"Layaknya perusahaan-perusahaan digital besar seperti Tokopedia atau Gojek, usaha kami beroperasi dengan kelompok kerja minimalis yang light asset dan light capital," kata salah satu pendiri Afterbreak, Hella Ayu kepada ANTARA pada Jumat.
Harapannya, dengan demikian usaha akan mampu menjalin kemitraan-kemitraan sehingga bisa lebih gesit memajukan bisnis.
Dengan konsep startup, terbukti Afterbreak yang mengunggulkan hidangan lobster itu mampu bertahan bahkan bangkit dari pandemi COVID-19 yang banyak menghantam usaha kuliner.
Didukung dengan memboyong usahanya ke ranah digital untuk promosi pemasaran, Afterbreak yang dulunya hanya sebuah kedai di pinggir
sawah di Kendal, kini sudah merintis gerai kedua di pusat kota Semarang.
Bermula dari garasi hingga digitalisasi
Ide usaha kuliner lobster dimulai pada tahun 2016 saat Hella Ayu yang baru lulus kuliah S1 dan kekasihnya yakni Dani yang masih berstatus sebagai mahasiswa mulai mencicipi masakan seafood ibu Dani.
"Kok masakan mama Dani enak, lalu kami mulai tawar-tawarkan. Waktu itu Dani keliling nawarin kepiting, rajungan saus. Sehari yang laku 1-2 porsi, sisanya sampai blenger dimakan sendiri," kata Hella yang mengaku tak pernah tertarik jadi karyawan tersebut.
Baca juga: Memanfaatkan YouTube dan Google Trends untuk bertahan di masa pandemi
Tahun 2018, Hella dan Dani lantas nekat membuka dapur di rumah orang tua Dani, tepatnya di garasi mobil milik keluarga Dani.
"Kami berproses, di tahun 2018 alhamdulillah ada tabungan dan bisa open kitchen, saya sama Dani bikin home kitchen ukuran dapur 4 x 5 meter. Berawal dari hanya punya satu karyawan dengan gaji Rp1,5 juta per bulan, kami semangat untuk memberikan layanan delivery dengan menu utama lobster, kemudian malah berkembang sampai sekarang," kata Hella yang saat itu mulai memasarkan produknya lewat media sosial dan membuka sistem prapemesanan.
Pada 2021, tepatnya di bulan April saat pandemi masih berlangsung, Afterbreak mampu bangkit dan membuka gerai di Semarang dengan 20-an karyawan dan total gaji Rp50 jutaan. "Di lahan yang lebih luas, hampir 1.000 meter persegi, dengan dapur yang sudah berstandar restoran, karyawan yang punya skill, bahkan kami sudah punya chef untuk mengurus quality control."
"Tujuan kami membuka usaha di Semarang di masa pandemi ini adalah sebagai ikhtiar kami untuk memulai startup kuliner lobster, besar harapan kami masyarakat Indonesia, rakyat di mana pun berada bisa menikmati lobster laut. Karena Indonesia ini pusatnya lobster sebagai penghasil komoditi lobster terbesar di dunia tapi harganya mahal dan malah banyak masyarakat yang enggak mampu membelinya."
Dengan model bisnis startup, Afterbreak bisa menyajikan menu lobster dengan harga di kisaran mulai dari Rp100 ribuan.
Menu andalan Afterbreak adalah lobster saus padang yang dibanderol seharga Rp175.000. Satu porsi hidangan tersebut bisa dinikmati tiga sampai lima orang. "Itu sudah di-mix dengan cumi dan udang."
Selain menu itu, ada juga menu rajungan asam manis, rajungan mini goreng tepung, lobster lada hitam dan lain-lain.
"Kenapa harga lobster kita bisa murah karena kami turun istilahnya sampai ke akar-akarnya, kita cari tahu lobster itu seperti apa ke nelayan. Lobster yang mahal itu kan yang kualitas ekspor, dengan kualifikasi yang rumit, yang livestock, namun ternyata kalau di lapangan ada lobster yang misalnya enggak layak ekspor yang bisa dibeli dengan harga murah dengan kualitas yang tidak jauh berbeda," katanya.
Meski bahan baku lobster Afterbreak bukanlah livestock alias lobster segar yang masih hidup, namun lobster beku atau frozen pun ternyata masih bisa dinikmati dan terasa segar asal pengolahannya dilakukan dengan baik dan benar.
"Lobster ini kan haknya semua masyarakat Indonesia karena kita punya banyak laut,lobster sebenarnya banyak," kata Hella.
Terkait nama "Afterbreak", Hella mengatakan itu berakar dari frasa "after the break" atau secara harfiah diterjemahkan sebagai usai jeda dari kegiatan.
"Jadi saat jeda ingetnya kami, makan lobster, booster biar semangat aktivitas."
Kiat mengolah lobster
Kunci hidangan lobster nikmat adalah dari cara pengolahan yang tepat. Hella membagikan sejumlah tips untuk mengolah lobster.
"Pertama, cari lobster yang kondisinya masih baik. Boleh fresh yang masih hidup, boleh frozen atau kondisi hidup yg dimatikan. Selama daging masih putih dan isi penuh, cangkang keras dan daging padet, lobster tersebut masih layak makan. Tinggal cara olahnya harus pakai teknik yang benar," kata dia.
Setelah memastikan memilih lobster dengan kualitas baik, cuci lobster sampai bersih. "Biasanya si lobster ini suka main di pasir atau di karang. Jadi aroma lautnya kerasa banget.
Kemudian, rebus lobster di air yang telah mendidih, sebentar saja, hanya sampai kulit berubah warna jadi oranye, setelah itu angkat."
"Kalau mau dimasak saus atau dimasak aneka macam bumbu bisa disesuaikan. Namun jika olahan untuk grilled atau baked beda lagi teknisnya, kalo ini harus dipastikan lobster masih segar, daging padet dan bisa langsung proses panggang atau oven sesuai dengan
selera," pungkasnya.
Baca juga: PPKM mikro, UMKM cenderung bisa bertahan dengan keuangan digital
Baca juga: Kisah dua pelaku UMKM lestarikan budaya Betawi lewat platform digital
Baca juga: Menkop targetkan 30 juta UMKM gabung ekosistem digital 2024
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021