Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah akan tetap melanjutkan pembangunan fundamental dan struktural perekonomian Indonesia meski saat ini fokus sedang diarahkan pada penanganan COVID-19.Fokus penanganan COVID-19 dan upaya pemulihan ekonomi tidak boleh mengalihkan perhatian kita dari upaya-upaya perbaikan fundamental perekonomian
“Fokus penanganan COVID-19 dan upaya pemulihan ekonomi tidak boleh mengalihkan perhatian kita dari upaya-upaya perbaikan fundamental perekonomian,” kata Menkeu dalam Paripurna DPR Penyampaian KEM PPKF RAPBN 2022 di Jakarta, Kamis.
Sri Mulyani menyatakan Indonesia masih memiliki masalah struktural yang harus diatasi seperti perbaikan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan peningkatan infrastruktur yang saat ini belum memadai.
Kemudian juga mengenai produktivitas yang rendah serta birokrasi, institusi dan regulasi yang tidak efisien, rumit, dan belum bebas dari korupsi.
Baca juga: Sri Mulyani: Ekonomi global dibayangi perbedaan kecepatan pemulihan
Ia menjelaskan perbaikan kualitas SDM dan tenaga kerja harus terus menjadi bagian sentral dalam peningkatan produktivitas maupun daya saing Indonesia, terutama di era knowledge economy atau era Industri 4.0.
Hasil Kajian Kementerian Keuangan dan ADB “Innovate Indonesia: Unlocking Growth through Technological Transformation” menunjukkan kemampuan adopsi teknologi dan inovasi berpotensi meningkatkan 0,55 persen pertumbuhan ekonomi per tahun selama dua dekade ke depan.
Selanjutnya, pembangunan infrastruktur juga terus dilanjutkan untuk menutup gap infrastruktur dan meningkatkan kemampuan adopsi teknologi.
G20 Surveillance Note yang disampaikan pada Virtual Meeting G-20 Leaders’ Summit menunjukkan 0,5 persen PDB untuk belanja infrastruktur berpotensi mendorong tambahan satu persen pertumbuhan ekonomi per tahun dalam empat tahun berikutnya.
Baca juga: Bank Mandiri proyeksikan ekonomi RI tumbuh 4,4 persen tahun ini
Sri Mulyani menegaskan belanja infrastruktur harus diikuti dengan perencanaan dan procurement yang baik, transparan dan kompetitif sehingga kualitas infrastruktur yang dibangun dan dampak berantainya dapat maksimal.
Sementara itu iklim usaha yang kurang kondusif, birokrasi dan regulasi yang rumit dan belum efisien serta high-cost economy menjadi penghambat investasi dan daya saing ekspor.
Oleh sebab itu Sri Mulyani menekankan reformasi birokrasi berbasis kinerja dan efisiensi harus dilakukan di pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Tak hanya itu kondisi pandemi yang mengharuskan perubahan cara kerja dengan mengandalkan sistem komunikasi digital juga harus dijadikan momentum perbaikan efisiensi.
Baca juga: Vaksinasi Gotong Royong bakal tingkatkan produktivitas usaha nasional
“SDM nya harus berkualitas, infrastrukturnya harus mendukung, dan iklim usaha harus dipermudah. Pelaksanaan UU Cipta Kerja untuk kemudahan investasi dan simplifikasi regulasi harus berjalan efektif,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Berbagai langkah perbaikan struktural ini diharapkan dapat meningkatkan komponen produktivitas menjadi sekitar 2,4 persen per tahun rata-rata dalam lima tahun ke depan atau lebih tinggi dari rata-rata sepuluh tahun sebelum pandemi yang sebesar 1,6 persen.
Sri Mulyani juga berharap peningkatan investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan dapat turut meningkatkan kontribusi tenaga kerja dan modal atau investasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Dengan berbagai langkah reformasi struktural tersebut maka potensi pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan dari level sekitar 5 persen menjadi level sekitar 6 persen per tahun,” ujar Menkeu Sri Mulyani.
Baca juga: Presiden harap vaksinasi dongkrak ekonomi tumbuh 7 persen kuartal II
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021