"Pengawalan ketat terhadap distribusi obat sehingga sampai ke tangan orang yang benar-benar membutuhkannya sangatlah penting. Jika hal ini tidak dapat dikoordinasikan dengan baik sampai ke tangan pasien, maka capaiannya akan tidak bermakna," kata Ketua Umum PDIB James Allan Rarung kepada ANTARA, di Jakarta, Selasa.
James menuturkan pemberian paket obat COVID-19 oleh Presiden Joko Widodo perlu diberikan apresiasi yang besar. Tentunya, sasaran utama paket obat-obatan tersebut adalah untuk pasien yang kurang mampu dan menderita COVID-19 dengan tanpa gejala ataupun dengan gejala ringan yang melakukan isolasi mandiri.
"Upaya ini sangat bagus dalam hal terus menjaga daya tahan tubuh serta menyembuhkan gejala ringan akibat COVID-19, sehingga pasien yang melakukan isolasi mandiri dapat melewati masa inkubasi virus dan sembuh dari penyakitnya ini," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah salurkan 300 ribu paket obat terapi pasien OTG COVID-19
James mengatakan apabila program itu dijalankan dengan baik dan tepat sasaran, maka semakin banyak orang yang bertahan (survive) dari infeksi COVID-19, maka kekebalan kelompok atau masyarakat akan semakin luas, sehingga pada akhirnya akan tercapai kekebalan nasional, di mana diharapkan 65-70 persen penduduk Indonesia sudah kebal terhadap infeksi COVID-19.
Untuk keamanan dan kemanjuran obat-obatan tersebut, James mengatakan tentunya harus berkoordinasi penuh dengan dokter yang memiliki kompetensi keilmuan.
"Koordinasi dengan dinas kesehatan termasuk Puskesmas setempat sangatlah penting, karena yang paling paham sampai di basis masyarakat adalah mereka. Adapun organisasi profesi dokter tidak boleh dilupakan untuk mengawal program ini," tutur James.
Sementara itu, James menuturkan pilihan untuk menentukan klasifikasi pasien apakah tanpa gejala ataupun gejala ringan tentunya akan diputuskan bersama dengan dipandu oleh dokter dan dengan hasil PCR terkonfirmasi.
Baca juga: Komisi III DPR mengapresiasi Polri tindak penimbun obat COVID-19
Menurut James, mungkin juga ke depannya jika sukses dan memiliki anggaran yang cukup, maka pasien dengan tes cepat antigen perlu dimasukkan dalam daftar penerima paket obat COVID-19 gratis. Meskipun untuk langkah awal tentunya yang sudah terkonfirmasi dengan hasil PCR.
"Sudah tepat untuk alokasi jumlah obat adalah paling besar untuk yang memiliki gejala. Dilihat dari derajat gejalanya, maka yang memiliki gangguan penciuman atau anosmia, mendapatkan jumlah yang lebih banyak daripada yang batuk ringan," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Presiden Joko Widodo telah memutuskan untuk membagikan 300 ribu paket obat terapi COVID-19 kepada pasien tanpa gejala (OTG) dan bergejala ringan pada Rabu (14/7) pekan ini.
"Presiden sudah memutuskan tadi, mulai Rabu nanti, Minggu ini kita akan launching ada 300 ribu paket obat untuk OTG dan untuk kelas-kelas penyakit yang masih tidak serius,” kata Menko Luhut dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin (12/7).
Luhut mengatakan paket obat tersebut akan menjangkau 210 ribu kasus aktif pasien COVID-19. Aparat TNI akan turut terlibat untuk menyalurkan paket obat penanganan COVID-19 itu.
"Ini akan diberikan oleh nanti TNI bersama-sama elemen-elemen yang lain, prosedurnya sudah disusun sehingga itu bisa jalan juga," ujarnya.
***3***
Baca juga: Benarkah kematian pasien COVID-19 akibat interaksi obat?
Baca juga: Pemerintah kejar target 10 ribu kasus COVID per hari di bulan Agustus
Baca juga: Bukan obat COVID-19, air kelapa punya banyak manfaat kesehatan
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021