Dokter spesialis anak sekaligus konselor laktasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Wiyarni Pambudi, mengungkapkan ada perbedaan antara pemberian ASI menggunakan pompa payudara dengan menyusui secara langsung si buah hati.24 jam berinteraksi dengan bayi, dia mendapatkan hormon oksitosin
"Alat pompa tidak bisa merangsang produksi ASI. Tetapi kalau ibu mengosongkan ASI dengan mulut bayi maka ini akan merangsang hormon prolaktik yang akan mengalirkan ASI," ujar dia dalam acara daring bertajuk "Bincang-bincang seputar 100% ASI Pasti Melimpah", Jumat.
Pengosongan payudara melalui proses menyusui bayi bisa merangsang asupan ASI baru. Oleh karena itu, ibu disarankan menyusui sesering bayi ingin. Selain itu, ibu dan bayi sebaiknya dalam satu ruangan agar bila bayi memberi tanda ingin menyusu ibu bisa langsung memberikan ASI-nya.
Baca juga: Angka ASI eksklusif meningkat selama pandemi COVID-19, alasannya?
"24 jam berinteraksi dengan bayi, dia mendapatkan hormon oksitosin. Kalau oksitosin baik karena ibu happy tetapi tidak menyusui (menyusui terjadwal tidak disarankan) membuat produksi hormon prolaktin terhambat," tutur Wiyarni.
Mengenai kelancaran produksi ASI, sebenarnya ada tiga aspek penting yang perlu para ibu ketahui. Pertama, melakukan kontak kulit ke kulit tanpa gangguan sesering mungkin. Di lain pihak ada mitos sering memegang bayi bisa membuatnya bau tangan, padahal ini kesempatan untuk kontak kulit ke kulit sebagai satu rangsangan yang penting untuk membantu produksi ASI.
Kedua, ibu harus merasa nyaman secara fisik dan psikis untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan sebaiknya ibu membekali diri dengan pengetahuan sehingga bisa mengerjakan perlekatan selama proses menyusui.
"Sebelum bayi lahir atau selama kehamilan, ibu atau ayah sudah berkomitmen memberikan ASI eksklusif, karena terkait menyusui optimal dimulai di hari-hari awal. Kalau di pekan pertama kita bisa berikan kesempatan baik berinteraksi dengan bayi, menyusui, merespon tanda bayi tanpa komen di pekan pertama maka Insha Allah menyusuinya optimal," papar Wiyarni.
Baca juga: Ibu positif COVID-19 bisa tetap menyusui secara aman
Cara periksa ASI cukup atau tidak
Untuk memastikan asupan ASI yang ibu berikan cukup pada bayi mereka, bisa dengan melihat frekuensi bayi buang air kecil (BAK). Frekuensi BAK pada bayi baru lahir tidak sama dengan bayi yang lahir seminggu yang bisa enam kali sehari.
Bayi baru lahir umumnya buang air kecil satu kali, kemudian bayi dua hari lahir biasanya dua kali buang air dan seterusnya pada hari keenam dia bisa enam kali buang air. Bila air seninya cukup maka asupan cairannya juga cukup.
Selain itu, evaluasi kenaikan berat badannya. Pastikan berat badan bayi tidak turun lebih dari 10 persen dari berat lahir.
Saat Ramadhan, ibu bisa tetap menyusui dengan menerapkan pola hidup sehat dengan nutrisi seimbang, memenuhi asupan cairan. Penelitian menyebutkan ibu berpuasa dengan asupan saat sahur dan berbuka puasa baik, maka tidak akan ada penurunan kualitas ASI, asalkan aktivitas seperti interval menyusui tidak dijarangkan, istirahat cukup dan asupan gizi seimbang cukup.
Wiyarni mengingatkan, tidak ada makanan sesempurna ASI sampai usia anak 6 bulan, karena setelah itu dia membutuhkan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI berfungsi sebagai nutrisi bagi bayi, berperan dalam faktor neuro, psiko dan imunologi bayi.
Di dalam ASI terdapat banyak zat yang menunjang sel saraf, kecerdasan lebih baik dan respon stres lebih baik. Zat lainnya yakni yang bersifat protektif untuk membangun sistem imun yang baik sehingga bayi ASI punya pertahanan lebih baik dan jarang sakit.
Baca juga: Busui ingin puasa? Berikut cara menyiasatinya
Baca juga: Vaksinasi COVID-19 ibu menyusui bahayakan anak? Ini faktanya
Baca juga: Fakta ASI, foremilk versus hindmilk mana yang lebih penting?
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021