Baca juga: Koalisi 18+ desak KPI hentikan tayangan Suara Hati Istri:Zahra
Hal tersebut disampaikan Mulyo terkait adanya desakan publik agar tayangan sinetron tersebut dihentikan karena dinilai mempromosikan perilaku kawin anak, poligami, dan bahkan kekerasan seksual terhadap anak.
"Kalau soal pemberhentian itu kan kami harus melihat ada pelanggaran apa yang dilakukan sinetron SHI (Suara Hati Istri: Zahra). Sementara ini kami masih mengkaji," ujar Mulyo saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.
Menurut Mulyo, yang menjadi titik persoalan di dalam sinetron tersebut adalah penggunaan pemeran di bawah umur yang memerankan adegan dewasa.
Namun, kata dia, persoalan terkait penggunaan artis di bawah umur memerankan adegan dewasa belum tercantum di dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) maupun Standar Program Siaran (SPS).
Baca juga: KemenPPPA sebut sinetron Suara Hati Istri: Zahra, langgar hak anak
"Kalau boleh jujur kan titik lemahnya persoalan penggunaan talent di bawah usia dan memerankan adegan-adegan dewasa, itu di dalam P3 SPS kami belum dicantumkan. maka kan kami barangkali ini sedang ada kajian juga di KPAI atau mungkin juga di lembaga lain berkaitan dengan itu," ujar Mulyo.
Mulyo menambahkan bahwa pihaknya terus mendengar masukan dari berbagai pihak, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Sensor Film (LSF), dan masyarakat.
Masukan tersebut, kata dia, akan menjadi pertimbangan KPI dalam menentukan keputusan.
"Kami kan harus memberikan sanksi dan tidak disanksinya itu acuan kami kan Undang-Undang 32 tentang Penyiaran dan P3 SPS. Masukan-masukan publik dan lembaga itu menjadi pertimbangan kami menentukan keputusan kebijakan," kata Mulyo.
Sebelumnya, Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam dalam gerakan pencegahan perkawinan anak atau biasa disebut jaringan Koalisi 18+ mendesak penghentian tayangan sinetron "Suara Hati Istri: Zahra" yang dinilai menggambarkan perilaku kawin anak.
Baca juga: Revisi P3SPS cegah perilaku asal comot sumber dari media baru
Koalisi 18+ menilai program sinetron tersebut terkesan ingin memberikan kesan pada publik bahwa perkawinan anak sah saja dilakukan termasuk menjadi pelaku poligami dan kekerasan seksual terhadap anak.
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan Sinetron “Suara Hati Istri: Zahra” yang ditayangkan merupakan bentuk pelanggaran hak anak, di mana anak berusia 15 tahun diberikan peran sebagai istri ketiga dan dipoligami.
Terkait hal tersebut, Mulyo menyampaikan bahwa pihak Indosiar akan mengganti pemeran anak di bawah umur dengan pemeran yang telah dewasa. Selain itu, KPI juga telah meminta agar ada penghalusan adegan-adegan yang dinilai tidak layak tonton.
"Perlu ada penghalusan atas adegan-adegan yang mungkin dianggap sebagai tidak patut ditonton oleh anak-anak seperti adegan romantisme, adegan kekerasan dalam rumah tangga, dan beberapa adegan yang lain. Ini yang harus juga diperhatikan tidak hanya di dalam SHI tapi kami meminta dalam sinetron-sinetron yang lain," ucap dia.
KPI juga meminta Indosiar untuk menampilkan pesan di setiap episode tentang adegan-adegan yang tidak patut untuk ditiru.
"Jadi ada pesan yang di setiap episode ditangkap oleh publik bahwa apa yang dilakukan ini tidak benar, salah. Perlu ada negasi bahwa ini tidak benar, tidak sepatutnya," kata Mulyo.
Baca juga: KPI ajak masyarakat awasi kualitas penyiaran televisi
Baca juga: KPI harap semua masyarakat tingkatkan literasi dalam konten digital
Baca juga: Tontonan tak mendidik hapuskan upaya perangi kekerasan seksual
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021