Hal ini diketahui berdasarkan jajak pendapat yang digelar Badan Atletik dunia, dengan menggandeng organisasi atletik di setiap negara, untuk mencari solusi pengembangan atletik dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.
"Seperti di Indonesia, ketersediaan fasilitas dengan standar yang sama di setiap cabang PASI masih menjadi kendala hingga saat ini, ujungnya ialah lambatnya regenerasi atlet," kata Sekjen PB PASI Tigor Tanjung dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat.
Jajak pendapat bertajuk "Global Conversation" ini dimulai akhir Maret dan akan berlangsung hingga akhir April, dan sudah terkumpul 10.000 masukan dari di 141 negara di enam benua.
Sampai hari ini, hampir 1.000 orang atlet professional telah mengisi survei, dengan 27 persen di antaranya merasa kekurangan fasilitas adalah tantangan utama dalam mengembangkan atletik di negara mereka.
Selain kurangnya fasilitas, tantangan lain untuk meningkatkan minat terhadap atletik adalah kebutuhan akan peliputan yang semakin intensif di media.
Para penggemar yang juga diberikan akses survei, menyuarakan keinginan mereka menyaksikan lebih banyak liputan di media. Sebanyak 33 persen dari responden mengatakan minimnya pemberitaan media dan televisi merupakan tantangan terbesar dalam membuat penggemar meminati atletik.
Hal ini menjadi temuan menarik untuk disikapi, mengingat dalam survei yang sama ditemukan bahwa 55 persen dari responden setuju bahwa atletik adalah cabor yang paling mudah diakses.
"Ini mengapa survei ini menjadi penting, karena mengumpulkan suara semua pelaku dan pemangku kepentingan Atletik untuk bisa memberikan aspirasi mereka ke dalam rencana besar atletik 10 tahun mendatang," kata Tigor.
Baca juga: Permohonan Leeper ikuti kompetisi dunia dengan kaki palsunya ditolak dan Masuk Forbes, Zohri berharap bisa jadi inspirasi bagi generasi muda
Pewarta: Roy Rosa Bachtiar
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2021