"Ada delapan poin yang diminta pegawai dalam surat permohonan keterbukaan informasi tersebut," kata perwakilan pegawai Budi Agung Nugroho di Jakarta, Kamis.
Delapan kelengkapan yang diminta adalah:
1. Hasil Asesmen TWK yang meliputi Tes IMB (Indeks Moderasi Bernegara dan Integritas), Tes Tertulis dan Tes Wawancara;
2. Kertas Kerja penilaian lengkap dari BKN atas hasil asesmen (untuk semua tahapan tes) yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Metodologi penilaian
b. Kriteria penilaian
c. Rekaman/hasil wawancara
d. Analisa Assesor/pewawancara
e. Saran dari Assesor/pewawancara;
3. Dasar/acuan penentuan unsur-unsur yang diukur dalam asesmen TWK;
4. Dasar/acuan penentuan kriteria Memenuhi Syarat (MS) dan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dalam Asesmen TWK;
5. Dasar/acuan penentuan dan penunjukan Assessor/pewawancara;
6. Data-data yang diberikan oleh KPK kepada Assessor/pewawancara, berikut alasan pemberian dan/ atau dasar hukumnya;
7. Kertas Kerja Assessor/pewawancara;
8. Berita Acara Penentuan Lulus atau Tak Lulus oleh Assessor/ Pewawancara;
"Melihat dari karakteristik data yang diminta seharusnya tak butuh waktu lama untuk berkoordinasi dengan BKN sebagai pihak penyelenggara TWK. Apalagi, seharusnya semua data
tersebut sudah tersedia bahkan sebelum TWK berlangsung," tambah Budi.
Menurut Budi, penyerahan data tersebut telah dilakukan di Kantor Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) pada 27 April 2021.
Baca juga: Kepala BKN: Informasi proses TWK pegawai KPK jadi rahasia negara
Baca juga: Biro Hukum KPK temui komisioner Komnas HAM terkait laporan pegawai
Selanjutnya berdasarkan pasal 6 ayat (1) huruf g, Perjanjian kerja sama antara KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam penyelenggaraan TWK, maka KPK berhak untuk memanfaatkan seluruh hasil asesmen tes wawasan kebangsaan pegawai, laporan pelaksanaan kegiatan TWK dan seluruh data dan dokumen yang dihasilkan dalam pelaksanaan TWK tanpa perlu meminta persetujuan BKN.
"Kecuali, landasan hukum, dan sertifikat asesor yang seharusnya ada sebelum TWK dibuat 'back date' seperti Nota Kesepahaman antara BKN dan KPK dalam pelaksanaan TWK," tutur Budi.
Budi menegaskan bahwa KPK sebagai lembaga penegak hukum dan BKN sebagai lembaga yang mengatur manajemen kepegawaian negara tidak sepatutnya menyelenggarakan hal-hal yang melawan hukum.
Perwakilan pegawai KPK lain, Novariza mengatakan ia curiga akan adanya manipulasi-manipulasi lanjutan yang akan dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana.
"Bagaimana bisa Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, di depan Ombudsman RI yang tengah memeriksa tentang maladministrasi, tanpa malu mengakui adanya kontrak kerja sama yang sengaja dibuat 'back date'," ucap Novariza.
Apalagi karena sejak awal proses TWK direncanakan dan dilaksanakan diduga banyak manipulasi terjadi.
"Permintaan keterbukaan informasi yang diminta pegawai juga dirasa sangat lamban dan bertele-tele. Tidak seperti proses munculnya pasal TWK dalam Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 tentang alih status pegawai dimana KPK bisa cepat dalam berkoordinasi pengundangan hanya berlangsung 1 hari, maka permintaan hasil TWK pegawai seharusnya bisa lebih cepat dari itu," ujar Novariza.
Dalam lembar Perkom Nomor 1 Tahun 2021 diketahui tanggal penetapan dan pengundangan berlangsung dalam satu hari yang sama yakni 27 Januari 2021. Belakangan diketahui, kontrak swakelola antara KPK dan BKN dalam pelaksanaan TWK juga dibuat pada 27 Januari 2021.
"Prosesnya kilat sehingga cenderung mencurigakan tapi giliran kami meminta hasil prosesnya lamban sekali," ungkap Novariza.
Menanggapi hal tersebut, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan data hasil TWK yang diterima KPK merupakan data kolektif.
Baca juga: Ombudsman akan lihat dugaan malaadministrasi alih status pegawai KPK
Baca juga: Pegawai KPK lengkapi bukti uji materi TWK di Mahkamah Konstitusi
"Sedangkan data yang diminta pemohon merupakan data pribadi masing-masing pemohon sehingga sudah seharusnya KPK berkoordinasi dengan BKN dalam rangka pemenuhan permohonan tersebut. Terlebih, informasi dan data mengenai pelaksanaan TWK tidak sepenuhnya dalam penguasaan KPK," kata Ali
KPK pun berharap kepada pihak-pihak tertentu agar terlebih dulu memahami substansi-nya secara utuh, agar tidak merugikan masyarakat dengan menyampaikan tuduhan dan asumsi yang keliru di ruang publik.
"Masukan dan kritikan yang membangun bagi KPK tentu merupakan penyemangat untuk terus bekerja menjadi lebih baik lagi dengan berdasar pada ketentuan peraturan yang berlaku," ucap Ali.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021