Sebelumnya, KPK telah menerima hasil TWK tersebut dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) bertempat di Gedung Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Jakarta, Selasa (27/4).
Pengumuman hasil TWK tersebut diumumkan di Ruang Konferensi Pers KPK dihadiri langsung oleh Ketua KPK Firli Bahuri, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Sekjen KPK Cahya H Harefa, dan Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji.
Konferensi pers pengumuman TWK tersebut juga terlihat berbeda dari konferensi pers yang selama ini digelar KPK, yaitu terpampangnya foto Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin di ruang konferensi pers Gedung KPK.
Biasanya hanya logo KPK dengan lambang Burung Garuda di atasnya yang menjadi latar belakang saat konferensi pers digelar. Kali ini juga terpampang foto Presiden dan Wapres di antara logo KPK tersebut.
Namun, pada Kamis (6/5) sore terlihat posisi logo KPK diubah, kali ini dipindah ke sisi kiri ruang konferensi pers. Sedangkan saat ini, Garuda Pancasila sebagai lambang negara Indonesia menggantikan posisi logo KPK tersebut.
Baca juga: WP KPK nilai TWK jadi sarana singkirkan pegawai berintegritas
Firli yang membuka konferensi pers terlebih dahulu merespons berbagai isu yang beredar sebelum pengumuman hasil TWK tersebut.
Firli menyayangkan ada pihak-pihak yang membocorkan hasilnya.
"KPK tidak bisa memberikan sekedar bocoran karena sebagai lembaga negara, KPK memiliki etika kerja, etika lembaga karenanya baru sore ini kami menyampaikan hasil tes wawasan kebangsaan. Saya dan kami semua insan KPK sangat menyayangkan ada pihak-pihak yang telah mengambil suatu sikap dan telah menjadikan pihak yang mengaku memiliki informasi dan telah membocorkan informasi tanpa menunggu pengumuman resmi dari lembaga KPK," kata Firli.
Ia mengatakan tidak ada kepentingan pribadi maupun kelompok dalam proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN tersebut. Selain itu, tidak ada niatan juga untuk mengusir insan KPK.
Landasan hukum
Pelaksanaan asesmen Pegawai KPK bekerja sama dengan BKN telah sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) Peraturan KPK No. 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Pelaksanaan asesmen TWK oleh KPK untuk pengalihan status pegawai menjadi ASN merupakan sebuah amanat dari Undang Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian, PP No 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN serta Peraturan KPK No 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN.
Berdasarkan landasan hukum tersebut maka syarat yang harus dipenuhi pegawai KPK agar lulus TWK untuk menjadi ASN, yakni setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah, tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan atau putusan pengadilan, dan memiliki integritas dan moralitas yang baik.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan BKN dalam pelaksanaan TWK juga melibatkan banyak unsur instansi sebagai upaya maksimal memastikan akuntabilitas dan objektivitas pada seluruh proses penyelenggaran.
Selanjutnya, terdapat tiga aspek yang diukur dalam TWK pegawai KPK oleh BKN bersama instansi lainnya, yakni aspek integritas, aspek netralitas ASN, dan aspek radikalisme.
Integritas dimaknai sebagai konsistensi dalam berperilaku yang selaras dengan nilai, norma, dan atau etika organisasi/berbangsa dan bernegara serta bersikap jujur. Netralitas ASN dimaknai sebagai tindakan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Baca juga: Akademisi UII khawatir alih status pegawai KPK ganggu independensi
Sedangkan, antiradikalisme dimaknai sebagai sikap tidak menganut paham radikalisme negatif, memiliki toleransi, setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintahan yang sah dan/atau tidak memiliki prinsip konservatif atau liberalisme yang membahayakan dan yang menyebabkan disintegritas.
Selain itu, instansi pemerintah yang terlibat bersama BKN dalam pelaksanaan TWK pegawai KPK, yaitu Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Seluruh instansi pelaksana asesmen telah melalui proses penyamaan persepsi dengan BKN melalui rangkaian "Rapat Internal Bersama Unit Terkait Guna Mempersiapkan Asesmen".
Selanjutnya, instansi pelaksana TWK pegawai KPK bersama BKN terbagi dalam tiga kelompok peran. Pembagian peran lima instansi tersebut sebagai berikut.
Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat dan Badan Intelijen Strategis TNI berperan dalam pelaksanaan Tes Indeks Moderasi Bernegara-(68) dan Integritas, BIN dan BNPT berperan dalam pelaksanaan "profiling", Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, dan BNPT berperan dalam pelaksanaan wawancara pegawai KPK.
Kemudian, BKN bersama BIN, BNPT, BAIS, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat dan Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat menjadi tim observer hasil asesmen TWK pegawai KPK.
