Menurut Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kemen PPPA Rohika, hal ini tak bisa jika hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, serta anggota empat pilar lainnya yakni media, dunia usaha, serta masyarakat yang terus mengadvokasi dan melakukan koordinasi.
"Di daerah menjadi strategi daerah, apa yang dilakukan yakni optimalisasi kapasitas lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, aksesibilitas dan perluasan layanan, kemudian penguatan regulasi, serta koordinasi pemangku kepentingan," ujar Rohika dalam bincang media daring dipantau dari Jakarta, Jumat.
Baca juga: KemenPPPPA: Jangan sampai sinetron melahirkan perilaku perkawinan anak
Rohika mengatakan penurunan perkawinan anak menjadi salah satu indikator dari 24 indikator suatu daerah bisa dinyatakan Kabupaten/Kota Layak Anak di Indonesia.
"Tentu pusat tidak bisa bekerja sendiri, dan harus di dalam kewenangan daerah," ujar dia menambahkan.
Selain itu, Kemen PPPA juga mulai tahun ini mengawal program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA), di mana dalam hal ini membutuhkan otonomi desa dalam pelaksanaannya.
Rohika mengatakan DRPPA akan menjadi penguatan Kemen PPPA dalam menjamin hak-hak perlindungan anak dari sisi pendidikan, kesehatan, pengasuhan, serta tidak adanya perkawinan anak.
"Anak itu diasuh bukan menjadi pengasuh. Makanya desa ini harus nol perkawinan anak," ujar dia.
Baca juga: Menteri PPPA apresiasi Perda Pencegahan Perkawinan Anak di NTB
Baca juga: Kemenag ajak pemuka agama proaktif cegah perkawinan anak
Baca juga: Mendikbud: Perkawinan anak hilangkan kesempatan pendidikan berkualitas
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021