Industri minyak dan gas (migas) identik sebagai dunia kerja yang maskulin atau kebanyakan digeluti kaum laki-laki. Kegiatan pengeboran, pengoperasian alat berat atau berukuran besar, maupun aktivitas di wilayah-wilayah terpencil menjadi bagian dari keseharian industri yang vital ini.Perusahaan juga mendukung program air susu ibu (ASI) eksklusif dengan memberi izin meninggalkan pekerjaan untuk menyusui dan menyediakan ruang laktasi (nursery room).
Namun, Nazliyati Husin Umri (48) dan Army Wahyuni (42) berhasil membuktikan bahwa perempuan juga bisa meraih sukses di industri migas. Bahkan, mereka pernah memimpin sebuah tim yang mayoritas laki-laki. Semua mampu dijalankan secara profesional. Bagaimana kiat-kiat yang diterapkan Zizie --sapaan karib Nazliyati-- dan Army. Keduanya saat ini bekerja di PT. Chevron Pacific Indonesia (PT CPI).
"Perempuan berada di lingkungan kerja yang mayoritas laki-laki bukanlah masalah. Hal itu justru memberikan warna tersendiri dan saling melengkapi," kata Zizie.
Pada umumnya, lanjut dia, perempuan itu punya perhatian lebih terhadap hal yang rinci, telaten, luwes, jiwa sosial tinggi, dan terbiasa bekerja ganda (multitasking). Kelebihan-kelebihan tersebut tentu juga diperlukan di dunia kerja, baik secara individu maupun interaksi perusahaan dengan para pemangku kepentingan.
Zizie merupakan geologis tamatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Jurusan Teknik Geologi mayoritas juga diisi kaum Adam. Dia memilih jurusan tersebut karena minatnya terhadap batu-batuan dan petualangan. Benar saja, kuliah di jurusan Teknik Geologi membawa dirinya sering ke turun lapangan, menyusuri hutan, hingga mendaki gunung saat kondisi panas terik matahari.
"Apabila sesuai minat dan bakat, kita tentu akan selalu 'enjoy' melakukannya, termasuk ketika kita meniti karir di dunia kerja," katanya.
Setelah menyelesaikan pendidikan, Zizie mencoba peruntungan di PT CPI. "Proses seleksi calon pegawai didasarkan pada keahlian dan latar belakang pendidikan. Tidak membedakan laki-laki atau perempuan," kenang Zizie yang bergabung dengan PT CPI pada akhir 1996.
Sepanjang karirnya, dia juga mengaku tidak mengalami kendala meski harus bekerja di lingkungan yang mayoritas laki-laki. "Perusahaan menilai keahlian dan kinerja kita, bukan kekuatan otot atau tenaga".
Zizie juga selalu menanamkan dalam dirinya bahwa gender bukanlah batasan. Dia berupaya seoptimal mungkin menuntaskan pekerjaan secara profesional. Ketika terlibat dalam kegiatan pengeboran minyak, misalnya. "Saya harus siap menuntaskan pekerjaan karena sudah menjadi tanggung jawab pekerjaan. Itu harus dipantau 24 jam, siang malam," katanya.
Kenyamanan Zizie dalam bekerja tak lepas dari dukungan dan kebijakan perusahaan. Sebagai contoh, PT CPI menerapkan nilai tentang keberagaman. Bahwa setiap pegawai memiliki kesempatan yang sama untuk sukses, termasuk bagi pegawai perempuan.
Selain itu, jika ada pegawai perempuan yang sedang hamil, perusahaan menyediakan konsultasi medis, memberikan izin jika berada dalam kondisi tidak fit, maupun cuti melahirkan. Perusahaan juga mendukung program air susu ibu (ASI) eksklusif dengan memberi izin meninggalkan pekerjaan untuk menyusui dan menyediakan ruang laktasi (nursery room).
Bahkan, di beberapa tempat, perusahaan menyediakan tempat penitipan anak (child care). Bagi pegawai perempuan yang sedang haid, mereka punya hak cuti khusus apabila diperlukan.
"Bagi saya, PT CPI merupakan perusahaan yang sangat memperhatikan karyawannya. Bahkan, boleh dibilang sebagai tempat bekerja terbaik bagi kaum perempuan karena berbagai fasilitas yang disediakan," kata Zizie, ibu dari tiga anak ini.
Dukungan dan kebijakan perusahaan menjadikan Zizie terus bersemangat memberikan kinerja terbaik sesuai minat dan keahliannya. "Terima kasih kepada PT CPI yang sangat menghargai dan mendukung karir perempuan," katanya.
Dalam perjalanan karirnya, Zizie pernah memimpin tim yang anggotanya laki-laki semua. Menurutnya, situasi itu tidak menjadi kendala selama pekerjaan dijalankan secara profesional. Dia mengedepankan sikap saling menghargai dan mengapresiasi di antaranggota tim.
Zizie pun semakin nyaman dalam bekerja karena dukungan dari lingkungan dan keluarga. Suaminya, misalnya, sangat memahami tanggung jawab pekerjaan yang harus diemban. Di PT CPI, sifat kekeluargaan sangat tinggi. Banyak acara informal yang melibatkan anggota keluarga, misalnya acara silaturahmi tim, temu alumni atau kemah bersama.