Rangkaian tes
Adapun rangkaian TWK tersebut, yakni Tes Tertulis Indeks Moderasi Bernegara (IMB) dan Integritas pada 9-10 Maret 2021 dengan catatan pelaksanaan susulan pertama pada 16 Maret 2021 dan pelaksanaan susulan kedua pada 8 April 2021.
Kemudian, pelaksanaan "profiling" pada 9-17 Maret 2021. Pelaksanaan wawancara pada 18 Maret-9 April 2021 dengan catatan pelaksanaan susulan pertama 30-31 Maret 2021, pelaksanaan susulan kedua 6 April 2021, dan pelaksanaan susulan ketiga 9 April 2021.
Pelaksanaan susulan dilakukan bagi pegawai yang berhalangan hadir seperti bertugas luar kota, selesai isolasi mandiri atau dalam kondisi tidak sehat yang diketahui oleh KPK.
Hasil TWK dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi ASN itu akan mengeluarkan dua kesimpulan hasil tes, yaitu memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS).
"Dan hari ini, KPK mengumumkan hasil ssesmen yang dilakukan BKN terhadap 1.351 pegawai KPK yang mengikuti asesmen TWK dengan hasil sebagai berikut. Pegawai yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 1.274 orang, pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 75 orang, pegawai yang tidak hadir wawancara sebanyak dua orang," kata Ghufron saat membacakan hasil tes tersebut.
Isu pemecatan
Firli pun menegaskan sampai saat ini tidak ada pemecatan bagi 75 pegawainya yang tidak memenuhi syarat dari hasil tes wawasan kebangsaan.
"Saya ingin katakan sampai hari ini KPK tidak pernah menegaskan dan menyampaikan ada proses pemecatan. KPK juga tidak pernah berbicara memberhentikan orang dengan tidak hormat, KPK juga tidak pernah berbicara tentang pegawai yang diberhentikan dengan hormat, tidak ada," katanya.
Baca juga: KPK jelaskan rangkaian tes wawasan kebangsaan diikuti 1.351 pegawai
Sementara itu, Sekjen KPK Cahya H Harefa akan menerbitkan surat keputusan penetapan terhadap hasil asesmen tes wawasan kebangsaan untuk disampaikan kepada pegawai yang dinyatakan memenuhi syarat maupun tidak memenuhi syarat.
KPK akan berkoordinasi dengan Kemenpan RB dan BKN terkait tindak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat tersebut.
Selama belum ada penjelasan dari Kemenpan RB dan BKN, Cahya mengatakan KPK tidak akan memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat tersebut.
KPK menegaskan sampai saat ini tidak pernah menyatakan melakukan pemecatan terhadap pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat sampai dengan keputusan lebih lanjut sesuai dengan perundang-undangan terkait ASN.
Firli juga menjelaskan alasan KPK tidak mengungkap nama-nama pegawai yang tidak memenuhi syarat hasil TWK tersebut disebabkan tak ingin menebar isu.
Ia pun merespons soal beredarnya nama-nama pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat jadi ASN. Ia memastikan pihak yang menyebar bukan dari lembaganya.
Firli juga memastikan bahwa dokumen tentang hasil TWK tersebut sejak diterima pada 27 April 2021 tetap disegel dan tersimpan dalam lemari sebelum dibuka dan diumumkan pada Rabu (5/5).
Transparansi
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap justru menilai TWK tersebut menjadi sarana menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas dan profesional.
Menurutnya, TWK tidak bisa dilepaskan dari konteks pelemahan pemberantasan korupsi yang telah terjadi sejak revisi UU KPK.
Hal tersebut mengingat tes itu dapat berfungsi untuk menjadi filter untuk menyingkirkan Pegawai KPK yang berintegritas, profesional serta memiliki posisi strategis dalam penanganan kasus-kasus besar di KPK.
Ia mengatakan bahwa sejak awal sikap WP KPK terkait TWK jelas tertuang dalam surat yang dikirimkan kepada Pimpinan KPK pada tanggal 4 Maret 2021 Nomor 841 /WP/A/3/2021 serta penjelasan dalam berbagai forum.
Baca juga: KPK jelaskan tak ungkap nama-nama pegawai tak penuhi syarat jadi ASN
Bahwa TWK berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis
Kemudian, TWK yang menjadi ukuran baru untuk lulus maupun tidak lulus melanggar Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945 mengenai jaminan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja dan bahkan UU KPK itu sendiri karena UU KPK maupun PP 14/2020 terkait pelaksanaan alih status tidak mensyaratkan adanya TWK.
"TWK baru muncul dalam Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 yang bahkan dalam rapat pembahasan bersama tidak dimunculkan. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, siapa pihak internal KPK yang begitu ingin memasukkan TWK sebagai suatu kewajiban?," Yudi mempertanyakan.
Menurutnya, TWK juga tidak sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas karena sejak awal tidak jelas konsekuensinya.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021