IA-CEPA) yang dipantau di Jakarta, Rabu, bahwa saat ini Indonesia dan Australia masih menjadi pemain kecil dalam hal eksportasi produk makanan dan minuman yaitu hanya mendapat pangsa pasar di bawah 2 persen secara global.

Arianto menilai Indonesia dan Australia memiliki kemiripan yaitu sebagai salah satu negara pengekspor sumber daya alam terbesar seperti minyak sawit, batu bara, migas, bijih besi, dan emas. Namun sektor industri makanan dan minuman masih berpotensi untuk dilakukan kerja sama antara kedua negara.

Menurut kajian CIPS, kerja sama yang seharusnya dilakukan oleh Indonesia-Asutralia lebih baik berbasis pada poros kekuatan ketimbang kerja sama yang saling menguntungkan.

"Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia program harus berfokus pada penggabungan poros kekuatan, ketimbang kerja sama bilateral yang saling menguntungkan," kata Arianto.

Dia mencontohkan perdagangan antara Indonesia dan Australia di sektor daging sapi dan kerbau di mana Indonesia mengimpor daging maupun sapi bakalan dari Australia. "Indonesia hanya bisa memproduksi 50 persen daging dari total kebutuhannya, sedangkan lebih dari 50 persen sapi bakalan dari Australia diekspor ke Indonesia," kata Arianto.

Menurutnya, skema kerja sama di sektor industri daging tersebut dapat ditingkatkan dengan investasi pada kedua negara. Misalnya, Indonesia berinvestasi pada industri peternakan sapi di Australia dengan tujuan hasil peternakan dapat dikirim ke Indonesia. Sementara Australia berinvestasi pada industri pakan hewan di Indonesia untuk memenuhi pakan ternak di negara kanguru tersebut.

Arianto juga menyebut Indonesia memiliki potensi besar dalam industri makanan di mana tidak sedikit produk-produk makanan dan minuman dari industri besar di Indonesia sudah merambah pasar internasional. Indonesia sudah memiliki perusahaan makanan minuman besar seperti Indofood, Mayora, Wings, Mayora, Garudafood, dan lainnya.

Keunggulan lain dari produk makanan dan minuman yang diekspor oleh Indonesia dan Australia adalah tingkat komponen luar negeri yang sedikit. Produk makanan dan minuman Indonesia hanya memiliki tingkat komponen luar negeri sebesar 4 persen, sedangkan Australia 12 persen. Jumlah tersebut terbilang rendah jika dibandingkan di regional seperti Malaysia 24 persen dan Taiwan hinga 35 persen.

Keuntungan tersebut dinilai bisa menjadi nilai tambah dalam kerja sama poros kekuatan Indonesia-Australia di sektor makanan dan minuman.

Baca juga: CIPS: Perbesar keterlibatan swasta kembangkan infrastruktur digital

Baca juga: CIPS ingin kebijakan nontarif terkait biaya tetap impor dikaji ulang

Baca juga: CIPS: Pengurangan kebijakan non-tarif pangan bantu kurangi kemiskinan


 

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021