"Kita tidak hanya mengenal sesama pegawai namun juga mengenal keluarga mereka. Suami saya kenal siapa saja teman-teman kantor saya. Jadi dari lingkungan keluarga sangat mendukung karir saya," kata perempuan yang sudah 24 tahun bekerja di PT CPI.
Naik tangki
Berbeda dengan Zizie, Army Wahyuni berlatar belakang pendidikan kesehatan masyarakat. Di PT CPI, dia bekerja di bidang Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L).
"Awal melamar posisi ini tidak disebutkan harus laki-laki atau perempuan. Calon pegawai diseleksi berdasarkan latar belakang pendidikan dan pengalaman," kata Army, alumnus Universitas Indonesia (UI) itu.
Dia mengakui bahwa di fungsi/departemen tempatnya bekerja memang sebagian besar untuk laki-laki. "Hanya sekitar 10 persen yang perempuan," katanya.
Kendati demikian, Army mengaku tak pernah menemui kendala dengan banyaknya laki-laki sebagai rekan kerja, termasuk saat menjalankan tugasnya turun ke lapangan dan melakukan inspeksi.
Dia bercerita pernah mendapatkan tugas harus naik ke atas tangki penyimpan minyak di Dumai. Tangki tersebut tingginya sekitar 15 meter dan berkapasitas 200 ribu barel minyak.
Ditambah cuaca yang panas, hal itu tentu membutuhkan ketahanan fisik tersendiri. "Kepercayaan yang diberikan rekan kerja ataupun pimpinan menjadi motivasi saya untuk terus menunjukkan kemampuan terbaik," kata Army.
Secara umum, lanjut dia, PT CPI tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan untuk menempati suatu posisi atau jabatan tertentu. Keahlian dan kinerja yang menjadi tolok ukur utama.
Army juga pernah dipercaya memimpin sebuah tim yang beranggotakan 16 laki-laki. Bahkan, ada yang lebih senior darinya. Dia mengakui, pada awalnya sempat muncul kekhawatiran terkait kehadiran dirinya sebagai pimpinan di tim tersebut. "Kekhawatiran yang muncul seperti, perempuan itu cerewet, sensitif, 'mood' mudah naik turun," kenang Army.
Namun, kekhawatiran itu tidak terbukti. Army tetap mampu menunjukkan sikap profesionalisme, mampu menempatkan diri di tengah anggota tim yang seluruh laki-laki. "Ditambah lagi, pimpinan perempuan mudah mengerti atau lebih sensitif terhadap kondisi anggotanya yang punya masalah sehingga bisa cepat membantu," ucap ibu dua anak ini.
Sesuai namanya, Army lahir dan besar di tengah keluarga yang berlatar belakang tentara. Ayah dan ibunya sama-sama mengabdi kepada negara sebagai perwira dan prajurit TNI. Tak heran jika Army mudah menyesuaikan diri di lingkungan yang didominasi laki-laki. Dukungan keluarga tak perlu diragukan. Suaminya juga bekerja di PT CPI sehingga sangat memahami tuntutan peran dan tanggung jawab Army di kantor.
"Dukungan lain yang juga penting adalah dari perusahaan, di mana perempuan mempunyai hak yang sama, tanpa adanya diskriminasi sehingga perempuan tetap dapat terwakili hingga jenjang tertinggi sekalipun," kata Army yang sudah 20 tahun bergelut di bidang K3L.
Dia menilai perempuan tetap mampu bersaing dengan laki-laki di di dunia kerja.
Lebih lanjut, Army menjelaskan bahwa perhatian PT CPI terhadap pegawai perempuan dan nilai keberagaman juga tercermin, salah satunya, pada upaya perlindungan pegawai yang menggunakan hijab.
Perusahaan merancang alat pelindung diri (APD) berupa hijab khusus, yang digunakan oleh pegawai perempuan yang bekerja di fasilitas produksi migas. Hijab tersebut menggunakan bahan yang sama dengan baju Flame Resistant Clothing (FRC) sehingga tidak mudah terbakar.
Penggunaan hijab jenis ini merupakan yang pertama di antara seluruh wilayah kerja Chevron di dunia. "Bagi kami pegawai perempuan, kebijakan itu tentu merupakan wujud nyata dari nilai-nilai Perusahaan," kata Army, yang pernah bertugas di tiga wilayah operasi berbeda di Riau, yakni di Dumai, Rumbai, dan saat ini di Duri.
Kiprah Zizie dan Army merupakan sebagian contoh keuletan kaum perempuan di tengah industri yang banyak digeluti kaum laki-laki. Sepanjang mampu menunjukkan prestasi dan kinerja mumpuni, siapapun akan memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing tanpa memandang gender, seperti di PT CPI.
Baca juga: Kisah Rochma Firdaus "Srikandi" pengagas Gerakan Sedekah Nasi
Baca juga: Chevron luncurkan hijab khusus lindungi pegawai perempuan
Baca juga: Cara Kartini masa kini melawan COVID-19
Baca juga: Peneliti: Perempuan masa kini harus bisa perjuangkan cita-cita Kartini
Pewarta: Bayu Agustari Adha
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021